Anak Siron Harus Menyeberang Sungai untuk Pergi ke Sekolah
Para murid SD di Gampong Siron Blang, kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar, terpaksa harus menyeberang Sungai Keumire saat pergi
JANTHO - Para murid SD di Gampong Siron Blang, kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar, terpaksa harus menyeberang Sungai Keumire saat pergi dan pulang sekolah. Mereka seakan tak takut akan bahaya yang sewaktu-waktu mengancam.
Ironisnya, kondisi tersebut sudah berlangsung beberapa bulan. Pada akhir 2018 lalu, jembatan satu-satunya di desa itu putus diterjang banjir bandang. Jembatan yang putus itu sempat dibangun darurat, namun keberadaan jembatan darurat pun tak lama, pada pertengahan tahun 2020, jembatan itu juga hanya dihantam banjir.
Kini, para pelajar di desa itu hampir setiap hari harus menyeberangi sungai yang memiliki lebar 25 meter, dengan debit air berubah-berubah.
Bahayanya lagi, sungai yang mereka lewati itu juga disinyalir merupakan habitat buaya. Bahkan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh juga sudah memasang papan pengumuman di sekitar kawasan sungai.
“Robohnya jembatan itu Desember 2018. Sejak saat itu sampai sekarang, kalau arus sungai deras anak-anak tidak sekolah,” ujar Sekretaris Desa (Sekdes) Siron Blang, Anwar, saat ditemui, Jumat (5/2/ 2021).
Untuk menyiasati agar para pelajar tidak ketinggalan pelajaran, sebutnya, pihak sekolah kerap berinisiatif menggelar proses belajar mengajar di lokasi permukiman para murid tinggal. “Ada upaya guru untuk buat sekolah di meunasah, satu minggu tiga kali kalau musim banjir,” ungkap Anwar.
Diterangkan, di Gampong Siron Blang sudah dua kali dibangun jembatan. Namun, keduanya hanyut diterjang derasnya aliran sungai. “Pertama (dibangun) jembatan gantung, lalu baru dibuat jembatan kayu (darurat), bertahan hanya enam bulan, datang banjir diterjang sekali lagi,” sebut Anwar.
Dikatakan, setelah jembatan gantung jatuh ada upaya dari Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) setempat memberikan perahu karet, namun hanya bertahan sekitar empat bulan. “Habis itu swadaya masyarakat buat rakit,” ungkapnya.
Lokasi yang menghubungkan Gampong Siron Blang dengan Siron Krueng ini, kata Anwar, merupakan jalur tercepat untuk ke sekolah. “Tidak ada jalur alternatif (lebih dekat), harus keliling melalui waduk sejauh 18 kilometer. Kalau melalui sungai ini hanya 500 meter,” ungkapnya.
"Pernah ada wanita hamil yang melahirkan di perjalanan akibat jarak yang harus ditempuh lebih jauh jika ada jembatan,” tambahnya.
Tak hanya itu, akibat tak kunjung dibangunnya jembatan tersebut, keselamatan anak sekolah pernah terancam. “Hari itu pernah anak sekolah hanyut saat menyeberang sungai. Sudah tiga kali kejadian. Alhamdulillah, selamat, dapat bantuan,” katanya.
Anwar mengaku, pihaknya sudah berulang kali melayangkan permohonan kepada pemerintah agar jembatan di desanya segera dibangun kembali. Namun, hingga kini nihil. “Pernah dijanjikan pemerintah akan membangun jembatan, sudah berkali-kali, bukan sekali dua kali janjinya. Padahal, kami sangat mengharapkan dibangunnya kembali jembatan itu,” pungkasnya.(hd)