Kupi Beungoh
Membangun Sistem Kesehatan yang Berkeadilan
Kedua, belum semua rumah sakit memenuhi kriteria teaching hospital sesuai Keputusan Menkes No. 560/2025.
Oleh: Prof.Dr.dr. Rajuddin, SpOG(K).,Subsp.FER
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Dikti-Saintek) menerbitkan surat penugasan bernomor 1111/B/DT.03.07/2025 pada 3 Oktober 2025, publik akademik kesehatan seolah menyaksikan babak baru dalam sejarah pendidikan kedokteran Indonesia.
Secara administratif, surat tersebut menjelaskan peta jalan untuk mempercepat pemerataan dokter spesialis dan subspesialis di seluruh pelosok negeri.
Dalam semangat Diktisaintek Berdampak dan sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pemerintah ingin memastikan bahwa sistem pendidikan dokter tidak lagi terpusat di kota besar.
Arah kebijakan ini berpijak pada satu gagasan besar yaitu pemerataan akses, mutu, dan relevansi melalui sistem Academic Health System (AHS).
Transformasi yang Ditunggu.
Melalui surat tersebut, Ditjen Dikti-Saintek menugaskan lebih dari 190 perguruan tinggi di Indonesia untuk membuka program studi dokter spesialis dan subspesialis baru, baik secara mandiri maupun dengan skema konsorsium. Targetnya 148 program studi baru pada tahun akademik 2025/2026 dapat terlaksana.
Langkah ini merupakan transformasi tata kelola pendidikan kedokteran. Sistem lama yang kerap tersentralisasi kini diarahkan menuju model kolaboratif lintas universitas dan Rumah Sakit pendidikan.
Setiap wilayah akan memiliki cluster AHS, universitas pembina nasional, universitas mitra regional, dan Rumah Sakit satelit.
Dengan begitu, pendidikan dokter spesialis bukan hanya melahirkan tenaga ahli, tetapi juga menciptakan ekosistem pelayanan, penelitian, dan inovasi yang berakar di daerah.
Momentum bagi Aceh.
Bagi Aceh, surat ini ibarat karpet merah. Di dalam daftar perguruan tinggi penerima penugasan, Universitas Syiah Kuala (USK) mendapat kepercayaan strategis untuk membuka sejumlah program studi Sp-2, antara lain Jantung dan Pembuluh Darah dengan pembina Universitas Indonesia serta Obstetri dan Ginekologi dengan pembina Universitas Sumatera Utara.
Lebih menarik lagi, Universitas Malikussaleh (UNIMAL) ditugaskan membuka program Sp-1 Ilmu Bedah dengan pembina USK. Ini bukan sekadar kolaborasi antar universitas, tetapi tanda lahirnya jaringan AHS-Aceh Utara, yang menghubungkan Banda Aceh-Lhokseumawe.
Inilah langkah awal menuju AHS Aceh yang sesungguhnya, sebuah sistem kesehatan akademik terpadu yang menghubungkan kampus, Rumah Sakit, dan pemerintah daerah dalam satu ekosistem pelayanan dan pendidikan.
Transformasi ini juga membuka peluang besar bagi Universitas Teuku Umar (UTU) di Meulaboh.
Dengan dukungan AHS Aceh, FK-UTU berpotensi menjadi pusat pengembangan family medicine dan layanan primer berbasis komunitas.
Wilayah barat-selatan Aceh yang selama ini kekurangan tenaga spesialis dapat dijadikan pilot area untuk implementasi pendidikan berbasis kebutuhan daerah (needs-based education).
Seabad World Animal Day: Selamatkan Hewan, Selamatkan Planet! |
![]() |
---|
Prof Jarjani Usman: Pria Pedalaman Aceh Utara Pemilik Ijazah Sarjana dari Empat Benua |
![]() |
---|
Fenomena Da’i Tendang Mic dan Dakwah Positif Kunci Komunikasi Bahagia |
![]() |
---|
Menggali Energi dari Inti: PLTN sebagai Pilar Kemandirian Ekonomi Aceh |
![]() |
---|
Perempuan Sebagai Pilar Politik Indonesia: Saatnya Melangkah Lebih Jauh |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.