Prof. Anthony Reid: Kedatangan Barat Berdampak Pada Menurunnya Pengaruh Perempuan di Asia Tenggara

Anthony Reid, menyampaikan, pada masa pra-kolonial, perempuan di Kawasan Asia Tenggara memiliki pengaruh dan peran yang cukup besar.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Handover
Para akademisi dan peneliti lokal, nasional, dan Internasional menjadi pembicara dan peserta dalam konferensi ICAIOS, Rabu (7/4/2021). 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Kedatangan Barat dengan imperialisme dan industrialisasi secara perlahan menurunkan pengaruh perempuan, kata Sejarawan Asia Tenggara Prof. Anthony Reid, dalam acara koferensi internasional yang dilaksanakan oleh International Center for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS), Rabu (7/4/2021).

Anthony Reid, Guru Besar The Australian National University kelahiran Selandia Baru menyampaikan, pada masa pra-kolonial, perempuan di Kawasan Asia Tenggara memiliki pengaruh dan peran yang cukup besar.

“Secara praktiknya mereka (perempuan Asia Tenggara) lebih baik dari Barat,” ujarnya seperti dikutip siaran pers ICAIOS.

“Mereka tidak saja aktif dalam urusan domestik tapi juga dalam berbagai aspek di luar rumah,” lanjut Anthony Reid yang menjadi pembicara kunci pada konferensi tersebut.

Reid berpendapat, kedatangan bangsa Barat pada abad ke-19 dengan imperialisme, industrialisasi, dan modernitas secara perlahan menurunkan pengaruh para perempuan dalam kehidupan masyarakat di Asia Tenggara.

“Pascakolonial, peran perempuan di Asia Tenggara perlahan mulai membaik,” ujarnya.

Anthony Reid adalah seorang sejarawan Asia Tenggara kelahiran Selandia Baru.

Ia meraih gelar doktor di Cambridge University dengan desertasi yang mengupas tentang persaingan kekuasaan di utara Sumatra, Indonesia pada akhir abad ke-19.

Ia kemudian melebarkan kajian ini dan menuangkannya dalam buku The Blood of the People tentang revolusi nasional dan sosial di kawasan utara Sumatera pada tahun 1945-49.

Anthony Reid beberapa kali berkunjung ke Aceh untuk keperluan penelitian ilmiah mengenai sejarah Aceh yang pada masa lalu memainkan peran besar di Kawasan Asia Tenggara.

Kajian ilmiahnya tentang Aceh diterbitkan dalam buku berjudul An Indonesian Frontier: Acehnese and Other Histories of Sumatra (2004).

Baca juga: Mantan Laksamana Turki Ditangkap, Ingin Geser Kebijakan Luar Negeri, Beralih ke China dan Rusia

Baca juga: Sejarah Aceh dan Turki - Ketika Ratusan Tentara Turki Usmani Menikahi Perempuan Aceh

Sekilas Tentang ICAIOS

Konferensi yang berlangsung secara virtual atau dalam jaringan (daring) melalui aplokasi Zoom ini juga menghadirkan Prof. Farid Sufian Shuaib (International Islamic University Malaysia), dan Dr. Annemarie Samuels (Leiden University).

“Agama, modernitas dan pandemik adalah tema yang diangkat ICAIOS dalam dua hari perhelatan akademik internasional yang kedelapan, 7-8 April 2021. Konferensi internasional tahun ini dilaksanakan secara virtual melalui aplikasi Zoom karena kondisi pandemik Covid-19,” demikian bunyi siaran pers ICAIOS.

Para akademisi dan peneliti lokal, nasional, dan Internasional menjadi pembicara dan peserta dalam konferensi ICAIOS.

International Center for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS) adalah pusat studi antar-universitas, antar-bangsa tentang Aceh dan kawasan seputar Samudra Hindia yang merupakan wujud kerja sama antar tiga universitas di Aceh (Universitas Syiah Kuala, UIN Ar Raniry, Universitas Malikussaleh), Pemerintah Aceh, Kementerian Ristek Indonesia, dan beberapa lembaga akademik / ilmuan internasional.

ICAIOS berkantor di Kampus Darussalam, Banda Aceh sejak awal 2009.

Salah satu kegiatan ICAIOS adalah konferensi internasional yang rutin dilaksanakan setiap dua tahun sekali sejak tahun 2007.

Konferensi ini bertujuan untuk mengumpulkan para pakar/peneliti dari seluruh dunia khususnya yang meneliti/ahli tentang Aceh dan kawasan di sekitar Samudera Hindia.

Konferensi internasional tahun ini dibuka oleh Wakil Rektor IV Bidang Perencanaan, Kerjasama dan Hubungan Masyarakat, Universitas Syiah Kuala, Professor Hizir Sofyan.

Direktur ICAIOS, Cut Dewi berharap konferensi ini diharapkan dapat menjadi wadah untuk berbagi hasil penelitian, pengalaman, dan pemikiran kritis tentang perkembangan agama, modernitas, dan pandemi.

“Pemikiran ini diharapkan memberikan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan praktis di lintas bidang dan budaya,” kata Cut Dewi.(*)

Baca juga: VIDEO Gerakan Aneuk Peduli Sejarah Minta Wali Kota Banda Aceh Hentikan Proyek Ipal

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved