Berita Banda Aceh
Koalisi NGO HAM Aceh Minta Presiden Cabut Keppres Pemberhentian Irwandi Yusuf, Ini Alasannya
"Kami melihat Kepres tersebut telah melangkahi hukum yang seharusnya ditaati, pemberhentian gubernur karena adanya putusan yang berkekuatan hukum...
Penulis: Subur Dani | Editor: Nurul Hayati
"Kami melihat Kepres tersebut telah melangkahi hukum yang seharusnya ditaati, pemberhentian gubernur karena adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap, hanya dapat dilakukan pada saat telah terbitnya Putusan Mahkamah Agung sebagai pengadilan tingkat kasasi untuk selanjutnya dilakukan eksekusi atas putusan pengadilan tersebut," kata Muhammad Reza Maulana.
Laporan Subur Dani | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Direktur Koalisi NGO HAM Zulfikar Muhammad melalui Kepala Divisi Konstitusi, Muhammad Reza Maulana, SH menyampaikan, pihaknya memandang ada kekeliruan terhadap Keputusan Presiden RI Nomor 95/P Tahun 2020, tentang Pengesahan Pemberhentian Irwandi Yusuf sebagai Gubernur Aceh dan mengangkat Nova Iriansyah sebagai Gubernur defenitif.
"Kami melihat Kepres tersebut telah melangkahi hukum yang seharusnya ditaati, pemberhentian gubernur karena adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap, hanya dapat dilakukan pada saat telah terbitnya Putusan Mahkamah Agung sebagai pengadilan tingkat kasasi untuk selanjutnya dilakukan eksekusi atas putusan pengadilan tersebut," kata Muhammad Reza Maulana.
Menurutnya, ternyata sumber utama Irwandi dinyatakan bersalah dengan Putusan MA hanya diperoleh dari informasi yang dilihat dari Website www.kepaniteraan.mahkamahagung.go.id
Sedangkan salinan putusan/petikan putusan sampai dengan hari ini 20 Oktober 2020, belum dikirim ke Pengadilan Pengaju yaitu, PN Jakarta Pusat.
Dalam Hukum Acara Pidana bagaimana seseorang dapat dinyatakan bersalah berdasarkan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (ingkrah), harus didahului dengan adanya Putusan MA yang diterima pengadilan pengaju.
Kemudian disampaikan kepada terdakwa/penasihat hukum dan jaksa penuntut umum, baru kemudian dapat dieksekusi.
Baca juga: Usai Makan Mie yang Disimpan di Freezer, 9 Orang Masih Satu Keluarga Meninggal, Ini Penyebabnya
Namun, kata Muhammad Reza Maulana, dilihat di Website MA tersebut pada kolom "dikirim ke pengadilan pengaju" masih kosong.
Artinya, dapat dipastikan bahwa MA belum mengirimkan salinan putusan/petikan ke PN Jakarta Pusat untuk diserahkan kepada terdakwa/penasihat hukumnya dan jaksa penuntut umum.
"Walaupun di dalam website tersebut telah disebutkan bahwa Perkara Nomor 444 K/Pid.Sus/2020 telah putus pada tanggal 13 Februari 2020. Namun selama belum disampaikan salinan/petikan putusan oleh MA ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, maka putusan tersebut belum dapat dinyatakan inkrah," katanya.
Sehingga, Kepres tersebut tidak sah secara hukum karena tidak diterbitkan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
Tunggu sampai putusan inkrah baru terbitkan Kepres, kemudian silakan dieksekusi oleh DPRA.
Setelah Keppres yang dibuat disampaikan ke DPRA beserta lampiran petikan putusan atau putusan.
"Sehingga kami sarankan DPRA menyurati kembali Presiden dan menanggapi bahwa menyatakan, bahwa Kepres tersebut tidak dapat dieksekusi karena perkara Irwandi Yusuf belum inkrah sampai dengan hari ini," jelasnya.
Baca juga: China Lebih Ingin Donald Trump Menang Pilpres Amerika Serikat Ketimbang Joe Biden, Mengapa?