Kudeta Militer di Myanmar
AJI dan GERAMM Desak Militer Myanmar Bebaskan Jurnalis yang Ditahan
Sedikitnya 22 jurnalis ditahan oleh militer Myanmar yang melakukan kudeta, dengan tuduhan melanggar undang-undang ketertiban umum.
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Jurnalis Indonesia dan gerakan masyarakat sipil Malaysia meminta junta militer membebaskan para jurnalis yang ditahan.
Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dan Gerakan Media Merdeka Malaysia (GERAMM) menyampaikan kekerasan militer Myanmar merupakan bentuk pelanggaran HAM dan menodai demokrasi yang menjadi landasan dalam bernegara.
Penahanan terhadap jurnalis, menurut mereka, juga dapat memperburuk situasi kebebasan pers di negara itu.
“Mendorong otoritas Myanmar untuk membebaskan dan menghentikan kekerasan terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya,” tulis pernyataan AJI dan GERAMM pada Jumat.
AJI dan GERAMM juga mendorong otoritas Myanmar untuk menghentikan kekerasan yang telah menimbulkan korban jiwa di sisi warga sipil Myanmar yang sedang berjuang mempertahankan demokrasi.
“Selain mengancam warga Myanmar, kudeta militer dan rangkaian kekerasan ini dapat berpotensi mengancam stabilitas kawasan Asia Tenggara,” terang AJI dan GERAMM.
Baca juga: Banyak Warga Myanmar yang Antre di Perbatasan India Untuk Mengungsi
Baca juga: Ini Jumlah Harta Kekayaan Moeldoko, Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB
Baca juga: Pemerintah Izinkan Impor Daging Kerbau 80.000 Ton dan Daging Sapi 20.000 Ton
Baca juga: UEA Luncurkan Bank Digital, Tidak Ada Cabang Fisik, Tidak Ada Setoran atau Penarikan Tradisional
Selain itu, AJI dan GERAMM mendorong pemerintah Indonesia untuk merangkul negara-negara anggota ASEAN untuk mendukung Persatuan Bangsa-Bangsa mengirimkan tim investigasi ke Myanmar.
“Tim ini penting untuk melaporkan kondisi dan menghentikan kekerasan yang terjadi di Myanmar,” ungkap AJI dan GERAMM.
Militer Myanmar telah melakukan kudeta kekuasaan terhadap pemerintahan sejak 1 Februari 2021.
Dalam catatan AJI, sedikitnya 22 jurnalis, termasuk enam jurnalis yang masing-masing bekerja di Associated Press, Myanmar Now, Myanmar Photo Agency, 7Day News, Zee Kwet Online News, dan jurnalis lepas ditahan.
Mereka dituduh telah melanggar undang-undang ketertiban umum karena menyebabkan ketakutan dan menyebarkan berita palsu dengan ancaman tiga tahun penjara.
Militer juga sempat membatasi dan menghentikan akses internet dan komunikasi di beberapa daerah Myanmar tanpa aturan yang jelas.(AnadoluAgency)