Berita Abdya
Jengkol Abdya dan Beras Sigupai akan Dipatenkan Milik Abdya, Agar tak Diklaim Milik Daerah Lain
Namun, selama ini ternyata belum didaftarkan secara resmi ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham RI untuk mendapat pengakuan
Penulis: Mursal Ismail | Editor: Mursal Ismail
Namun, selama ini ternyata belum didaftarkan secara resmi ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham RI untuk mendapat pengakuan sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) dari daerah ini.
Laporan Mursal Ismail | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Jengkol Aceh Barat Daya (Abdya) dan Beras Sigupai atau juga dikenal Breuh Sigupai adalah dua produk khas Abdya.
Namun, selama ini ternyata belum didaftarkan secara resmi ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham RI untuk mendapat pengakuan sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) dari daerah ini.
Dengan demikian, hal ini belum kuat secara hukum dan bisa saja nanti didaftar oleh daerah lain serta diklaim milik daerah mereka.
Oleh karena itu, Pemkab Abdya kini akan mendaftar Jengkol Abdya dan Beras Sigupai sebagai hak paten milik Kabupaten Abdya.
Menindaklanjuti rencana pendaftaran Indikasi Geografis Jengkol Abdya dan Beras Sigupai milik Kabupaten Abdya itu, Tim Kanwil Kemenkumham Aceh berkoordinasi dengan instansi terkait di lingkungan Pemkab setempat.
Baca juga: New Sigupai IP-300 yang Aromatik, Pulen, dan Super Genjah

Tim Kanwil Kemenkumham Aceh ini tepatnya melalui Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Bidang Pelayanan Hukum.
Tim Kanwil Kemenkumham Aceh ini dipimpin Kepala Bidang Pelayanan Hukum Irfan, didampingi Kasubbid Pelayanan Kekayaan Intelektual, Taufik beserta staf.
Dalam pertemuan di Pendopo Bupati Abdya, Kamis (18/2/2021), Tim Pelayanan Hukum Kanwil Kemenkumham Aceh ini disambut Bupati Abdya, Akmal Ibrahim.
Dalam pertemuan ini, Bupati Abdya, menyampaikan keseriusannya mendaftarkan kedua indikasi geografis di Abdya tersebut.
Oleh karena itu, pertemuan ini menghadirkan para jajaran Pemkab yang ditugaskan menyiapkan dan menyusun kelengkapan dokumen untuk pendaftaran indikasi geografis ini.
Hal ini sebagaimana disampaikan Kepala Bidang Pelayanan Hukum Kanwil Kemenkumham Aceh, Irfan, lewat siaran pers kepada Serambinews.com, Jumat (19/2/2021) malam.
Irfan mengatakan dalam pertemuan tersebut, pihaknya menanggapi positif keseriusan Pemkab Abdya.
"Kami siap untuk melakukan pendampingan teknis dalam hal pemenuhan dokumen persyaratan untuk pendaftaran Indikasi Geografis Jengkol Abdya dan Beras Sigupai.
Dengan pertemuan ini diharapkan dapat meningkatan pengawasan dan dapat memberikan kepastian hukum terhadap Perlindungan Indikasi Geografis yang ada di Kabupaten Abdya dari klaim wilayah lain," kata Irfan.
Irfan menambahkan, selain ke Abdya, dalam kunjungan mereka beberapa hari lalu itu, pihaknya juga menyosialisasikan ke Aceh Jaya tentang perlindungan hasil karya untuk didaftar sebagai kekayaan intelektual.
Baik itu, kekayaan intelektual milik masyarakat secara umum, seperti Beras Sigupai dan Jengkol Abdya, maupun milik usaha atau produksi pribadi/kelompok.
"Pendaftaran kekayaan intelektual ke Direktorat Jenderal Kakayaan Intelektual Kemenkumham RI ini sangat diperlukan untuk melindungi hasil karya intelektual itu sendiri.
Bupati Aceh Jaya dan Bupati Abdya sangat antusias untuk peduli terhadap kekayaan intelektual yang ada di daerah masing-masing," kata Irfan.
Baca juga: Jengkol Abdya Sudah Dipatenkan dan Kantongi Lisensi Pusat, Ini Kelebihannya dari Bibit Daerah Lain
Ini Cara Daftar Kekayaan Intelektual Komunal Daerah Anda
Seperti diberitakan Serambinews.com sebelumnya, setiap daerah pasti memiliki ciri khas masing-masing, termasuk di Aceh.
Misalnya, makanan, tarian, maupun berbagai produk daerah.
Semua ini disebut sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK).
Oleh karena itu, Pemkab/Pemko diminta menginventarisir KIK ini guna didaftar ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham RI.
Pendaftaran ini juga bisa langsung didaftar oleh masyarakat baik secara manual melalui Kanwil Kemenkumham Aceh pada Sub Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual.
Bahkan agar lebih mudah lagi, juga bisa didaftar secara online. Informasi lebih lengkap mengenai hal ini bisa diakses melalui www.dgip.go.id
Tujuan pendaftaran ini antara lain agar KIK ini sah dan terlindungi secara hukum.
Dengan demikian tak bisa lagi diklaim dan didaftar sebagai KIK daerah lain yang sangat berkemungkinan dikomersilkan.
Kakanwil Kemenkumham Aceh ketika itu, Zulkifli SH MH, menyampaikan hal ini dalam sambutannya saat membuka Diseminasi Kekayaan Intelektual Komunal (KIK).
Diseminasi yang dilaksanakan Divisi Pelayanan Hukum dan HAM ini berlangsung di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh, Rabu (2/12/2020).
Sedangkan pesertanya 40 orang yang terdiri atas perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh dan kabupaten/kota di Aceh.
Kemudian perwakilan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Aceh dan kabupaten/kota di Aceh.
Terakhir perwakilan Majelis Adat Aceh Provinsi maupun kabupaten/kota di Aceh.
Zulkifli mengatakan isu kekayaan intelektual sudah semakin dikenal oleh masyarakat yang dibagi menjadi dua, yaitu personal (milik individu/badan hukum) dan komunal.
Komunal artinya milik masyarakat atau komunitas.
“Masyarakat pada umumnya sudah mengenal kekayaan intelektual personal yang antara lain hak cipta, hak paten, merek, desain industri, dan rahasia dagang.
Sedangkan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) terdiri atas ekspresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional, sumber daya genetik, dan indikasi geografis,” kata Zulkifli.
Baca juga: Breuh Sigupai Harum Sejak di Persemaian
Yang sudah terdaftar
Adapun ekspresi budaya tradisional dan pengetahuan tradisional di Aceh yang sudah terdaftar sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) dari daerah ini, yaitu Tari Sining Gayo dari Aceh Tengah.
Kemudian Khanduri Laot Festival Sabang, Motif Kerawang Gayo Blangkejeren, Kuah Beulangong, Kopi Gayo, Nilam Aceh, dan Jeruk Keprok.
Sedangkan tiga lainnya masih dalam proses, yakni Pala Aceh Selatan, Jeruk Pameo atau Boh Giri Matangglumpang Dua, Kabupaten Bireuen, dan Kupiah Meukeutop.
“Saya sangat yakin masih banyak kekayaan intelektual komunal yang bisa didaftar untuk mendapatkan perlindungan hukum, baik itu tarian, motif, musik, upacara adat.
Begitu juga budaya-budaya tradisional yang ada di kabupaten/kota di Aceh.
Sebagai contoh yang sedang viral sekarang, tarian Saman Aceh, yang saat ini juga dimainkan oleh anak-anak di Rusia persis seperti aslinya, bahkan intonasinya tak cadel sedikit pun.
Nah, jika dulunya Saman tak terdaftar sebagai KIK dari Aceh, bisa saja tarian ini diklaim milik daerah lainnya yang sudaH bisa meniru persis ini,” kata Zulkifli.
Sebelumnya hal yang sama disampaikan Kasubid Kekayaan Intelektual Kanwil Kemenkumham Aceh, Taufik SH, sebagai panitia diseminasi ini.
Bahwa maksud dan tujuan diseminasi ini untuk menyampaikan informasi kepada peserta terhadap pentingnya pencatatan atau pendaftaran terhadap ekspresi budaya tradisional.
Begitu juga terhadap pengetahuan tradisional, sumber daya genetik, dan indikasi geografis.
“Guna mencegah klaim dari pihak lain yang memanfaatkan secara komersial,” kata Taufiq.
Adapun pemateri diseminasi ini, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kemenkum Aceh, Sasmita SH MH (Hak Cipta dan Kekayaan Intelektual Komunal).
Satu lagi perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh (Peran Dinas Kebudayaan dalam Melindungi Seni dan Kebudayaan di Aceh).
Saat pembukaan acara ini, Kakanwil Kemenkumham Aceh, Zulkifli SH MH, juga menyerahkan sertifikat merek dagang dari DJKI Kemenkumham RI kepada beberapa pelaku usaha di Banda Aceh. (*)