Data Kasus Kekerasan Anak di Aceh Simpang Siur
Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA) menyorot simpang siurnya data kekerasan terhadap anak
BANDA ACEH - Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA) menyorot simpang siurnya data kekerasan terhadap anak. Data yang disajikan oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh masih merupakan data lama, tahun 2019 lalu.
“Data kasus kekerasan terhadap anak belum tersaji secara update. Sebagai contoh, P2TP2A Aceh, dalam situsnya masih menampilkan rekap data tahun 2017, 2018 dan 2019. Sementara, rekap data tahun 2020 belum tampil,” ungkap Komisioner KPPAA, Firdaus D Nyakdin kepada Serambi dalam rilisnya Rabu, (13/1/2021).
Demikian pula dengan P2TP2A Banda Aceh dimana dalam situsnya, rekap data yang tersaji bahkan hanya tahun 2016 sampai 2018. Rekap data tahun 2019 belum tersaji, demikian juga dengan rekap data tahun 2020.
“Penyajian data yang belum update sering sekali terjadi karena sistem pencatatan yang masih manual, sehingga rekapitulasi data tak dapat terjadi secara real time, bahkan bisa saja tidak dapat tersaji sama sekali,” ujar Firdaus.
Namun demikian, menurut Firdaus, rekap data yang disajikan oleh UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Aceh dan P2TP2A Kota Banda Aceh dapat menjadi acuan penting bagi pembangunan Perlindungan Anak di Aceh.
Firdaus D Nyakdin menambahkan, saat ini belum semua P2TP2A Kabupaten/Kota memiliki kemampuan mensajikan rekap data perlindungan anak melalui internet. Hasil penelusuran KPPAA, hanya Kota Banda Aceh yang memiliki halaman web yang mensajikan data perlindungan anak.
“Walaupun masih terbatas, namun apa yang telah dilaksanakan P2TP2A Kota Banda Aceh patut mendapat apresiasi dan seharusnya menjadi pembelajaran bagi P2TP2A di kabupaten/kota lain,” tambah dia.
Selain itu, mekanisme pendataan lintas sektor juga belum terpadu. Secara kelembagaan, ada beberapa instansi pemerintah yang menangani masalah perlindungan anak yang memiliki mekanisme pendataan masing-masing. Misalnya Kepolisian, Mahmakamah Syariyah, Pengadilan Negeri, Dinas Sosial, LPKS, LAPAS Anak, BAPAS, BPBA, DRKA/Dukcapil dan P2TP2A.
KPPAA lanjut dia, memahami bahwa mekanisme pendataan pada masing-masing instansi berbeda, sehingga menyebabkan tidak memungkinkannya dilakukan upaya untuk penyatuan data. Namun, lanjutnya, yang bisa dilakukan adalah mempadupadankan (mengintegrasi) rekapitulasi data pada satu pintu/lokus pendataan.
“Misalnya pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh (PPPAA) atau Dinas Kominsa Aceh, sehingga ketika kita ingin mengakses rekapitulasi data perlindungan anak untuk pembangunan maupun untuk penganggaran misalnya, kita bisa memperoleh semua rekapitulasi data perlindungan anak (lintas sektor) hanya dengan mengakses dari satu lokus data,” imbuhnya.(as)