Opini
Momentum Kebangkitan Pariwisata Aceh
Satu tahun sudah berlalu, pandemi Covid-19 belum juga menunjukkan tanda-tanda akan berakhir

Oleh Rahmad, Alumnus Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan-IPB, Berasal dari Mane Tunong, Aceh Utara
Satu tahun sudah berlalu, pandemi Covid-19 belum juga menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Covid-19 yang bermula di Wuhan (Cina) ini, benar-benar menjadi momok yang menakutkan dan meneror tatanan kehidupan sosial dan ekonomi umat manusia.
Sektor industri pariwisata merupakan salah satu sektor yang terdampak akibat pandemi Covid-19 ini. Penerbangan dibatasi, beberapa destinasi wisata tutup, hotel sepi, pendapatan daerah dan masyarakat dari wisata pun turun drastis.
Industri pariwisata benar-benar mandek sejak Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan wabah virus corona (Covid-19) sebagai pandemi yang harus diwaspadai. Tak hanya sektor industri pariwisata di Aceh, industri pariwisata nasional bahkan mancanegara mengalami dampak siginifikan akibat pandemi Covid-19 ini.
Lantas, apakah industri pariwisata akan mati suri akibat pandemi?
Pariwisata Aceh
Pada, Senin (22/3/2021) yang lalu, Pemerintah Aceh resmi menerbitkan kalender event atau Calendar of Event (CoE) Aceh 2021. Dari data yang ada, terdapat 67 agenda festival wisata dan budaya sepanjang tahun ini di Aceh. Bahkan 3 (tiga) di antaranya termasuk ke dalam "Kharisma Event Wisata Nasional 2021", yaitu Festival Seudati, Festival Ramadhan, dan Aceh Culinary Festival.
Hal ini sangat wajar, mengingat posisi geoekonomi dan geopolitik Aceh yang sangat strategis. Aceh berbatasan langsung dengan Selat Malaka dan Samudera Hindia yang menjadikan Aceh kaya akan potensi pariwisata, baik wisata bahari, wisata alam, wisata budaya, wisata buatan, cagar budaya, dan lain sebagainya.
Selain itu, Aceh juga memiliki beragam seni budaya yang unik dan menarik, seperti tarian, adat istiadat, sastra, seni lukis, maupun aneka kegiatan spiritual lainnya yang sudah terkenal hingga ke mancanegara.
Berdasarkan hasil indentifikasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, setidaknya ada 903 obyek wisata yang tersebar di 23 kabupaten/kota di Aceh. Potensi sektor wisata yang besar ini, seharusnya mampu memberikan kontribusi maksimal pada pembangunan Aceh, terutama dalam rangka mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran.
Saat ini, sektor pariwisata rata-rata setiap tahun mampu memberikan kontribusi berkisar 5% kepada PDRB Aceh. Harapannya dengan pengelolaan yang semakin baik, pemasaran yang cerdas, sektor ini akan mampu berkontribusi besar dan tentunya berpeluang dalam hal penyerapan tenaga kerja.
Di tengah segala keterbatasan akibat pandemi Covid-19 ini, membuat seluruh stakeholders industri pariwisata harus bergerak cepat dan terukur. Walaupun secara umum, aktivitas tempat wisata tidak terganggu secara langsung. Namun, kunjungan wisatawan lokal, nusantara dan mancanegara mengalami penurunan drastis selama pandemi Covid-19 ini.
Hal ini sangat wajar, mengingat pangsa besar industri pariwisata, seperti Amerika Serikat, Cina, Jepang, negara-negara ASEAN dan Uni Eropa juga mengalami goncangan yang sangat dasyat akibat Covid-19 ini. Tidak hanya membatasi pergerakan dan aktivitas keluar masuk dan interaksi antarwarga (lockdown), mayoritas negara tersebut juga menerapkan kebijakan pembatasan berkunjung keluar negeri secara massif.
Dalam negeri pun tidak kalah bergejolak, penerapan kebijakan social distancing, physical distancing, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menjadi hantaman tersendiri untuk beberapa sektor industri. Hal ini juga berdampak langsung kepada anjloknya denyut nadi sektor industri pariwisata.
Padahal, dalam beberapa tahun terakhir, angka kunjungan wisatawan ke Aceh terus meningkat dan menunjukkan trend positif. Pada 2013, jumlah kunjungan hanya 1.118.178 wisatawan, meningkat menjadi 1.428.262 wisatawan (2014), 1.717.116 wisatawan (2015), 2.154.249 wisatawan (2016) dan mencapai 2.364.383 wisatawan pada 2017. Trend peningkatan kunjungan wisatawan mencapai 16,5-20% per tahun.
Kolaborasi dan Sinergi
United Nation World Tourism Organization (UNWTO) dalam arahannya menyebutkan, dibutuhkan kebijakan-kebijakan strategi yang luar biasa (extraordinary) untuk memulihkan sektor industri pariwisata dalam menghadapi pandemi ini. Secara umum, diperlukan kolaborasi, sinergi dan koordinasi global antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, institusi, dan pelaku usaha dari hulu ke hilir, terutama dalam hal pembuatan dan penguatan regulasi dan inovasi destinasi wisata.
Pada tataran praksis, strategi pemulihan denyut nadi pariwisata di masa pandemi Covid-19 ini bisa diwujudkan dalam empat langkah utama. Pertama, harus adanya terobosan baru dalam hal teknologi publikasi, pemasaran dan mapping (big data) potensi serta lokasi wisata-wisata strategis yang aman dan juga nyaman di era new normal.
Hal ini bertujuan untuk memberikan informasi dan memudahkan wisatawan dalam memilih spot-spot wisata yang akan dikunjungi. Selain itu, akan memudahkan wisatawan dalam merencanakan anggaran (budget) ketika akan menikmati liburan dan keindahan pariwisata di Aceh.
Kedua, memperbanyak, mengembangkan dan memperkuat usaha rintisan atau startup bidang industri pariwisata berbasis digital yang kreatif dan inovatif. Startup-startup ini diharapkan mampu memacu kreativitas dan inovasi baru serta membangun narasi positif bidang pariwisata seperti bidang eksplorasi wisata alam, budaya, kuliner, destinasi wisata halal, desa wisata, desa pendidikan dan wisata desa pesisir dengan aneka produk umkm nya.
Destinasi wisata era baru di Aceh harus mampu mengkombinasikan antara manusia, alam dan Sang Pencipta.
Ketiga, memperbaiki dan meningkatkan komunikasi dengan masyarakat, komunitas wisatawan, pengusaha industri wisata, instansi terkait dan stakeholders lainnya agar lokasi wisata yang beroperasi harus tetap sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19.
Kolaborasi, koordinasi dan sinergi tersebut sangat penting, untuk menghilangkan atau meminimalisir ego sektoral. Selain itu, agar wisatawan nyaman dan aman berwisata di Aceh.
Keempat, perlu penguatan sosialisasi mitigasi pariwisata dengan dibarengi sanksi bagi pelaku atau pengelola destinasi yang tidak menerapkan protokol kesehatan serta memberikan reward bagi pelaku usaha yang aktif, produktif dalam penyerapan tenaga kerja dan selalu menerapkan protokol kesehatan.
Hingga saat ini, belum ada yang bisa memastikan kapan pandemi ini akan berakhir. Untuk itu, sudah saatnya seluruh stakeholders industri pariwisata harus bekerjasama, berkolaborasi, saling bersinergi, dan bahu membahu untuk memulihkan ekosistem pariwisata di Bumi Serambi Mekkah.
Semoga dengan peluncuran kalender even wisata ini akan menjadi titik awal kebangkitan pariwisata di Aceh. Aamiin. (rahmaditk46@gmail.com)