Luar Negeri

Pria di Sudan Selatan Anggap Dirinya Lebih Superior dari Perempuan, Pengadilan Khusus Pun Dibentuk

Pengadilan khusus ini dibentuk untuk menangani kasus gender based violence (GBV) atau kekerasan berbasis gender yang meningkat tajam di Sudan

Editor: Zaenal
Twitter @UNFPASouthSudan
Duta Besar Norwegia untuk Sudan Selatan, Siv Kaspersen, mendengarkan penjelasan tentang kasus kekerasan berbasis gender atau gender based violence (GBV), di pusat terpadu bagi para penyintas GBV di Juba, Sudan Selatan, Selasa (10/11/2020). Utusan tersebut mencatat bahwa sementara para penyintas keluar, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk menghentikan kekerasan berbasis gender dan pentingnya dukungan dari semua pihak. 

SERAMBINEWS.COM, SUDAN SELATAN - Pemerintah Sudan Selatan, bekerja sama dengan badan-badan PBB, membentuk pengadilan khusus pada Kamis (4/12/2020).

Pengadilan khusus ini dibentuk untuk menangani kasus gender based violence (GBV) atau kekerasan berbasis gender yang meningkat tajam dan terus berlanjut dengan kecepatan tinggi.

"Ini adalah bagian dari keseluruhan rencana untuk mengembangkan inisiatif untuk mengurangi GBV dan dampak negatifnya," kata Ketua Mahkamah Agung Chan Reec Madut pada pembukaan pengadilan di Juba, seperti dilansir Kantor Berita Turki Anadolu Agency.

“Kekerasan berbasis gender ini akibat ketidaktahuan sebagian laki-laki yang menganggap dirinya lebih superior dari perempuan. Menurut saya laki-laki seperti itu perlu perhatian medis karena cara berpikirnya yang tidak normal,” ujarnya.

“Pembukaan pengadilan GBV terjadi pada saat seluruh dunia mempersiapkan upaya selama 16 hari untuk mengatasi masalah GBV, pembukaan pengadilan ini sangat tepat waktu,” kata Madut.

"GBV adalah kenyataan dan itu terjadi setiap menit di masyarakat kami dan di negara kami. Ini adalah proyek yang berada dalam anggaran peradilan Sudan Selatan tetapi mitra kami membantu kami karena kami berada dalam krisis ekonomi, bantuan mereka diperlukan,” dia menambahkan.

Baca juga: Viral Video Anggota Pasukan PBB di Sudan Ajarkan Anak-anak Mengaji, Ternyata Polisi Asal Polda Aceh

Wakil negara perwakilan Program Pembangunan PBB (UNDP) Christy Ahenkora mengatakan pembentukan pengadilan akan melihat para pelaku pelanggaran terhadap perempuan diadili.

"Hampir 670 kasus yang melibatkan kekerasan seksual sejauh ini telah terdaftar dengan 13 kasus pemerkosaan terhadap pelaku laki-laki yang mengakibatkan 12 putusan bersalah dan sebagian besar menunjukkan bahwa orang tidak akan lolos dengan mengambil hukum di tangan mereka sendiri dan melanggar hak orang lain,” kata Ahenkora.

Ahenkora mengatakan, pembentukan pengadilan mengirimkan sinyal kuat bahwa Sudan Selatan akan meminta pertanggungjawaban pelaku.

Kementerian Gender dan Dana Kependudukan PBB memperkirakan 6.295 insiden kekerasan berbasis gender tercatat mulai 1 Januari hingga 30 September tahun ini.

Baca juga: Kisah Pengungsi Ethiopia di Sudan, Lari Dari Bawah Tembakan, Gurun Tandus, Sampai Melahirkan

Negara Termiskin di Dunia

Berdasarkan laporan dari International Monetary Fund World Economic Outlook sampai akhir tahun 2019 lalu, Sudan Selatan menjadi negara dengan PDB per kapita terendah di dunia dengan $243. Angka tersebut sudah cukup untuk menjadikan Sudan Selatan sebagai negara termiskin di dunia saat ini.

Lama berkonflik, negara ini akhirnya sanggup memerdekakan diri dari Sudan pada tahun 2011 lalu. Dengan ini Sudan Selatan juga menjadi salah satu negara termuda di dunia.

Baca juga: Tentara Sudan Selatan Dilaporkan Bakar Warga Hidup-hidup, Perkosa Wanita, dan Pukuli Anak-anak

Baca juga: Perempuan Sudan Selatan Sarankan Mogok Seks demi Mengakhiri Perang

Awal kemerdekaan

Dilansir dari Kontan.co.id, Sudan Selatan memperoleh kemerdekaannya pada tahun 2011 melalui referendum.

Pada tanggl 9 sampai 11 Januari 2011, referendum dilakukan untuk menentukan apakah Sudan Selatan harus menjadi negara merdeka dan terpisah dari Sudan.

Hasilnya cukup telak, 98,83% populasi memilih kemerdekaan.

Dikutip dari BBC, Sudan Selatan resmi merdeka dari Sudan pada 9 Juli 2011.

Meskipun begitu, perselisihan antar kedua negara ini masih tetap terjadi, termasuk pembagian pendapatan minyak, karena 75% dari semua cadangan minyak bekas Sudan berada di Sudan Selatan.

Sejak tanggal 14 Juli 2019, Sudan Selatan resmi menjadi anggota ke-193 dari PBB, dan pada 27 Juli 2011, Sudan Selatan resmi menjadi negara ke-54 yang bergabung dengan Uni Afrika.

Baca juga: Sedikitnya 50.000 Orang Tewas Dalam Perang Saudara di Sudan Selatan

Geografi dan demografi

Sudan Selatan memiliki wilayah seluas 619,745 km2, diapit oleh Sudan di utara, Ethiopia di timur, Uganda di selatan, dan Republik Afrika Tengah di barat.

Negara ini tidak memiliki garis pantai dan wilayah laut sama sekali. Ibu kotanya terletak di kota Juba, yang juga merupakan kota terbesar di Sudan Selatan.

Populasi di Sudan pada sensus tahun 2019 berjumlah sekitar 12.778.250 jiwa dari beberapa etnis yang berbeda, seperti Nuer, Bari, Azande, dan Shilluk.

Untuk bahasa, Sudan Selatan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resminya.

Sementara itu, ada sekitar 60 bahasa asli yang digunakan oleh penduduknya di seluruh negeri.

Mayoritas penduduknya beragama Kristen (60,5%), diikuti Katolik (39,7%), Protestan (20,7%, kepercayaan tradisional (32,9%), Islam (6,2%), dan sisanya merupakan aliran kepercayaan lain.

Konflik baru yang meletus pada tahun 2013 menyebabkan sebanyak 400.000 orang tewas dan hampir 4 juta orang kehilangan tempat tinggalnya, bahkan sampai harus mengungsi ke negara tetangga.

Sudan Selatan bisa saja menjadi negara yang kaya berkat ekspor minyak yang menjadi tulang punggung ekonominya.

Sayang, jatuhnya harga komoditas dan kenaikan anggaran pertahanan negara membuat Sudah Selatan jatuh ke dalam kemiskinan.

Di luar sektor minyak, mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani tradisional yang seringkali mengalami kekerasan sehingga menghalangi mereka dalam menanam dan memanen hasil pertanian.

Kondisi ini semakin mendukung Sudan Selatan menjadi negara termiskin di dunia.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved