Ini Program Pengganti BLT Subsidi Gaji 2021, Bukan Berbentuk Uang
BLT BPJS Ketenagakerjaan atau biasa dikenal dengan subsidi upah/gaji adalah program dari pemerintah untuk membantu karyawan
Ia menegaskan, dalam jangka waktu yang panjang, bentuk kolaborasi seperti itu akan menghasilkan multiplier effect yang akan berdampak positif.
Baik bagi tenaga kerja, perusahaan dan termasuk pemerintah khususnya dalam menekan angka pengangguran yang meningkat akibat pandemi Covid-19.
• Pesta Pernikahan Berubah bak Film Laga, Pengantin Pria Mendadak Tendang Wajah Istri di Tengah Pesta
• BPOM Temukan 4 Merek Masker Organik Ilegal yang Dijual Bebas, Produk yang Digandrungi Banyak Wanita
Respons Perwakilan Buruh
Menanggapi tidak adanya anggaran BLT subsidi gaji pekerja, Sekjen Organisasi Pekerja Buruh Seluruh Indonesia, Timboel Siregar mengaku kecewa.
Sebab menurutnya BSU masih dibutuhkan oleh para pekerja, terutama mereka yang dirumahkan akibat terdampak pandemi Covid-19.
"Menurut saya saat ini BSU perlu diadakan lagi dan memang (bantuan) ini yang nanti mendongkrak perekonomian lagi. Karena BSU kan ditujukan menaikkan daya beli masyarakat, bisa membuat pertumbuhan ekonomi yang tadinya negatif menjadi positif," ujar Timboel saat dihubungi Kompas.com, Selasa (2/2/2021).
Selain itu, ia mengatakan bahwa menilik kondisi rumah sakit di Indonesia yang cenderung penuh, dan infeksi harian juga masih tinggi dan menyebabkan beberapa perusahaan alami kemacetan stok dan banyak pekerja yang dirumahkan.
Perbaiki basis data penerima
Di sisi lain Timboel juga mengatakan, apabila BSU kembali diadakan, pihaknya berharap tidak lagi menggunakan basis data BPJS Ketenagakerjaan.
Sebab menurutnya, pada program BSU tahun 2020, di mana syarat penerima adalah pekerja/buruh yang terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan per Juni 2020, kurang tercapai.
Dari data BPJS Ketenagakerjaan yang awalnya anggaran negara untuk BSU mampu ditujukan kepada sekitar 15 juta orang, namun hanya terealisasi kepada 12,7 juta orang.
Hal ini juga muncul kendala pada gangguan rekening pekerja, seperti adanya duplikasi data, nomor rekening tidak valid, rekening sudah tutup atau terblokir karena pasif dalam jangka waktu yang lama, rekening tidak sesuai dengan NIK, atau rekening dibekukan.
"Jadi tidak lagi menggunakan basis data BPJS Ketenagakerjaan, tapi bisa ditujukan kepada pekerja-pekerja yang alami pemotongan upah dan dirumahkan, belum di PHK," ujar Timboel.
Dengan cara ini, menurut dia uang yang digelontorkan pemerintah betul-betul dikonsumsi oleh pekerja yang membutuhkan.
"Orang yang ada di data BPJS Ketenagakerjaan belum tentu gajinya Rp 5 juta ke bawah, karena banyak pengusaha yang mendaftar menyebut upahnya sesuai standar upah minimum," lanjut dia.