Setiap Hari Bawa 'Tuyul' ke Mana-mana, Kakek Ini Mampu Sekolahkan Anak hingga Sarjana & Jadi Guru
Tuyul yang dia maksud bukanlah tuyul yang sering dianggap masyarakat sebagai mahluk gaib.
SERAMBINEWS.COM - Seorang kakek selama 40 tahun selalu membawa 'tuyul' ke mana-mana setiap hari.
Dari hasil tersebut, ia mampu menyekolahkan anaknya hingga sarjana dan jadi guru.
Rahmat Ali, seorang kakek asal Sukabumi yang berusia 70 tahun masih menekuni pekerjaannya sebagai jasa tensi darah keliling.
Jika menilik di jaman sekarang, jasa tensi darah keliling mungkin sudah jarang ditemui.
Namun hal tersebut rupanya masih bisa dijumpai di Sukabumi.
Rahmat Ali warga asal Kampung Cirumput, Desa Salaawi, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi ini, masih mempertahankan profesi jasa tensi darah.
Ia sudah menekuni profesi penyedia jasa tensi darah keliling selama 40 tahun.
Meski telah menginjak usia senja, rambut sudah dipenuhi dengan uban, janggut mulai memutih, ia masih terlihat sehat.
Baca juga: Ikatan Cinta, Tabir Kebenaran Andin Terbuka, Mama Rosa Memburu Elsa dan Mama Sara
Baca juga: Siap-siap CPNS 2021 Segera Dibuka, Penerimaan Difokuskan Bagi Pegawai Lapangan

"Hampir setiap hari tuyul ini saya bawa ke mana-mana," katanya sambil menunjuk kotak panjang berwana merah saat ditemui di Jalan Perpustakaan, Kota Sukabumi, Rabu (24/3/2021).
Tuyul yang dia maksud bukanlah tuyul yang sering dianggap masyarakat sebagai mahluk gaib.
Tuyul yang dimaksud kakek tinggi kurus itu adalah sebuah alat kesehatan yaitu tensimeter.
"Ini hampir selama 40 tahun, alat ini dapat menghasilkan uang, juga dapat menghidupi istri dan anak-anak. Sehingga saya selalu menyebutnya tuyul," ucapnya sambil tersenyum lebar pada beberapa orang di sekitarnya.
Baca juga: VIDEO Mobil Belok Sembarangan dan Timbulkan Kecelakaan, Ubah Cerita Pesta Jadi Repetan
Baca juga: Kenali 4 Gejala Mata Minus atau Rabun Jauh, Umumnya Terdeteksi Sejak Kecil, Ini Ciri-Cirinya
Kakek bertopi loreng ini mengisahkan, sebelum berprofesi sebagai jasa tensi darah keliling, ia merupakan seorang honorer penyuluh kesehatan di Kecamatan Sukarja, Sukabumi sekitar akhir tahun 1970.
Pertama menjadi penyuluh di bidang kesehatan, kakek lulusan Sekolah Lanjutan Tingkatan Atas (SLTA) ini dibayar sebesar Rp 15 ribu per bulan, setelah menginjak satu tahun upahnya sebagai honorer naik menjadi Rp 35 ribu per bulan.
"Saat itu gaji sebesar Rp 35 ribu, sedangkan utang ke warung untuk keperluan rumah tangga mencapi Rp 45 ribu. Setelah hampir selama tiga tahun menjadi penyuluh, saya mencari pekerjaan lain," katanya.