Irawan Berharap Kekhususan Aceh Diperjuangkan Secara Optimal
Langkah, rezeki, pertemuan, dan maut, hanya Allah SWT yang menentukan. Ini pula yang tercermin pada jalan hidup Tgk. H. Irawan Abdullah S.Ag
Langkah, rezeki, pertemuan, dan maut, hanya Allah SWT yang menentukan. Ini pula yang tercermin pada jalan hidup Tgk. H. Irawan Abdullah S.Ag. Maklum saja, cita-cita masa kecilnya menjadi pengajar di universitas atau dosen, namun perjalanan hidup membawanya ke gedung parlemen. Sudah empat periode Irawan mengabdi sebagai wakil rakyat dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Irawan lulus dengan predikat cum laude dari Fakultas Syariah Jurusan Perbandingan Mazhab, UIN Ar-Raniry, tahun 1998. Irawan kemudian menuntut ilmu ke Malaysia hingga menjadi pengajar di Madrasah An Nahdhah Bukit Besar Kota Sarang Semut, Yan Kedah, Malaysia. Hampir dua tahun dia mengabdi di pesantren modern itu.
Berbekal ilmu mengelola pesantren yang didapatnya semenjak menjadi musrif di Dayah Darul Ulum Jambo Tape, dan juga dari negeri Jiran Malaysia, Irawan kemudian pulang ke Aceh. Dia mendapat amanah untuk mendirikan dan memimpin Pesantren Darul Hijrah di Krueng Raya, Aceh Besar, tahun 2002. Disela-sela mendidik santri, Irawan aktif di berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Ini pula yang membuat beberapa teman sejawatnya meminta Irawan mencalonkan diri sebagai anggota dewan untuk mengabdi secara lebih luas. Irawan kemudian bergabung dengan Partai Keadilan Sejahtera dan mencalonkan diri sebagai anggota DPRK Aceh Besar dari dapil V kawasan Krueng Raya dan sekitarnya.
“Mungkin karena kedekatan saya dengan masyarakat, sehingga mereka mengajak saya masuk partai politik. Alhamdulillah, saya mencalonkan diri menjadi anggota dewan dan terpilih,” kata Irawan.
Tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 membuat dayah yang didirikannya porak-poranda. Sebagian warga di kawasan tersebut bahkan hilang ditelan tsunami. Berkat dukungan dari pengurus yayasan, Irawan lantas memindahkan pesantren tersebut ke Kuta Malaka, Aceh Besar, yang diberi nama kemudian dari Darul Hijrah menjadi Dayah Darul Quran Aceh (DQA). Pengabdian di dunia dayah yang tanpa batas itu membuat Irawan semakin merakyat.
Jalan menuju kursi parlemen Aceh Besar pun mulus-mulus aja. Buktinya, selama tiga periode berturut-turut dia menduduki kursi di lembaga legislatif itu. Supaya pengabdian bisa dilakukan dalam skala yang lebih luas, Irawan pun diminta oleh partai untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPRA periode 2019-2024. Irawan kemudian dilantik menjadi anggota DPRA periode 2019-2024 bersama 80 anggota lainnya pada Senin, 30 September 2019.
Di DPRA, Irawan menjabat sebagai Ketua Komisi VI yang membidangi keistimewaan dan kekhususan Aceh. Ini pula yang membuat diirnya selama ini inten membicarakan persoalan keistimewaan dan kekhususan yang dimiliki Aceh. Dalam banyak kesempatan, Irawan menilai bahwa keistimewaan yang diperoleh Aceh saat ini belum dilaksanakan secara optimal.
“Kita harapkan pemerintah bersama-sama memperjuangkan secara penuh kekhususan yang telah diberikan untuk Aceh, baik secara kelembagaan atau dengan fungsi-fungsi yang telah diberikan. Misalnya lembaga pertanahan, lembaga wali nanggroe, dan lain sebagainya,” kata Irawan.
Dia berharap hasil-hasil MoU, UUPA, dan segala kekhususan yang telah diberikan untuk Aceh diperjuangkan semaksimal mungkin, termasuk dalam proses pelaksanaan syariat Islam. Namun, Irawan sadar harapan itu tak mungkin terwujud tanpa upaya bersama. “Harapan ini hanya bisa diwujudkan jika ada kerja sama semua pihak, sehingga semua janji pemerintah pusat dapat segera direalisasikan untuk Aceh dalam konteks keistimewaan dan kekhususan Aceh,” kata calon master hukum dari Universitas Abulyatama Aceh ini.(*)