Erdogan Harapkan Prancis Segera Singkirkan Macron
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, berharap Prancis akan segera menyingkirkan Presiden Emmanuel Macron
ANKARA - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, berharap Prancis akan segera menyingkirkan Presiden Emmanuel Macron. Erdogan menggambarkan Macron sebagai beban bagi Prancis yang mengalami masa-masa berbahaya.
“Macron membebani Prancis. Macron dan Perancis sebenarnya sedang mengalami periode yang sangat berbahaya," ujar Erdogan sebagaimana yang dilansir dari Al Jazeera, pada Jumat (4/12/2020). "Harapan saya adalah Prancis menyingkirkan masalah Macron secepat mungkin," kata Erdogan kepada wartawan di Istanbul setelah shalat Jumat.
Hubungan antara Turki dan Prancis secara khusus sedang tegang dalam beberapa bulan terakhir, karena perbedaan kebijakan di Suriah dan penerbitan karikatur Nabi Muhammad di Prancis. Pada Oktober lalu, Macron mengatakan Islam adalah agama yang "dalam krisis" secara global. Kemudian, Erdogan membalas pernyataan itu dengan seruan kepada muslim di seluruh dunia untuk memboikot produk Prancis.
Pada bulan yang sama, Erdogan mengatakan pemimpin Prancis tersebut membutuhkan "pemeriksaan kesehatan mental" atas sikapnya terhadap muslim. Ankara dan Paris juga saling lempar tuduhan tentang peran mereka dalam konflik Nagorno-Karabakh dan bentrokan pada krisis Libya serta konflik antara Yunani dan Turki tentang hak eksplorasi Mediterania Timur.
Ajak dialog uni eropa
Sebelumnya, Presiden Erdogan mengajak Uni Eropa (UE) untuk berdialog, memperingatkan blok tersebut untuk tidak menjadi alat permusuhan selama meningkatnya ketegangan di Mediterania timur. Pengerahan kapal Turki untuk mencari gas di perairan itu diklaim Yunani memicu perang kata-kata yang sengit dengan negara-negara anggota UE. Sementara, UE telah memperpanjang sanksi terhadap Ankara untuk 1 tahun ke depan.
Sanksi itu termasuk mengizinkan larangan visa dan pembekuan aset terhadap individu yang terlibat dalam eksplorasi gas yang diperebutkan di Mediterania. "Kami berharap Uni Eropa menepati janjinya, tidak mendiskriminasi kami atau setidaknya tidak menjadi alat untuk membuka permusuhan yang menargetkan negara kami," kata Erdogan dalam sebuah pidato video di kongres partai yang berkuasa, Sabtu (22/11/2020) lalu.
"Kami tidak melihat diri kami sendiri di tempat lain, kecuali di Eropa," tambahnya. "Kami membayangkan membangun masa depan kami bersama dengan Eropa," tandas Erdogan seperti yang dilansir dari AFP pada Sabtu (21/11/2020).
Pesan Erdogan datang ketika para pemimpin Uni Eropa memutuskan dalam pertemuan puncak Desember, apakah akan menjatuhkan sanksi lebih lanjut atas aktivitas Turki baru-baru ini. Kapal eksplorasi Turki, Oruc Reis, tetap menjadi pusat ketegangan dan pada Sabtu, Ankara memperpanjang misinya di Mediterania timur hingga 29 November, meskipun ada protes dari Athena.
Pada kesempatan yang sama itu, Erdogan mengatakan Turki ingin "secara aktif menggunakan hubungan aliansi yang panjang dan erat dengan Amerika Serikat untuk solusi bagi masalah regional dan global". Dia bukan salah satu pemimpin dunia pertama yang memberi selamat kepada Presiden terpilih Joe Biden.
Dia menikmati hubungan dekat dengan Presiden AS Donald Trump, walaupun ada ketegangan juga antara kedua negara karena beberapa masalah. Pembelian Turki atas sistem pertahanan rudal Rusia berteknologi tinggi membuat marah Washington, sedangkan, Ankara memprotes penolakan AS untuk mengekstradisi seorang ulama Muslim yang disalahkan Erdogan karena melakukan kudeta pada 2016 lalu. (kompas.com)