DPRA tak Respons Polemik RUU Pemilu

Polemik jadwal Pilkada masih terjadi tolak tarik di tingkat pusat. Pemerintah sudah menegaskan bahwa Pilkada tetap digelar

Editor: hasyim
For: Serambinews.com
Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin memberi keterangan kepada para jurnalis. 

* Anggap tak Ada Hubungan dengan Aceh

BANDA ACEH - Polemik jadwal Pilkada masih terjadi tolak tarik di tingkat pusat. Pemerintah sudah menegaskan bahwa Pilkada tetap digelar secara serentak pada tahun 2024 meskipun Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu masih dalam proses pembahasan di DPR RI.

Disisi lain, KIP Aceh sudah menetapkan tahapan dan jadwal Pilkada Aceh tahun 2022. Ketua DPRA, Dahlan Jamaluddin menyampaikan bahwa pihaknya tidak perlu merespon dinamika yang terjadi dalam pembahasan RUU Pemilu. Sebab Aceh memiliki regulasi sendiri yang mengatur tentang pelaksanaan Pilkada.

Dahlan menyebutkan, Aceh memiliki Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Dalam norma pasal 65 disebutkan bahwa gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota dipilih dalam satu pasang secara langsung oleh rakyat setiap lima tahun sekali.

Begitupun dengan Undang-Undang No 10 tahun 2016 tentang Pilkada, pada pasal 199 juga disebutkan ketentuan dalam undang-undang ini berlaku juga bagi pemilihan di Provinsi Aceh, DKI Jakarta, Yogyakarta, Papua dan Papua Barat sepanjang tidak diatur lain dalam aturan tersendiri.

"Nah kita diatur lain dalam undang-undang tersendiri, lima tahun sekali dan pelaksanaan pilkada di Aceh berdasarkan Qanun Nomor 6 Tahun 2016. Jadi tidak ada persoalan dengan Pilkada Aceh tahun 2022. Kalaupun merujuk ke Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016, juga ada penegasan di dalam pasal 199," sebut Dahlan.

Apa yang berkembang di nasional, menurut Dahlan, belum menjadi sebuah satu sikap atau keputusan Pemerintah. "(RUU Pemilu) masih proses pembahasan. Dalam draf RUU Pemilu, disebutkan terkait pilkada berlaku normal, yang 2022 tetap di 2022, yang 2023 tetap di 2023. Kapan diserentakkan? Ke 2027," ungkap dia.

Kalaupun ada penyataan yang menginginkan Pilkada akan digelar secara serentak pada tahun 2024, menurut Dahlan itu masih sebatas pernyataan Dirjen Kemendagri, bukan sebuah sikap pemerintah apalagi RUU Pemilu masih dalam pembahasan di DPR RI.

"Saya kira kita di Aceh, sesuai komitmen yang sudah terbangun antara DPRA, Pemerintah Aceh, dengan penyelenggara pilkada (KIP Aceh) bahwa Pilkada Aceh akan dilaksanakan pada tahun 2022, itu clear secara keseluruhan, apalagi tahapan sudah disusun. Tinggal koordinasi saja Pemerintahan Aceh dengan Pemerintah pusat, DPR RI, dan KPU," tambahnya.

Dahlan kembali menegaskan bahwa pembahasan RUU Pemilu masih berproses di DPR RI. "Kita tidak perlu mengikuti soal wacana itu karena kita sudah diatur khusus di 2022. Bahwa kita sebagai daerah pelaksanaan otonomi asimetris yang ada undang-undang khusus, ya konteknya dengan nasional hanya berkoordinasi," ungkap politikus Partai Aceh ini.

                                                                                                            Harus kompak

Berbeda dengan Dahlan Jamaluddin, politisi Partai Aceh lainnya, Sulaiman SE, justru menanggapi serius polemik yang terjadi terkait dengan revisi UU Pemilu. Ia khawatir, hal itu akan berdampak pada pelaksanaan Pilkada Aceh tahun 2022.

Untuk itu, ia mengajak seluruh anggota DPRA dan Pemerintah Aceh agar kompak menolak pelaksanaan Pilkada pada 2024 sebagaimana direncanakan Pemerintah Pusat.

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bahtiar, sebelumnya mengatakan, seharusnya Pilkada tetap dilaksanakan pada tahun 2024. Hal ini ia katakan merespon polemik revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang di dalamnya mengganti jadwal pelaksanaan pilkada menjadi 2022 dan 2024.

"Sesuai dengan UU yang masih berlaku tersebut, maka jadwal Pilkada berikutnya adalah 2024. Jadi, jika Pilkada dilaksanakan sesuai jadwal, maka jadwalnya adalah 2024," kata Bahtiar pada wartawan, Jumat (29/1/2021).

Menurut dia, seharusnya UU Pilkada yang saat ini berlaku dilaksanakan terlebih dahulu baru kemudian direvisi. "Tidak tepat jika belum dilaksanakan, sudah direvisi. Mestinya, dilaksanakan dulu, kemudian dievaluasi, baru kemudian direvisi jika diperlukan," ujar Bahtiar.

Terkait hal ini, Sulaiman menegaskan, apabila rencana Pemerintah tersebut diterapkan di Aceh, maka hal itu akan bertentangan dengan UUPA. Karena itu, lanjut Sulaiman, Aceh harus dikecualikan jika memang Pemerintah Pusat tetap ngotot ingin melaksanakan Pilkada serentak di 2024.

“UUPA sedikit demi sedikit telah dibonsai. Tentu ini tidak sejalan dengan semangat perdamaian. Bukankah Aceh memiliki kewenangan sendiri untuk mengurus persoalan Pilkada secara mandiri sesuai dengan UUPA?" pungkas Sulaiman lagi.

Untuk itu, ia mengajak semua elemen masyarakat Aceh agar kompak menyuarakan penolakan terhadap pelaksanaan Pilkada 2024. Karena tujuannya adalah untuk mempertahankan UUPA. “DPRA dan Pemerintah Aceh, serta semua elemen masyarakat harus kompak menolak pelaksanaan Pilkada 2024,” tegas Sulaiman.(mas/yos)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved