Peneliti di Kamboja dan Jepang Temukan Virus Corona pada Kelelawar yang Ditangkap Tahun 2010

Diberitakan Xinhua, virus di Kamboja ditemukan pada dua ekor kelewar yang disimpan dalam freezer.

Editor: Amirullah
pixabay.com
ILUSTRASI Kelelawar 

SERAMBINEWS.COM - Para peneliti telah menemukan virus corona pada kelelawar yag disimpan di lemari pendingin di Kamboja dan Jepang.

Hasil tersebut diterbitkan dalam jurnal Nature, Senin (23/11/2020).

Diberitakan Xinhua, virus di Kamboja ditemukan pada dua ekor kelewar yang disimpan dalam freezer.

Padahal kelewar itu ditangkap sepuluh tahun silam, tepatnya pada 2010.

Studi tersebut juga menunjukkan tim di Jepang menemukan virus corona lain dalam kotoran kelelawar beku.

“Virus tersebut adalah kerabat pertama SARS-CoV-2 yang ditemukan di luar China,” kata penelitian tersebut.

Baca juga: Mucikari Pasang Tarif Rp110 Juta, Masing-masing Artis dapat Rp 30 Juta untuk Layani Seorang Pria

Baca juga: Foto Jenazah Maradona Tersebar Luas di Media Sosial Picu Kemarahan Publik Argentina

Baca juga: Tak Melulu Pakai Tanah, Begini Metode Menanam Tanaman Hias Hanya Pakai Air

()FOTO HANYA ILUSTRASI --- Pedagang di Pasar Tomohon, Sulawesi Utara, menggelar paniki (kelelawar) untuk dijual pada pembeli, Sabtu (9/3/2013). Pasar Tomohon banyak disebut warga sebagai pasar ekstrem karena menjual binatang-binatang yang tak lazim dikonsumsi seperti kelelawar, tikus, ular, anjing, sampai kucing.(TRIBUNNEWS / DANY PERMANA) (TRIBUNNEWS / DANY PERMANA)

Penelitian ini mendukung upaya WHO untuk menyelediki asal virus corona yang mengakibatkan Pandemi Covid-19.

Tetapi penelitian masih belum mengetahui apakah virus corona baru SARS-CoV-2 ditularkan langsung dari kelelawar ke manusia atau melalui inang perantara.

"Kedua penemuan itu menarik karena mereka mengkonfirmasi bahwa virus yang terkait erat dengan SARS-CoV-2 relatif umum pada kelelawar Rhinolophus, dan bahkan pada kelelawar yang ditemukan di luar China," Alice Latinne, ahli biologi evolusi di Wildlife Conservation Society Vietnam di Hanoi, yang telah melihat beberapa analisis tim Kamboja.

Aaron Irving, seorang peneliti penyakit menular di Universitas Zhejiang di Hangzhou China, yang juga berencana untuk menguji sampel kelelawar dan mamalia lain yang disimpan, mengatakan temuan itu menunjukkan bahwa "kerabat SARS-CoV-2 lain yang belum ditemukan" dapat disimpan di freezer lab.

Baca juga: VIRAL Ingin Cepat Keluar Kelas setelah Ujian, Pelajar Ini Malah Kirim Data Aneh, Disambut Gelak Tawa

Baca juga: Pasien Covid-19 Aceh Sembuh Bertambah 64 Orang, Paling Banyak Warga Aceh Singkil

Hasil Studi: Sejauh Ini Belum Ada Mutasi yang Membuat Virus Corona Lebih Cepat Menular

Meski virus corona terus bermutasi, para ilmuwan pada Rabu, (25/11/2020, mengatakan sejauh ini belum ada mutasi, yang terdokumentasikan, yang membuat virus ini mampu menular dengan lebih cepat.

Dalam penelitian yang menggunakan dataset global genom virus dari 46.723 orang yang terkena Covid-19 di 99 negara, peneliti mengidentifikasi lebih dari 12.700 mutasi virus corona.

"Untungnya, kami tidak menemukan satu pun dari mutasi ini yang membuat Covid-19 menyebar lebih cepat," kata Lucy van Dorp, seorang guru besar di Institut Genetika di University College of London (UCL) dan salah satu pemimpin dalam studi itu, dilansir dari Reuters, (25/11/2020).

Meski demikian, dia mengatakan kewaspadaan harus tetap dijaga dan mutasi baru juga harus terus dipantau, terutama ketika vaksin Covid-19 diluncurkan.

Virus dikenal bermutasi sepanjang waktu, dan beberapa virus seperti virus flu berubah lebih sering daripada virus lainnya.

Mayoritas mutasi bersifat netral, tetapi beberapa dapat menguntungkan atau merugikan virus itu sendiri.

(Ilustrasi virus corona (CDC) (CDC))

Selain itu, beberapa mutasi juga bisa membuat vaksin menjadi kurang efektif.

Ketika virus bermutasi seperti ini, vaksin yang digunakan untuk melawan virus harus rutin disesuaikan untuk memastikan vaksin mencapai targetnya dengan tepat.

Francois Balloux, seorang guru besar di UCL yang juga ikut dalam penelitian itu, mengatakan sejauh ini temuan mutasi belum mengancam kemanjuran vaksin Covid-19 yang dikembangkan.

Meski demikian, dia memperingatkan bahwa peluncuran vaksin dalam waktu dekat bisa memberikan tekanan selektif baru bagi virus.

Tekanan selektif ini membuat virus bermutasi karena mencoba menghindari sistem kekebalan manusia.

"Virus ini mungkin mendapatkan mutasi untuk lolos dari vaksin di masa depan, tetapi kami yakin bahwa kami akan bisa menghadangnya dengan segera, yang memungkinkan untuk memutakhirkan vaksin suatu saat jika diperlukan."

()Ilustrasi vaksin Covid-19 (SHUTTERSTOCK/solarseven)

Hasil penelitian tentang mutasi ini diterbitkan secara lengkap pada hari Rabu dalam jurnal Nature Communicarions.

Tim peneliti dari UCL, Oxfod University, Cirad, dan Universite de la Reunion menganalisis genom virus dari 46,723 orang yang terjangkit Covid-19 dari 99 negara, yang dikumpulkan hingga akhir Juli 2020.

Peneliti mengatakan di antara lebih dari 12.706 mutasi yang teridentifikasi, ada sekitar 398 yang tampak terjadi secara berulang dan independen.

Mereka tidak menemukan satu pun bukti bahwa mutasi yang umum terjadi itu meningkatkan kemampuan penularan virus.

Sebaliknya, mayoritas mutasi bersifat netral bagi virus penyebab Covid-19 itu.

Vaksin mungkin harus disesuaikan

Meski belum atau tidak ada hingga saat ini, beberapa waktu lalu ilmuwan sempat menduga ada mutasi virus corona yang membuatnya lebih mudah menular.

Hal ini dikaitkan dengan kenaikan jumlah kasus Covid-19 di AS.

Peneliti di Amerika Serikat (AS) menganalisis 5.000 urutan genetik virus corona, yang terus bermutasi karena telah menyebar luas di masyarakat.

Namun, penelitian itu tidak menemukan adanya mutasi yang membuat virus corona menjadi semakin mematikan atau berubah efeknya.

Dilansir dari The Guardian, (25/9/2020), para pakar kesehatan mengakui semua virus bermutasi, tetapi mayoritas mutasinya tidak signifikan.

David Morens, ahli virus di Institut Nasional Penyakit Menular dan Alergi, mengatakan penelitian itu seharusnya tidak ditafsirkan secara berlebihan.

Namun, dia mengatakan virus corona mungkin merespons intervensi kesehatan masyarakat, misalnya pembatasan sosial.

"Semua hal itu menghalangi transmisi atau penularan, tetapi karena menjadi semakin menular, virus itu secara statistik menjadi lebih baik dalam mengatasi hambatan tersebut," kata dia.

Artinya, virus ini, kata Morens, bisa terus bermutasi bahkan setelah vaksin tersedia.

Oleh karena itu, vaksin mungkin harus diotak-atik atau disesuaikan, seperti vaksin flu yang diubah tiap tahun.

(Tribunnewswiki/Nur/Tyo)

Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki.com dengan judul Peneliti di Kamboja Temukan Virus Corona pada Kelelawar yang Ditangkap pada 2010

Sumber: TribunnewsWiki
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved