Berita Langsa
DPRA, Wali Kota/Bupati, KIP, Panwaslu dan DPRK se-Aceh Kumpul di Langsa, Ini yang Mereka Dibahas
Komisi I DPR Aceh menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terhadap rancangan Qanun Aceh tentang perobahan atas Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016...
Penulis: Zubir | Editor: Jalimin
Pelaksanaan pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Serta Walikota Dan Wakil Walikota Di Aceh juga diatur secara khusus.
Sebagaimana diatur dalam pasal 65 sampai dengan pasal 74 Undang-undang Nomor 11 tahun 2006, khususnya mengenai mekanisme penyelenggaraannya diatur dalam Qanun Aceh.
Yaitu Qanun Aceh Nomor 12 tahun 2016 tentang pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Serta Walikota dan Wakil Walikota.
Perkembangan peraturan perundang-undangan di Indonesia khususnya terkait Pilkada mengalami perkembangan yang dinamis, seiring dengan arah perkembangan sosial politik.
Sehingga Qanun Aceh Nomor 12 tahun 2016 perlu dilakukannya penyempurnaan dan harmonisasi, terhadap substansi kekinian yang diatur pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi hirarkinya.
Untuk mengisi kekosongan sekaligus memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan pemilihan di Aceh, dengan tetap mempertimbangkan kekhususan Aceh dalam bingkai desentralisasi asimetris.
Baca juga: PNA Segera Temui Partai Pengusung, Untuk Pilih 2 Nama Cawagub Aceh
Sementara Wakil Wali Kita Langsa, Dr H Marzuki Hamid MM, yang hadir pada RUDP menyampaikan, terimakasih terutama para anggota Komisi I DPR Aceh yang telah memilih Kota Langsa.
Sebagai kota yang akan menjadi bagian menyaksikan momen lahirnya sebuah peraturan yang akan membawa perubahan besar dalam kancah pemilihan umum di Aceh kelak.
Menurutnya, Pilkada merupakan salah satu agenda penguatan demokrasi di Indonesia. Penguatan demokrasi ini merupakan cita-cita dari NKRI.
Sebagaimana tercantum dalam konstitusi, asal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang- undang (UU)”.
Salah satu proses perwujudkan kedaulatan itu adalah melalui mekanisme pemilu, termasuk Pilkada.
Perlu kita pahami bersama Pilkada Pilkada Aceh sejatinya merujuk undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) sebagai dasar hukum yang bersifat “lex specialis”.
Terutama pasal 65 ayat (1), “Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat setiap 5 tahun sekali melalui pemilihan yang demokratis, bebas, rahasia serta dilaksanakan secara jujur dan adil.
Lahirnya UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada nasional serta rencana pemerintah yang akan mengesahkan undang-undang Pemilu yang baru, perlu disikapi dengan cerdas.
Sehingga diperlukan suatu Qanun terbaru tentang Pilkada Aceh untuk normalisasi dan sinkronisasi aturan-aturan itu.