Kawanan Gajah Rusak Lima Hektare Tanaman
Kawanan gajah yang diperkirakan berjumlah 20 ekor sejak Selasa (10/10/2020) sampai Jumat (13/11/2020) malam masuk ke areal
IDI - Kawanan gajah yang diperkirakan berjumlah 20 ekor sejak Selasa (10/10/2020) sampai Jumat (13/11/2020) malam masuk ke areal perkebunan di Dusun Sarah Nyala, Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur. Dampaknya, berbagai jenis tanaman produktif milik petani di lahan sekitar lima hektare, dirusak satwa dilindungi itu.
“Kami (petugas BKSDA, FKL,WCS, CRU Serbajadi, dan petani) sudah jaga malam dan berusaha mengusir gajah menggunakan mercon, tapi hewan berbelalai itu masih tetap masuk ke perkebunan di Dusun Sarah Nyala,” ungkap Muhat, Petugas CRU Serbajadi/Staf BKSDA Aceh kepada Serambi, Minggu (15/11/2020).
Saat ini, menurut Muhat, kawanan gajah itu sudah pergi ke kawasan kebun sawit milik PT Atakana, yang berbatasan dengan kebun petani. Kawanan gajah tersebut, sambungnya, sudah sekitar 2 bulan berada dalam areal kebun perusahaan itu dan bolak-balik masuk ke perkebunan milik masyarakat pada malam hari.
Kawanan gajah itu suka berada di kawasan HGU PT Atakana karena areal perusahaan itu semak dan ditumbuhi hutan muda. Akibat gangguan gajah tersebut, tanaman seperti pinang, pisang, kakao, padi, dan jagung dirusak gajah. Bahkan, satu gubuk di kawasan itu juga ditumbangkan oleh hewan yang di kalangan masyarakat Aceh juga dikenal dengan Po Meurah.
Terkendala biaya
Keuchik Seumanah Jaya, Jasman, mengatakan, rencana pembangunan pagar listrik kejut untuk antisipasi gangguan gajah liar (power fencing) masih terkendala biaya untuk operasional alat berat milik Pemkab Aceh Timur. “Yang dibantu Pemkab hanya alat berat, sedangkan semua biaya lain harus diusahakan secara swadaya oleh petani," ujarnya.
Sampai saat ini, sebut Jasman, dana yang baru terkumpul dari petani Rp 2 juta dari Rp 52 juta yang dibutuhkan. Dana Rp 2 juta itu merupakan sumbangan petani yang ladangnya terkena konflik gajah liar Rp 15 ribu per hektare. “Selebihnya kita sedang mohon bantuan ke perusahaan di sekitar desa dan koperasi yang sedang menjalankan program peremajaan sawit rakyat (PSR) di desa kami. Semoga segera terealisasi agar pembangunan power fencing bisa dilaksanakan,” harap Jasman.
Supervisor Mitigasi Konflik Satwa dan Manusian dari LSM Forum Konservasi Leuser (FKL) Mukhlis, mengatakan, alat power fencing yang didatangkan dari New Zealand sudah tiba di Jakarta, dan sedang dalam perjalanan ke Aceh. “Setelah rute dibersihkan dan dipasang pancang baru alat power fencing bisa dibawa ke lokasi untuk dipasang. Tapi, sekarang kita masih terkendala biaya untuk operasional alat berat,” ungkapnya. (c49)