Jurnalisme Warga
Revitalisasi Sastra Nazam di Tanah Tauhid Sufi
Akhir Maret lalu, meskipun hujan mengguyur tanah Serambi Makkah sejak beberapa hari lalu, mobil yang kami tumpangi terus melaju menuju Meulaboh

Esok pagi, 3 April 2020, tim kami kembali ke Kutaraja dengan mobil sama yang membawa kami ke Kota Tauhid Sufi ini.
Wajib dilestartikan
Nazam merupakan salah satu dari sekian banyak jenis sastra Aceh. Pelestarian sastra daerah adalah adalah tugas kita bersama di samping tugas pemerintah. Oleh karena itu, nazam perlu dilakukan regenerasi agar penerus berikut dapat memperkenalkan kepada masyarakat di eranya. Sehubungan dengan itu, Balai Bahasa Provinsi Aceh (BBPA) memiliki tugas untuk melestarikan sastra daerah. Oleh karena itu, untuk menghindari kepunahan nazam Aceh, BBPA melakukan revitalisasi nazam melalui penampilan kembali. Kegiatan ini dilakukan untuk memperkenalkan kembali kepada masyarakat tentang keberadaan nazam saat ini. Dengan penampilan ini, diharapkan masyarakat dapat mengenal dan memperkenalkan kepada penerusnya.
Berdasarkan wawancara dengan Syeh Masri, nazam tidak hanya dikenal di daerah sendiri. Di luar Aceh, nazam juga diperkenalkan oleh Syeh Masri. Berdasarkan paparannya, ia mendapatkan undangan penampilan nazam tidak hanya di Aceh, tetapi juga di luar Aceh, bahkan di luar negeri. Beberapa bulan lalu, ia diundang ke Istana Negara untuk membawakan nazam. Dua tahun lalu, ia juga diundang ke Malaysia dalam undangan yang sama. Ini membuktikan bahwa nazam Aceh telah mendunia. Sedih rasanya jika tidak dilakukan regenerasi. Oleh sebab itu, perhatian terhadap nazam perlu kita lakukan bersama demi menghindari hilangnya sastra. Dalam sebuah ungkapan hadih maja Aceh dikatakan bahwa, Maté aneuek meupat jrat, gadoh adat (budaya/sastra) pat tamita? (mati anak jelas kuburannya, hilang adat ke mana hendak dicari?)