Kelapa Sawit

Kelapa Sawit Benteng Ketahanan Ekonomi Masyarakat Subulussalam di Tengah Pandemi Covid-19

Beruntung, di Kota Subulussalam usaha tanaman kelapa sawit masih menjanjikan karena harga Tandan Buah Segar (TBS) yan stabil di tengah pandemi covid-1

Penulis: Khalidin | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS/KHALIDIN
Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit milik petani di Kota Subulussalam dalam proses untuk dimuat ke truk pengangkutan 

Laporan Khalidin I Subulussalam

SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM - Pandemi Coronavirus Disease 2019 telah berimbas pada sektor ekonomi masyarakat termasuk di Kota Subulussalam.

Pasalnya, sejak virus asal Wuhan, China ini merebak di Indonesia Maret lalu membuat masyarakat tak terkecuali di Subulussalam harus menelan pil pahit akibat penurunan pendapatan.

Dampak resesi sangat dirasakan oleh sebagian besar warga kelas menengah ke bawah.

Hal ini dikarenakan mereka sangat bergantung pada upah maupun pendapatan harian dan tidak memiliki simpanan yang memadai.

Beruntung, di Kota Subulussalam usaha tanaman kelapa sawit masih menjanjikan karena harga Tandan Buah Segar (TBS) yan stabil di tengah pandemi covid-19.

Sementara di Kota Subulussalam mayoritas masyarakatnya menggeluti usaha perkebunan kelapa sawit.

Berdasarkan catatan Serambinews.com tanaman kelapa sawit menjadi primadona masyarakat Kota Sada Kata itu sejak era 2000-an silam.

Kini, rata-rata masyarakat mulai kalangan bawah hingga menengah atas memiliki kebun kelapa sawit.

Bahkan, para pengusaha, Apartur Sipil Negara (ASN) hingga pejabat di Kota Subulussalam umumnya juga memiliki usaha samping berupa kebun kelapa sawit.

Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kota Subulussalam, Subangun Berutu kepada Serambinews.com Kamis (19/11/2020) mengatakan jika tanaman kelapa sawit jadi benteng ketahanan ekonomi masyarakat di sana.

Baca juga: Imum Mukim di Bireuen Pertanyakan Penundaan Musyawarah Almuslim

Baca juga: Cari Perampok Toko Emas, Polisi akan Kuras Rawa-rawa tempat Pelaku Menghilang, Lokasi Dijaga 24 Jam

Baca juga: Mendagri Terbitkan Instruksi Tentang Protokol Kesehatan, Kepala Daerah tak Patuh Akan Dikenai Sanksi

Bahkan Subangun menyampaikan jika harga TBS di kota hasil pemekaran dari Aceh Singkil itu kini menyentuh yang ditetapkan pemerintah.

Dikatakan, berdasarkan daftar harga TBS untuk wilayah pantai barat selatan Aceh termasuk Kota Subulussalam sebagaimana ditetapkan pemerintah 11 November lalu berkisar Rp 1.814 per kilogram.

Harga tersebut berlaku terhadap tanaman kelapa sawit berusia 9 tahun sedangkan untuk umur 10-20 dipatok Rp 1.862 per kilogram.

Sementara harga TBS yang diposting pada salah satu Pabrik Minyak Kelapa Sawit mencapai Rp 1.775 per kilogram. Harga ini di level pabrik dan berlaku di PMKS Samudera Sawit Nabati Desa Singgersing, Kecamatan Sultan Daulat.

Menurut Subangun, sejauh ini belum ada perubahan drastis terkait harga TBS kelapa sawit di kota yang dijuluki Tanah Syekh Hamzah Fansury tersebut.

Kondisi ini dinilai sangat membantu petani kelapa sawit di tengah gempuran ekonomi selama masa pandemi.

Subangun pun berharap agar harga TBS di Subulussalam kembali naik bahkan dapat melampaui Rp 2.000 per kilogram demi ketahanan ekonomi masyarakat di sana.

Pria yang akrab disapa Akeng ini juga berharap pihak perusahaan untuk meningkatkan kepedulian sosial terhadap masyarakat di sekitar perkebunan, dalam upaya pencegahan penyebaran dan mengatasi dampak sosial ekonomi dari wabah Covid19.

“Sejauh ini harga TBS kelapa sawit masih stabil, kita berharap jangan sampai anjlok karena ini jadi benteng terakhir pertahanan ekonomi masyarakat selama pandemic covid-19,” ujar Subangun.

Subangun menjelaskan mengapa sawit menjadi benteng terakhir pertahanan ekonomi masyarakat di tengah krisis akibat pandemi.

Tanaman kelapa sawit katanya, menjadi salah satu usaha paling banyak banyak digeluti masyarakat Subulussalam sehingga menjadi tumpuan utama ekonomi penduduk di daerah tersebut.

Lantaran itu, Subangun berharap juga kepada pemerintah pusat, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) maupun daerah agar dapat menjaga kestabilan pasar harga CPO ini.

Di samping seluruh PMKS juga wajib mengikuti protokoler kesehatan dan terus berupaya membantu meringankan beban petani yang juga terdampak langsung.

Apalagi, lanjut Subangun sebenarnya produk turunan Cpo juga saat ini sangat dibutuhkan disaat pandemi covid-19.

Dia mencontohkan kebutuhan pangan & non pangan, antara lain minyak goreng, margarine, sabun, hand sanitizer, gliserin, Bio Diesel (pasar domestik). Semua ini menurut Subangun merupakan produk turunan CPO yang berasal dari kelapa sawit.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved