Muhammad Nazar, Parlok dan Parnas tak Boleh Bebani dan Rugikan Rakyat Aceh

Mantan Wagub Aceh yang juga Ketua Umum Partai SIRA, Muhammad Nazar menegaskan partai lokal (Parlok) maupun partai politik nasional (Parnas)...

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Jalimin
For Serambinews.com
Muhammad Nazar saat menyampaikan pidato. 

Laporan Fikar W Eda | Jakarta

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wagub Aceh yang juga Ketua Umum Partai SIRA, Muhammad Nazar menegaskan partai lokal (Parlok) maupun partai politik nasional (Parnas)  di Aceh tidak boleh membebani, memberatkan dan merugikan rakyat.

Hal itu disampaikan Muhammad Nazar dalam pidato penerimaan penghargaan "Indonesia The Best Legislator Award Winner 2021" untuk kategori "Inspiring Innovative Professional 2021," Sabtu (19/2/2021) malam di Jakarta.

Nazar satu-satunya tokoh dari Aceh yang memenangkan penghargaan  dari Lembaga Pusat Prestasi Indonesia. Penerima penghargaan lainnya  sebanyak 35 tokoh dan lembaga dari berbagai profesi dan kategori.

Dalam pidato berjudul "Partai Tak Boleh Bawa Mala Petaka kepada Rakyat" itu, Muhammad Nazar menyebutkan, jika suatu partai baik karena pengaruh pimpinannya atau karena visi misi serta programnya menyulitkan rakyat maka prinsip dan tujuan demokrasi otomatis terlanggar.

"Sadar atau tidak, diakui atau tidak, bahwa tidak sedikit elit dan kader partai di daerah maupun nasional begitu sering membuat kerumitan terhadap pencapaian hak hak rakyat dan menghambat pembangunan," ujar Muhammad Nazar.

Disebutkan, partai lokal maupun nasional tidak boleh rugikan rakyat. Setiap partai harus sadar diri bahwa mereka berasal dari rakyat, untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara. Partai juga harus tampil serius menghilangkan penyimpangan-penyimpangan  dalam pembangunan sehingga partai bermanfaat.

"Partai politik sebagai bahagian dari politik demokrasi tidak boleh eklusif sama sekali. Jika eklusif maka filosofi politik demokrasi kehilangan makna dan tak ada beda dari kekuasaan warisan atau kekuasaan yang dibatasi secara eklusif,"  tukasnya.

Dalam kesempatan itu,  Nazar mengingatkan partai lokal di Aceh termasuk Partai SIRA  bukan hadir tiba-tiba.

"Sejumlah pengorbanan serius terjadi dan parlok salah satu bagian dari klausul perdamaian RI dan GAM," ujarnya.

Nazar juga mengungkapkan pada tahun 1999 ketika sedang persiapan konsep perundingan yang dimediasi Henry Dunant Centre (HDC) di sela-sela kampanye referendum Aceh, SIRA (Sentra Informasi Referendum Aceh) telah mengajukan proposal harus adanya partai lokal dan pemilu lokal khusus dan itu harus masuk dalam perundingan yang mulai dirintis. Namun perundingan itu gagal di tahun 2003 dan berganti dengan darurat militer.

Tekanan yang begitu berat tak membuat dirinya putus asa, bahkan dalam keadaan dipenjara, Nazar dan SIRA terlibat dalam memajukan rencana perundingan baru yang lebih kuat dan itu kemudian menjadi fakta setelah CMI menggantikan peran HDC melanjutkan proses perundingan antara RI dan GAM.

"Selama proses perundingan itu, SIRA secara khusus ikut memasukkan beberapa tuntutan termasuk referendum dan harus adanya partai lokal di Aceh, perhitungan ulang hasil alam Aceh yang diekplotasi negara selama puluhan tahun dan harus dikembalikan sebahagian besar ke Aceh, jaminan pelaksanaan hak hak sipil dan poltiik sesuai konvenan internasional PBB dan sejumlah usulan lainnya yang disampaikan ke pimpinan Gam, RI dan CMI" ujarnya.

Nazar bersyukur,  perundingan akhirnya ditandangani dengan sejumlah kesepakatan termasuk diperbolehkan adanya parlok yang khusus, dana Otsus dan pembagian hasil alam.

Saat menerima penghargaan Muhammad Nazar hadir didampingi istri tercinta, Wenny S.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved