Berita Pidie
Instruksi Gubernur Terapkan Sanksi untuk Nakes PNS tak Boleh Dijadikan Dasar Hukum, Ini Alasannya
Instruksi Gubernur Aceh Nomor 02/INSTR/2021 tentang pelaksanaan vaksinasi Covid 19 terhadap tenaga kesehatan (nakes) berstatus PNS maupun tenaga...
Penulis: Muhammad Nazar | Editor: Jalimin
Laporan Muhammad Nazar I Pidie
SERAMBINEWS.COM, SIGLI - Instruksi Gubernur Aceh Nomor 02/INSTR/2021 tentang pelaksanaan vaksinasi Covid-19 terhadap tenaga kesehatan (nakes) berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun tenaga kontrak, yang diberikan sanksi tidak boleh dijadikan dasar hukum.
Nakes dijatuhi hukuman disiplin dan pemberhentian kerja sebagai tenaga kontrak bila tidak melakukan vaksin Sinovac.
"Instruksi Gubernur itu bukan produk hukum yang berisi perangkat norma atau kaidah rechtsregel yang mempunyai sifat memaksa. Sebab, Instruksi Gubernur bukan fasilitas hukum untuk menghukum disiplin atau pemberhentian nakes," kata Praktisi Hukum Pidie, Muharramsyah SH, kepada Serambinews.com, Rabu (10/2/2021).
Menurutnya, hakikat instruksi merupakan perintah atau arahan untuk melakukan suatu pekerjaan atau tugas atau petunjuk dari atasan kepada bawahan dalam sebuah lingkungan instansi atau jabatan.
Dengan begitu, secara teoritis, instruksi (beleid) itu bukan merupakan produk yang bersifat hukum yang pada dasarnya memuat perangkat norma dan kaidah.
Dikatakan, dalam teori perundang-undangan, instruksi tidak berada dalam struktur dan hirarkis peraturan.
Menurutnya, jika mengacu pada UU RI Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP), disebutkan jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan terdiri dari UUD NRI tahun 1945, ketetapan MPR, UU atau Perpu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Perda Provinsi, Perda kab/kota.
Untuk itu instruksi, selain dari jenis perundang-undangan seperti yang diatur dalam UU PPP adalah bukan bersifat mengatur yang dapat membuat sanksi ataupun larangan.
Dikatakan, terkait materi muatan instruksi berkaitan sanksi disiplin dan pemberhentian nakes dapat dikualifikasi melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebab, ada semacam surplus kebijakan yang pada akhirnya instruksi tersebut sulit dan tidak dapat dieksekusi karena tidak sejalan dengan prinsip hukum itu sendiri.
Dijelaskan, jika dilihat dari perspektif hukum tata negara, proses pemberhentian PNS dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
"Makanya, secara teoritis, proses pemberian sanksi disiplin kepada PNS tentunya melalui mekanisme pemanggilan dan pemeriksaan atau putusan pengadilan," jelasnya.
Secara konstitusional tindakan menghukum disiplin nakes PNS, jelasnya hanya dapat dilakukan dengan alasan hukum berdasarkan mekanisme sidang internal pemerintah atau putusan incrach. Sementara bagi nakes nonPNS hanya dapat dilakukan dengan alasan kesepakatan dalam kontrak.
"Saya berpendapat bahwa Instruksi Gubernur Aceh bukan merupakan suatu instrumen serta fasilitas hukum yang memadai untuk memberikan sanksi bagi nakes, karena materi muatan hukum mengenai hukuman disiplin nakes PNS. Adalah materi UU bukan materi kebijakan teknis yang derajatnya di bawah UU," ujarnya.