Wawancara Eksklusif
Perlu Diperbanyak Jagoan Jualan dan Digitalisasi UMKM
Hingga saat ini, baru ada 12 juta pelaku UMKM yang terhubung ke platform digital. Angka yang cukup melonjak dalam setahun terakhir
Sejauh ini, apa kendala proses digitalisasi UMKM ini?
Proses digitalisasi UMKM ini setidaknya ada 3 masalah utama. Pertama, banyak pelaku UMKM yang sudah on boarding di platform digital tidak bertahan lama karena kapasitas produksinya terbatas. Kedua, terkait dengan kualitas produk, karena di market place online juga banyak produk usaha besar yang bersaing. Ketiga, kebanyakan usaha mikro ada problem dengan literasi digital, yaitu kemampuan UMKM untuk melek digital, seperti mengoperasikan perangkat, platform digital, marketingnya, strateginya, kan berbeda.
Lalu, apa yang bisa ditempuh untuk mengatasi ini?
Memang tidak semua UMKM bisa berjualan di market online karena keterbatasan SDM. Sebab, di UMKM semua CEO, semua dikerjakan sendiri. Kalau dia harus juga melayani permintaan di online yang harus cepat, bisa-bisa urusan produksi ketinggalan. Untuk mengatasi ini bisa dikedepankan jagoan-jagoan jualan. Misalnya mahasiswa, pegawai swasta atau wartawan menjadi reseller untuk produk-produk UMKM. Seperti Cina juga, justru yang diperbanyak Alibaba itu jagoan-jagoan jualan, sementara UMKM terus fokus memproduksinya.
Dengan persaingan yang cukup ketat di e-commerce, apa yang bisa kita lakukan?
Ada perkembangan baru. Saya kemarin baru meeting dengan asosiasi digital market, asosiasi e-commerce. Sekarang itu ada kebutuhan platform digital di daerah. Jadi, sekarang ini, misalnya, orang daerah kalau mau jual dan beli harus ke platform unicorn, nasional. Padahal produk-produk groceries harus cepat sampai ke konsumen. Maka, justru pendekatan platform digital lokal ini akan memberi kesempatan untuk UMKM yang kapasitas produksinya sedikit itu dengan pasar yang lebih sempit. Mereka bisa bertahan di platform digital dengan platform digital lokal.
Sekarang kan muncul anak-anak muda bikin inisiatif-inisiatif, inovasi produk. Setidakanya ada 30 platform digital baru. Ada yang khusus untuk membantu pedagang warteg. Begitu juga ada tukang jahit tidak laku, lalu lahir platform jahitin. Terus yang bakul-bakul pada tidak laku di pasar, lahirlah platform titipku, misalnya. Nah, saya pikir ini tinggal dimanfaatkan. Daerah-daerah juga kita dorong platform punya daerah atau pun swasta setempat.
Jadi, ini langkah supaya UMKM makin banyak terhubung ke platform digital, tetapi tidak harus market place online unicorn, cukup yang kecil-kecil sesuai kapasitas produksi mereka dan cepat bisa dipenuhi ketika ada permintaan by online. (tribunnetwork/dennis destryawan/tis)