Rusia Dilanda Kerusuhan Sipil, Vladimir Putin Takut Dibunuh seperti Gaddafi
Rusia dilanda gelombang demonstrasi. Vladimir Putin takut dibunuh seperti pemimpin Libya Muhammed Gaddafi.
SERAMBINEWS.COM - Rusia dilanda gelombang demonstrasi.
Hal ini membuat Vladimir Putin ketakutan.
Vladimir Putin takut dibunuh seperti pemimpin Libya Muhammed Gaddafi.
Pemimpin Rusia itu mengkhawatirkan nasib yang sama dengan Gaddafi di tengah kerusuhan sipil di negara itu, yang terjadi atas pemenjaraan pemimpin oposisi Alexi Navalny, sebagaimana diberitakan Daily Star, Jumat (5/2/2021).
Berbicara kepada The Sun Online, sejarawan Rusia Yuri Felshtinsky mengatakan protes saat ini telah meyakinkan Putin bahwa perlu ada lebih banyak penindasan.
Dia mendapat kecaman setelah Navalny merilis video yang mengungkapkan Putin diduga membangun istana rahasia senilai £ 1 miliar.
• [POPULER] Pengacara Ini Jadi Tontonan Peserta Sidang Online Lakukan Hal Tak Senonoh dengan Klien
• Rebutan Pacar, Remaja Dibully di Pemakaman dan Hampir Ditelanjangi oleh Pelaku
Putin, yang telah memerintah negara selama 20 tahun, merasa jika dia melonggarkan cengkeramannya, kematiannya akan berakhir pahit.
Pria berusia 68 tahun itu bersikeras melindungi posisinya melalui kebrutalan jika perlu, menurut Feltshtinsky.
Sejarawan tersebut mengklaim Putin telah "menonton secara obsesif" video pembunuhan Gaddafi yang terpojok oleh massa pada tahun 2011 setelah ditembak.
Mr Feltshtinsky berkata: "Dia cukup cerdas untuk mengetahui bahwa di bawah aturan normal, sistem pemerintahannya tidak mungkin ada. Dia bukan seorang idealis."

• 7 Kebiasaan Bersih-Bersih Tubuh Ini Ternyata Salah dan Bisa Berbahaya Bagi Kesehatan, Simak Apa Saja
• Akhir Kisah Kerajaan Hindu Terakhir di Dunia, Putra Mahkota Bantai Keluarga
“Dia tahu tidak mungkin dia bisa bertahan kecuali dia terus menindas."
“Pelajaran yang akan dipetik Putin setelah kejadian baru-baru ini adalah bahwa dia harus lebih banyak mengontrol dan dia harus lebih menekan. Dan itulah yang akan kita lihat. "
Itu terjadi setelah Alexi Navalny dipenjara selama tiga tahun, dia ditangkap setelah kembali ke Moskow dari Jerman, di mana dia telah pulih dari keracunan agen saraf pada Agustus 2020.
Protes menjadi kekerasan pada Januari, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab men-Tweet: "Inggris mengutuk penggunaan kekerasan oleh otoritas Rusia terhadap pengunjuk rasa damai dan jurnalis."
"Kami menyerukan (pemerintah Rusia) untuk menghormati komitmen internasionalnya pada hak asasi manusia di (Dewan Eropa) dan (Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa), dan membebaskan warga yang ditahan selama demonstrasi damai."
