Ngaku Menangis Lihat 2 Kubu Demokrat Bertikai, Ruhut: Saya Sedih Lihat Moeldoko Dituduh Macam-macam
"Saya sedih melihat Pak Moeldoko dituduh macam-macam, " kata Ruhut Sitompul dalam acara Mata Najwa, Rabu (10/3/2021) malam.
SERAMBINEWS.COM - Politikus PDIP Perjuangan mengaku menangis meilihat dua kubu partai Demokrat bertikai.
Ruhut yang juga mantan kader Demokrat ini merasa sedih melihat Moeldoko dituduh macam-macam
"Saya sedih melihat Pak Moeldoko dituduh macam-macam, " kata Ruhut Sitompul dalam acara Mata Najwa, Rabu (10/3/2021) malam.
"Semut diinjak akan mengigit, Moeldoko bintang 4 ia juga manusia," lanjut dia.
Ruhut Sitompul juga ikut mempertanyakan sikap kader Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Dia mengatakan, kubu AHY sering memojokkan Moeldoko.
"Saya objektif menilai. Kenapa sih pak Moeldoko terlalu dipojokkan ? Bagi kita kader Demokrat, saya (mantan kader) berterimakasih pada SBY yang ikut membesarkan saya," ujar Ruhut.
Baca juga: Perbukitan di Laweung Terbakar, TNI/Polri Butuh 4 Jam Jinakkan Api, Penyebab Karhutla Diselidiki
Baca juga: Jika Uang BST Dipakai untuk Beli Rokok, Penerima Bansos Tunai Terancam Dicoret dari Daftar

Poilitikus PDI Perjuangan ini juga bersuara soal Moeldoko yang awalnya tak ada niatan mengambil Demokrat.
Bahkan dirinya juga memberikan keterangan terkait Moeldoko yang akhirnya menerima tawaran KLB tersebut.
Moeldoko, kata Ruhut, diminta dan ditekan kader Demokrat.
Sehingga dirinya mau menerima tawaran jabatan tersebut.
Acara Mata Najwa tersebut tak hanya dihadiri Ruhut Sitompul.
Namun juga ada Darmizal pengagas KLB Demokrat, Hinca Panjaitan Ketua Dewan Kehormatan DPP Partai Demokrat.
Kemudian Menkopolhukam Mahfud MD hingga pengamat Politik President University, Muhammad A.S Hikam.
Acara yang dipimpin Najwa Shihab tersebut membahas soal ribut-ribut di partai Demokrat dengan tema "Ribut Berebut Demokrat".
Baca juga: Daftar Ketua DPD dan DPC Demokrat yang Dipecat karena Dukung Moeldoko
Pengamat Politik President University, Muhammad A.S Hikam, memberikan penjelasan soal apa yang berkembang saat ini publik tak bisa melihat apa yang telah dilakukan Moeldoko sebagai tekanan.

"Secara faktual, dari segi tampilan, pidato beliau, itu tampak bahwa masuk ke KLB Demokrat adalah sukarela," papar dia.
Muhammad A.S Hikam mengatakan secara hak politik tidak ada masalah soal langkah politik yang diambil Mantan Panglima yang pernah dipilih SBY ini.
Namun secara etika mungkin dipermasalahkan, dan sekarang yang sedang terjadi.
"Kalau ada tanggapan dari pak Ruhut, pak Darmizal itu menyakitkan pak Moeldoko, itu analisa lain. Dan kemudian dipakai alasan sekarang seolah olah dipaksa dan disakiti sehingga harus beraksi," urai dia.
Baca juga: Darmizal Menangis Tersedu, Mengaku Menyesal Pernah Dukung SBY Jadi Ketua Umum Demokrat
Saat ini, masalah partai Demokrart masuk ke ranah baru.
Ternyata kubu AHY dan Moeldoko diketahui sudah datang menemui Kemenkumham.
Bahkan kubu Moeldoko sudah mendaftarkan hasil KLB Demokrat di Deli Serdang ke Kemenkumham.
Lantas apa sikap pemerintah, dan kubu siapa yang akan dapat pengakuan dari polemik di tubuh Demokrat?
Pengamat: Manuver Moeldoko Jadi Ketua Umum Versi KLB Pinggirkan Etika Berpolitik, Tidak Etis
Moeldoko dipilih menjadi Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB).
KLB tersebut diadakan di Deli Serdang, Sumatera Utara, akhir pekan lalu.
KLB kemarin digelar oleh pihak yang kontra dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Sebutan anomali politik dikatakan oleh peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro.
"Dari perspektif demokrasi, peristiwa KLB Sumut ini bisa dikatakan sebagai anomali politik dan demokrasi, tentu tidak lazim," kata Siti Zuhro, dalam diskusi Polemik MNC Trijaya, Sabtu (6/3/2021).
KLB sebetulnya bukan hal baru.
Sejumlah partai politik pernah mengadakan KLB.
Namun, KLB Partai Demokrat dinilai tidak lazim karena tidak mengikuti anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART), serta menghasilkan pihak eksternal partai sebagai ketua umum.

"Untuk tentu pegiat politik, pegiat demokrasi, intelektual, akademisi yang belajar demokrasi, ini membingungkan," ujar Siti Zuhro.
Siti Zuhro menilai penunjukan Moeldoko menandakan nilai-nilai, moral, dan etika politik sudah dipinggirkan.
Terlebih, Moeldoko merupakan seorang pejabat aktif di lingkaran pemerintahan.
"Ini dilarang keras, menurut saya, itu tidak perlu belajar untuk menjadi sarjana politik, ilmu politik, yang seperti itu sudah tidak etis," kata dia.
Terkait manuver yang dilakukan Moeldoko, Siti Zuhro berpendapat bahwa Presiden Joko Widodo mesti angkat bicara.
Ia mengatakan, langkah Moeldoko itu akan mempertaruhkan kepercayaan publik terhadap pemerintah, pihak Istana, maupun Jokowi sendiri.
Sebab, keterlibatan Moeldoko dalam konflik di Demokrat tidak bisa dilepaskan dari posisinya sebagai orang di lingkaran terdekat Jokowi.
"Jangan sampai Pak Jokowi tidak menangkap, mempertimbangkan kisruh yang ada di Demokrat ini secara seksama. Tidak boleh ada pembiaran dari Istana," kata dia.
Hal senada diungkapkan peneliti Centre for Strategis and International Studies (CSIS) Arya Fernandes.
Ia mengatakan, Jokowi juga harus bicara untuk menekankan pentingnya nilai dan etika dalam berdemokrasi.
"Presiden harus bicara soal pentingnya menjaga nilai dan etika demokrasi," kata Arya saat dihubungi, Sabtu (6/3/2021).
Arya menilai, manuver Moeldoko akan menjadi persoalan karena KLB yang digelar kubu kontra-AHY tidak memenuhi persyaratan yang diatur AD/ART Partai Demokrat.
Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng mengatakan, sikap diam Jokowi dapat menandakan perbuatan Moeldoko memang dibiarkan oleh Kepala Negara.
Menurut Andi, Moeldoko tidak mungkin bermanuver tanpa seizin atau sepengetahuan Jokowi.

Sebab, mantan Panglima TNI itu merupakan salah satu pejabat yang berada di lingkaran terdekat Jokowi.
"Kalau betul itu dilakukan dan kemudian tidak ada dan dibiarkan, saya khawatir ini memang pemerintahan Pak Jokowi membiarkan kejadian-kejadian semacam ini, membiarkan terjadinya intervensi dari orang yang sedang berkuasa," kata Andi.
Oleh karena itu, Andi meminta penjelasan dari pihak Istana, apakah manuver itu benar-benar kepentingan pribadi atau ada kaitannya dengan pemerintah.
"Kita menunggu sebenarnya apa yang ingin dikatakan oleh Pak Jokowi, kita sudah kirim surat kok tapi sampai sekarang tidak ada jawaban," ujar dia.
Sikap pemerintah Hingga berita ini ditulis, Jokowi belum angkat bicara soal kisruh Partai Demokrat.
Namun, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan, hingga kini pemerintah masih mengakui kepengurusan Partai Demokrat yang dipimpin oleh AHY.
Pengakuan tersebut merujuk pada Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Nomor M.HH-09.AH.11.01 Tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat tertanggal 18 Mei 2020.
Mahfud menjelaskan, AD/ART tersebut nantinya akan menjadi dasar bagi pemerintah dalam menyelesaikan persoalan Partai Demokrat.
"Karena logika hukum juga logika masyarakat, jadi kita ndak boleh main-main. Jadi AD/ART yang sah itu sampai sekarang ke Kemenkumham yang diserahkan tahun 2020, itu nanti dasar utamanya," ujar Mahfud dalam keterangan video, Minggu (7/3/2021).
Ia mengatakan, permasalahan tersebut akan diselesaikan berdasarkan hukum. Untuk itu, pemerintah masih menunggu laporan mengenai pelaksanaan KLB oleh kubu kontra-AHY.
Sebab, selama belum adanya laporan tersebut, pemerintah tidak bisa menganggap adanya KLB kubu kontra-AHY.
"Secara hukum ya, meskipun telinga kita mendengar, mata melihat, tapi secara hukum kita tidak bisa mengatakan itu KLB sebelum dilaporkan secara resmi hasilnya kepada pemerintah," kata Mahfud.
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Restu/Ka, Sripoku)
Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki.com dengan judul Ruhut Sitompul Ngaku Nangis Lihat 2 Kubu Demokrat Bertikai: Sedih Lihat Moeldoko Dituduh Macam-macam