Hasil Uji Sertifikasi Kementan, Jengkol Terbaik di Indonesia Ternyata Ada di Abdya

Jengkol kini tak lagi dipandang sebelah mata. Selain kaya manfaat, harga jengkol juga cukup menggiurkan. Kabar terbaru yang mengejutkan

Editor: bakri
For Serambinews.com
Tarmizi, pemilik pohon jengkol terbaik di Indonesia. 

Jengkol kini tak lagi dipandang sebelah mata. Selain kaya manfaat, harga jengkol juga cukup menggiurkan. Kabar terbaru yang mengejutkan, jengkol terbaik di Indonesia ternyata ada di Aceh Barat Daya (Abdya). Pemerintah Aceh saat ini tengah menyiapkan label sertifikat unggul agar bisa dipasarkan secara nasional.

YA, jengkol terbaik di Indonesia ternyata ada di Aceh Barat Daya (Abdya). Hal ini dibuktikan dengan keluarnya sertifikat bibit jengkol varietas unggul Abdya oleh Kementerian Pertanian (Kementan) beberapa waktu lalu. Sertifikat diserahkan kepada Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, dan selanjutnya diserahkan kepada Bupati Abdya, Akmal Ibrahim.

Menyusul terbitnya sertifikat dari Kementan ini, Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh melalui Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (BPSBTPHP) Aceh dalam waktu dekat akan menerbitkan 250.000 lembar lebel sertifikat bibit unggul, sehingga bibit jengkol Abdya bisa dipasarkan secara nasional, termasuk ke luar negeri.

“Penerbitan sertifikat itu karena bibit jengkol dari Abdya sudah lulus uji sertifikasi dari Kementan untuk pengembangan dalam areal yang lebih luas dan pemasaran ke tingkat nasional,” kata Plt Kadistanbun Aceh, Ir Chairil Anwar MP kepada Serambi, Senin (15/3/2021).

Lalu bagaimana ceritanya sehingga bibit jengkol terbaik ini berada di Abdya? Adalah Tarmizi, warga Gampong Kayee Aceh Kecamatan Lembah Sabil, pemilik dari pohon induk tunggal (PIT) Jengkol Unggul Abdya. Petani sukses kelahiran 1975 ini memang tidak asing lagi di kalangan masyarakat Kecamatan Lembah Sabil, khususnya wilayah Desa Kayee Aceh.

Tarmizi mengaku mulai berminat melakukan budi daya tanaman jengkol sejak tahun 2006, yang ia lakukan di areal perkebunan kawasan Gampong Kayee Aceh. Dengan modal seadanya, Tarmizi mulai menggarap lahan untuk ditanami jengkol. “Pada masa itu, saya menanam jengkol hanya untuk keperluan sehari-hari saja, bukan untuk bisnis,” ungkapnya.

Seiring berjalannya waktu, tanaman jengkol yang ia rawat sejak kecil itu ternyata mampu memberikan hasil yang maksimal. “Alhamdulillah, hasil panen satu batang jengkol mencapai 700 kilogram, dengan usia tanaman antara 6-8 tahun” sebutnya.

Hasil panen itu mengalahkan rekor nasional yang sebelumnya diraih jengkol dari Bengkulu, yang menghasilkan sebanyak 600 kilogram per batang. Tahun 2009, tim dari Kementan kemudian turun ke perkebunan jengkol Tarmizi untuk meneliti tanaman jengkol miliknya. Hasil penelitian itu final pada akhir tahun 2020.

“Hasilnya sangat mengejutkan sekaligus menggembirakan. Melalui serangkaian penelitian, pohon induk tunggal ini menjadi yang terbaik dan tiada duanya,” sebut Tarmizi.

Sejak saat itu, tanaman jengkol milik Tarmizi mulai banyak dilirik masyarakat di sekitar di sekitar Lembah Sabil, terlebih setelah Gubernur menyerahkan sertifikat dari Kementan kepada Bupati Abdya. Jengkol pun menjelma dari sekedar tanaman pelengkap menjadi tanaman andalan masyarakat setempat.

Perlu diketahui, jengkol Abdya ini tergolong unik. Selain hasil panennya melimpah, juga memiliki daging yang tebal dan cita rasa yang berbeda dibandingkan jengkol-jengkol lainnya di Indonesia. Karena itulah Kementan kemudian menerbitkan sertifikat bibit unggul Abdya.

Sementara itu, Kepala UPTD BPSBTPHP Aceh, Habiburrahman STP MSc mengungkapkan, selain bibit jengkol dari Abdya, juga ada beberapa komoditas lain dari Aceh yang akan mendapatkan sertifikat varietas unggul. Di antaranya, bibit ubi kayu dari Aceh Timur dan beberapa jenis bibit padi lokal dari Abdya dan Simeulu. “Tahapan proses sertifikasinya masih membutuhkan beberapa bulan ke depan lagi, setelah itu diajukan ke Mentan,” ujarnya.

Untuk bibit ubi kayu dari Aceh Timur, Habiburrahman menyebutkan produksinya dalam satu batang bisa mencapai 14-16 Kg. Sedangkan bibit padi Sigupai dari Abdya memilki produktivitas 11 ton/hektare dengan masa tanama 110-115 hari, bibit padi Sambe dari Simeulue dengan produktivitas 9,5 ton per hektar, juga dengan masa tanam 110-115 hari.

Kesuksesan ketiga jenis bibit varitas lokal untuk bisa mendapat sertifikasi dari Mentan menjadi bibit/benih varitas unggul baru nasional, ungkap Habiburrahman, sangat ditentukan dari hasil panen pengembangan tahun ini. “Kalau hasilnya bisa mencapai maksimalnya, maka bibit dan benih padi serta ubi kayu itu bisa diusulkan untuk mendapat sertifikat dari Mentan menjadi bibit unggul varitas baru nasional,” ujarnya.

Namun Amrullah optimis ketiga bibit itu bisa lolos uji sertifikasi untuk menjadi varitas unggul baru nasional. Karena dari hasil pengujian yang dilakukan sejak dua tahun terakhir, produksinya terus mengalami peningkatan. “Ini artinya bibit padi dan ubi kayu itu sangat layak untuk dijadikan bibit unggul varitas baru nasional. Namun begitu kita tidak bisa mendahului, sebelum ada hasil uji sertifikasi dari Kementan,” ujar Amrullah.(rahmat saputra/herianto)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved