Wawancara Khusus
Pengusaha Jepang Antusias Sambut Omnibus Law Cipta Kerja
Puluhan pengusaha kelas kakap Jepang sangat antusias menyambut Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja
Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Jepang, Heri Akhmadi, mengungkapkan, puluhan pengusaha kelas kakap Jepang sangat antusias menyambut Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang kini menjadi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, Heri sempat menemui 20 pengusaha besar di Jepang pada akhir tahun lalu.
Saat itu, Heri dan Luhut menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia memangkas berbagai alur birokrasi yang selama ini menyulitkan investor untuk berinvestasi. Pemangkasan dilakukan menggunakan Omnibus Law Cipta, agar proses perizinan berusaha dan berinvestasi di Indonesia jauh lebih mudah. “Intinya, 20 perusahaan (besar Jepang) itu merespons (Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja) sangat positif," ujar Heri saat berbincang dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra, Senin (22/3/2021).
Bukan hanya pengusaha kelas kakap, kata Heri, Pemerintah Jepang juga sangat antusias menyambut Omnibus Law Cipta Kerja. Petikan wawancara lengkap Tribun Network dengan Heri Akhmadi, akan kami turunkan dalam dua edisi mulai Selasa (23/3/2021) hari ini.
Sebelum pandemi kita menerbitkan Undang-undang Cipta Kerja. Reaksi Jepang kepada Undang-undang Omnibus Law bagaimana?
Waktu itu saya dengan Pak Luhut ketemu lebih dari 20 pengusaha kelas kakap. Intinya 20 perusahaan itu merespon sangat positif. Pemerintah Jepang juga menyampaikan komitmennya untuk berpartisipasi di dalam sovereign wealth fund (pengelola dana investasi milik negara). Kita mengetahui urusan Indonesia Investment Authority (INA) itu juga bagian dari Omnibus Law. Itu mendapat sambutan yang besar. Antusiasme yang kemudian terbukti, dua minggu lalu Pak Agus (Menteri Industri Agus Gumiwang Kartasasmita) ke sini, komitmen investasi juga besar.
Pemerintah Jepang juga berpartisipasi untuk sovereign wealth fund Indonesia sebesar 4 miliar dolar AS. Itu sudah dikonfirmasi oleh surat dari Perdana Menteri Jepang kepada Pak Presiden Jokowi bulan lalu. Tapi, Pemerintah Jepang memberikan catatan bahwa hendaknya program INA dilakukan secara profesional. Ada proses due dilligence dan lain-lain. Responnya sangat positif, tapi kita jangan lalai. Persoalan bisnis itu bukan persoalan sehari dua hari. Bisnis pada hakekatnya adalah masalah kepercayaan. Saya kira itu yang harus kita jalankan.
Langkah-langkah strategis apa yang akan dilakukan RI untuk meningkatkan ekspor sekaligus menarik investasi lebih banyak lagi?
Kebijakan, strategi, dan lain-lain, semuanya ditentukan oleh pusat. Jadi, yang bisa kita lakukan di sini langkah-langkah taktisnya. Kami ada diskusi juga dengan Menteri Perdagangan. Satu hal yang kami sudah sepakati yaitu kita ingin melakukan revisi dari Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). Itu adalah ujung tombaknya di Indonesia adalah kementerian perdagangan. Itu yang kita dorong seperti itu.
Untuk investasi, banyak kementerian terkait. Maka, itu yang selalu kita koordinasikan supaya kemudian kita mempertajam seperti itu. Kami sudah mendapat arahan dari Kementerian Luar Negeri maupun dari kementerian lain. Arahannya seperti apa? Sekarang ini kita akan menarik penanam modal di Indonesia di bidang industri adalah yang mampu melakukan substitusi impor bahan baku dan komponen utama industri.
Yang lebih spesifik dari itu dalam industri farmasi. Ibu Menteri Luar Negeri menggariskan bahwa semua perwakilan harus mendorong upaya untuk mendukung kemandirian di bidang kesehatan. Baru ketahuan waktu krisis Covid-19 kemarin, ternyata 90 persen lebih komponen dari obat-obatan industri farmasi kita itu diimpor. Ketika rantai pasoknya terganggu, kewalahan benar pada waktu itu.
Kami sudah punya peminat calon investor yang di pusat industri Petrokimia. Itu misalkan industri metanol, kemudian dikaitkan dengan amonia, saya sudah bicara juga dengan menteri ESDM bahwa yang akan diberikan peran besar adalah pupuk Indonesia. Farmasi kita harapkan akan meningkat, kita sedang mencari juga perusahaannya farmasi yang bukan mengekspor obat ke kita. Tapi, menanamkan modal untuk bahan baku dari obat sendiri.
Hubungan perdagangan antara Indonesia-Jepang setidak-tidaknya sampai di Q4 tahun 2020?
Dari Kementerian Pedagangan, masing-masing atase atau perwakilan Indonesia di luar negeri itu sudah ditetapkan target peningkatan ekspornya. Secara umum, kita bersyukur Indonesia sejak akhir triwulan keempat itu sudah menunjukkan tanda-tanda perkembangan yang baik. Kita rata-rata masih minus dua pertumbuhan ekonomi kita, tapi trennya meningkat.
Kita berharap masuk triwulan pertama sudah ada tanda-tanda kita sudah bisa mencapai nilai positif. Pada keseluruhan triwulan kita perkirakan bisa mencapai tiga atau empat persen Year to Year pertumbuhan ekonomi kita. Jepang juga menunjukkan geliat ekonomi yang cukup besar. Jepang diperkirakan akan tumbuh sekitar satu persen pada triwulan pertama sekarang ini.
Omzet perdagangan Indonesia-Jepang itu memang menurun. Yang sangat drastis menurun justru impor kita (ke Jepang). Ekspor kita masih lumayan besar, masih sekitar 13 miliar dolar AS. Tapi, impor kita hanya sekitar 9 miliar dolar AS. Minimnya impor ini menandakan bahwa industri dalam negeri lesu. Kondisinya kita masih surplus cukup besar hampir 3 miliar USD.