Akhir Kisah Kerajaan Hindu Terakhir di Dunia, Putra Mahkota Bantai Keluarga
Nepal menjadi kerajaan Hindu terakhir di dunia, yang runtuh di abad ke-21. Kisah runtuhnya kerajaan ini terbilang memilukan.
SERAMBINEWS.COM - Ini adalah kisah runtuhnya kerajaan Hindu terakhir di dunia.
Kerajaan tersebut berada di Nepal, yang merupakan kerajaan Hindu terakhir.
Kerajaan ini runtuh di abad ke-21.
Kisah runtuhnya kerajaan ini terbilang memilukan.
Kala itu, Putra Mahkota Nepal membantai keluarga kerajaan karena cinta tak direstui, sebagaimana diberitakan Intisari Online, Kamis (4/1/2021).
Lebih memilukannya lagi, sang putra mahkota Nepal tersebut pun pada akhirnya mengakhiri hidupnya sendiri.
Cinta diyakini bukan faktor tunggal pangeran melakukan pembantaian.
• Kiat untuk Individu Introvert Bersosial, Berikut Tips untuk Kamu yang Sulit Berada di Keramaian
• Lowongan Kerja Anak Perusahaan PT Pelindo III, Batas Pendaftaran 8 Februari 2021
Hampir satu dekade kemudian, satu-satunya pewaris kerajaan yang selamat, yang kemudian mengisi kekosongan di singgasana dituding jadi dalang semua tragedi tersebut.
Pustakawan Nepal, Ananta Koirala menggambarkan bahwa kondisi istana Nepal sendiri saat itu begitu jomplang dengan kehidupan rakyatnya.
Saat para anggota kerajaan merasakan kemewahan dan kemegahan di balik pintu istana, masyarakatnya justru harus bertarung dengan kemiskinan.
Mereka berkuasa selama 240 tahun, melansir South China Morning Post, sebelum akhirnya runtuh pada 2008.
Namun keruntuhannya berlangsung dengan sangat tragis, bertolak belakang dengan kemewahan.
Nepal sendiri sebelumnya dipimpin oleh seorang raja secara absolut dan baru menginjakan dunia demokrasi pada 1990.
• Lowongan Kerja Anak Perusahaan PT Pelindo III, Batas Pendaftaran 8 Februari 2021
• Koma Berbulan-bulan karena Ditabrak Mobil, Remaja Ini Tak Tahu Dunia Sudah Berubah Gegara Covid-19

Proses transisi dari kerajaan absolut ke demokrasi tersebut terjadi di bawah Raja Birendra.
Sementara putranya, Putra Mahkota Dipendra, sedang belajar di Inggris.
Sang putra mahkota yang digambarkan memiliki amarah besar tersebut kemudian dikabarkan mendobrak pintu ketika dia mendengar bahwa peran masa depannya sebagai raja sekarang akan berkurang.
"Dia semacam karakter ganda. Di luar, dia sangat lembut, sangat disukai semua orang," kata Letjen Vivek Kumar Shah, seorang ajudan kamp di istana kerajaan selama 26 tahun yang mengenal Putra Mahkota Dipendra sejak kecil.
"Tapi di dalam, dari awal - mungkin, dia tidak mendapatkan cinta yang seharusnya dia miliki sebagai seorang anak. Itulah keyakinan saya," kata Shah.
• Pendaftaran CPNS 2021 Segera Dibuka, Jumlah yang Diterima Lebih Banyak dari 2019
Ia memiliki sifat sadis. Ia suka membakar kucing atau tikus. Ia akan menyukainya.
Dipendra juga menyukai senjata. Shah mengatakan Putra Mahkota memiliki banyak pilihan di kamar tidurnya.
"Dia punya MP5, senapan mesin ringan. Dia punya komando M16, senapan mesin ringan lagi. Dan kemudian, dia punya senapan berburu, pistol, sebut saja," kata Shah, seperti dilansir pri.org.
Namun, hal itu juga pada dasarnya selaras dengan tradisi keluarga kerajaan untuk membawa senjata, termasuk raja.
Putra Mahkota juga dikenal suka ke pub dan sering berpesta, serta bernyanyi dan menari dengan teman-temannya
Dia ingin menikahi Devyani Rana, seorang gadis yang ditemuinya di Inggris, namun tidak disetujui oleh keluarga kerajaan dengan alasan memiliki kasta yang sedikit lebih rendah.
Jika sampai nekat menikahi wanita pujaannya tersebut, maka takhta yang begitu dia idam-idamkan harus rela diserahkan kepada orang lain.
Kembali ke masalah sistem pemerintahan yang bergeser dari monarki absolut ke demokrasi, pertentangan yang hebat terjadi di dalam lingkaran dekat istana.
Sangat banyak pihak keluarga kerajaan yang menentang keputusan sang raja, termasuk putra mahkota.
"Dia percaya pada peran konstitusional untuk monarki, bukan kediktatoran. Tapi saudaranya, yang kemudian menjadi raja, dan putranya sendiri, Putra Mahkota, sama sekali tidak setuju. Mereka merasa negara akan menjadi milik anjing," papar Kunda Dixit, penerbit surat kabar Nepali Times.
Apalagi, pertentangan atara partai-partai berkuasa pun berlangsung sangat sengit hingga memicu perang saudara pada 1996.
Hingga akhirnya peristiwa tragis pun terjadi pada 1 Juni 2001.
Dipendra, sang putra mahkota, turun dari kamarnya dalam kondisi mabuk dengan mengenakan seragam tentara dan menenteng beberapa senjata.
Dia menembak ayahnya lebih dulu, lalu beralih ke orang lain.
Salah satunya adalah sepupu ayahnya, Ketaki Chester. Dia kemudian memberi tahu tim dokumenter British Channel Four apa yang dia lihat sebelum dia melakukan penembakan.
"Raut wajahnya sangat menakutkan," katanya.
"Aku masih mengingatnya, dan tetap saja, membuatku merinding ketika aku mengingat wajahnya. Dia tampak persis seperti Terminator 2 - benar-benar tanpa ekspresi, tapi sangat terkonsentrasi. Dan itu masih menghantuiku."
Akibat pembantaian tersebut, adik Dipendra, Gyanendra kemudian 'terpaksa' untuk naik takhta kerajaan Nepal.
Saat itu, banyak yang mencurigai Gyanendra sebagai dalang dari pembantaian keluarganya sendiri dengan tujuan besar untuk merebut takhta.
Apalagi, kala dirinya memimpin Nepal, sistem demokrasi yang dibangun oleh ayahnya dikembalikan menjadi monarki absolut.
Bahkan, demi memiliki kendali mutlak atas negaranya, Gyanendra juga membubarkan parlemen dan menghukum semua lawan politiknya.
Keputusannya tersebut kelak menjadi bumerang karena rakyat justru semakin jengan dengan kerajaan, belum lagi mereka pun masih menyimpan kecurigaan pada diri Gyanendra dalam tragedi pembantaian keluarga istana.
"Saya juga mengira Raja, Gyanendra, terlibat dalam pembantaian kerajaan, dan dia adalah perencana utama. Ada panitia investigasi, dan itu memberi laporan, menyalahkan Pangeran Dipendra saat itu. Tapi… saya masih tidak percaya Dipendra membunuh mereka," tutur pustakawan Ananta Koirala
Sang raja kemudian secara bertahap kehilangan cengkeramannya atas Nepal, dimulai dengan mengembalikan anggota parlemen pada Mei 2006.
Pada akhir Desember 2007, keputusan tentang penghapusan monarki dalam pemerintahan Nepal resmi diluncurkan.
Hingga akhirnya tepat ada 28 Mei 2008, Raja Gyanendra resmi didepak dari singgasananya.
Tak selesai di situ, mantan raja yang dibenci rakyatnya tersebut kemudian diasingkan ke India.
Nepal pun resmi berubah menjadi Republik Federal dan menjadi satu-satunya monarki yang runtuh di abad ke-21.
(TribunnewsWiki.com/nr) (Intisari Online/Ade S)
Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki.com dengan judul Runtuhnya Kerajaan Hindu Terakhir di Dunia, Putra Mahkota Bantai Keluarga karena Cinta Tak Direstui