Update Covid 19
Melihat Grafik Lonjakan Kasus Covid-19 di Aceh yang Kian Mengkhawatirkan
Setidaknya hingga pekan ini sudah lebih dari 42 kafe dan Warkop di Banda Aceh disegel karena melanggar Protokol Kesehatan Covid-19.
Penulis: Ansari Hasyim | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Warung kopi di bilangan Simpang Surabaya itu tampak sepi. Tak ada lagi suasana hiruk pikuk para pengunjungnya.
Padahal sepekan lalu ramai pengunjung datang sekadar nongkrong menghabiskan waktu di tempat itu.
Boleh dibilang, warung kopi dengan ciri khas cat merah itu hidup 24 jam. Tapi tiba-tiba, pekan lalu denyut nadi warkop terlaris dan favorit anak muda di Kutaraja tersebut berhenti berdenyut.
Pintunya tak lagi terbuka untuk para pengunjung. Apatah lagi, menguyuhkan kopi untuk para pelanggan fanatiknya.
Sabtu (22/5/2021) malam lalu, tim Subsatgas penegakan hukum Satgas Covid 19 Aceh dan Subsatgas penegakan hukum Satgas Covid-19 Banda Aceh menyegel warung itu. Warkop yang dikenal dengan nama Dhapu Kupi itu pun seketika mati suri.

"Kegiatan malam ini bukan lagi peringatan, namun melakukan penindakan berupa pembubaran kerumunan dan penyegelan beberapa tempat yang digemari masyarakat masyarakat. Soalnya kerumunan itu berpotensi kuat menjadi klaster penyebaran covid," Kata Karo Ops Polda Aceh Kombes Pol Drs H Agus Sarjito didampingi Dirreskrimum Kombes Pol Soni Sanjaya, SIK, dan sejumlah pejabat lainnya.
• Pemakain Panci Terlalu Lama Bisa Sebabkan Kanker, Ini Penjelasan Pakar Kesehatan Malaysia
• VIDEO - Terungkap! Dampak Rudal Israel Bagi Gaza, Tak Hanya Meledakan Namun Dapat Membakar Jalan
Dhapu Kupi dianggap masuk dalam kategori usaha yang ditertibkan petugas karena dinilai melanggar Perwal Nomor 20 Kota Banda Aceh tahun 2020, yang melarang warkop dan rumah makan buka di atas pukul 23.00.
Aturan ini diterbitkan pemerintah untuk mencegah kerumunan demi memutus mata rantai Covid-19 yang tengah mewabah di seantero negeri.
Tak hanya Dhapu Kupi yang disegel, petugas juga menyegel warung makan di kawasan Banda Aceh dan sekitarnya dengan memasang police line seperti Warkop KPK, Like Kupi, Remember Coffee, Dua Satu Dua Atjeh Coffee, Sumber Kopi, Awayna Kopi dan warung-warung makan di sekitar Simpang Surabaya.
Sanksi kepada unit usaha tersebut juga dalam rangka penegakan hukum atas pelanggaran UU Kekarantinaan dan Peraturan Gubernur dalam upaya mencegah dan memutus mata rantai Covid-19.
Setidaknya hingga pekan ini sudah lebih dari 42 kafe dan Warkop di Banda Aceh disegel karena melanggar Protokol Kesehatan Covid-19.
Tindakan petugas memang bukan tanpa alasan yang kuat. Fakta menunjukkan, angka penularan covid-19 di Aceh terjadi lonjakan drastis dalam satu bulan terakhir.
Misalkan per 29 Mei 2021 Provinsi Aceh mencatat terjadi 293 kasus baru covid-19 dengan jumlah penderita meninggal mencapai tujuh orang dalam 24 jam terakhir. Sedangkan penderita yang sembuh bertambah 126 orang.

Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani mengatakan, bila dilihat secara akumulatif kasus Covid-19 di Aceh, per 29 Mei 2021, telah mencapai 14.631 kasus/orang.
Rinciannya, para penyintas, yang sudah sembuh sebanyak 11.521 orang. Penderita yang sedang dirawat 2.532 orang, dan kasus meninggal dunia secara akumulatif sudah mencapai 578 orang.
“Angka tersebut termasuk penambahan kasus konfirmasi baru 293 orang dalam 24 jam terakhir, dan tujuh orang meninggal dunia,” tuturnya kepada pers, Sabtu (30/5/2021) malam.
Kasus baru terkonfirmasi positif yang sebanyak 293 orang itu menempatkan Banda Aceh paling tinggi dengan 90 orang penderita, Aceh Besar 50 orang, Bener Meriah 38 orang, Pidie 24 orang, Aceh Tengah 16 orang, warga Gayo Lues dan Lhokseumawe, sama-sama 10 orang.
Kesadaran individu
Pengamat Kebijakan Publik Aceh Dr Nasrul Zaman MKes mengatakan, Aceh berada pada peringkat 5 besar tingkat kematian secara nasional akibat covid-19 di Aceh berdasarkan data Kementerian Kesehatan.
"Kita seharusnya tidak hanya melihat soal komorbid saja tapi lebih jauh soal tingginya angka penularan covid-19 di Aceh yang menyebabkan para komorbid terpapar," ujarnya kepada Serambinews.com, Minggu (16/5/2021).
Dia sebutkan saat ini juga masih ditemukan bahwa Aceh belum punya database yang terintegrasi dengan seluruh kab/kota berkenaan dengan pelintas batas antar provinsi dan kab/kota.
Early warning system di gampong yang selanjutnya menjadi tugas dari Puskesmas juga belum menjadi strategi kordinasi pencegahan dan isolasi mandiri ataupun isolasi yang dikelola pemerintah kab/kota maupun pemerintah Aceh.
Menurutnya strategi meningkatkan jumlah warga yang diperiksa juga belum optimal karena hanya melakukan pemeriksaan di Banda Aceh di tiga lokasi RSUZA, Litbangkes dan USK. Padahal Gubernur Aceh telah menunjuk 13 RSUD menjadi RSU rujukan covid-19.
Namun, sayangnya belum disiapkan laboratorium yang mampu memeriksa virus covid-19 di RSU tersebut.
"Sejak Satgas covid-19 dibentuk upaya edukasi masyarakat untuk peningkatan kesadaran melakukan protokol kesehatan nyaris tidak dilakukan secara bottom up dan penegakan aturan prokes yang lemah oleh Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/ Kota," ujar Nasrul.

Dia sebutkan satgas lebih banyak melakukan program kampanye seperti spanduk, baliho, radio dan melakukan pemberdayaan masyarakat melalui komunitas, ormas, OKP dan tokoh agama yang terintegrasi dan komprehensif.
"Kesadaran adalah kunci dalam menurunkan angka covid-19 jadi Seyoganya jika hendak meningkatkan kesadaran warga untuk taat prokes termasuk penggunaan masker, maka yang harus dilakukan adalah edukasi warga secara massif yang menggunakan seluruh saluran formal dan informal organisasi dan kelompok warga masyarakat yang ada dan tumbuh di kehidupan sehari-hari," ujarnya.
Di tegah situasi yang labil karena gempuran virus covid-19, Pemerintah Aceh terus berusaha mendorong memutuskan mata rantai penularannya.
Misalkan, Gubernur Aceh Nova Iriansyah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 440/9772 tentang Pembatasan Pertemuan Tatap Muka di Lingkungan Pemerintah Aceh Dalam Upaya Antisipasi Penyebaran Covid-19 di Aceh, Kamis 27 Mei 2021.
Dalam surat edaran tersebut Gubernur Aceh menyebutkan berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Aceh tanggal 26 Mei 2021, terjadi penambahan jumlah kasus positif COVID-19 sebanyak 267 orang dan merupakan kasus harian tertinggi selama Pandemi Covid-19 di Aceh.
Surat edaran tersebut antara lain mengatur jarak duduk antar peserta pertemuan harus minimal dua meter, menggunakan masker, sebelum masuk ruang dicek suhu dan mencuci tangan/hand sanitizer, waktu pertemuan/rapat maksimal 60 menit dan tidak menyuguhkan makanan dan minuman kecuali untuk dibawa pulang peserta.
Disiplin protkes
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani mengakui lonjakan kasus penularan covid-19 di Aceh makin mengkhawatirkan.
Baik jumlah kasus konfirmasi positif baru maupun jumlah pasien yang dinyatakan meninggal.
"Perlu adanya upaya dari semua pihak untuk lebih aktif dalam menghadang virus corona dari sumber penularannya," ujar dia.
Salah satunya yang perlu diwaspadai adalah keberadaan orang tanpa gejala namun membawa virus di tubuhnya, atau yang lebih sering disebut silent carrier.
"Setiap individu patut diduga diam-diam membawa virus corona (silent carrier). Carrier adalah orang yang sudah terinfeksi virus corona namun tidak disadarinya karena tidak menunjukkan gejala penyakit," ujarnya.
Menurutnya virus corona bersemayam di dalam organ pernafasan utama pembawanya dan ia muncrat keluar tubuh bersama cairan (droplet) mulut dan hidung saat ia berbicara, batuk, atau bersinnya.
Permukaan benda dan peralatan yang tercemar droplet pembawa virus itu menjadi infeksius, dan menjadi media perantara Covid-19 bagi orang lain yang menyentuhnya.
Karena itu, kata Saifullah semua orang dianjurkan memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, mengurangi mobilitas, dan mempersingkat durasi interaksi dengan orang lain.
Protokol kesehatan itu berguna untuk menghadang virus corona yang terdapat di dalam droplet sang carrier, agar tidak dapat menjangkau orang sehat, calon korban berikutnya. Selain menjalankan protokol kesehatan secara disiplin dan konsisten, penyebaran virus corona dalam masyarakat dapat dihadang melalui kesadaran individual.
"Setiap individu wajib melindungi individu lain dan masyarakat di sekitarnya," ujarnya. Kesadaran individu melindungi orang lain sangat efektif menghadang penyebaran virus corona.
Setiap orang yang mengalami gejala demam, batuk kering, hilang rasa dan bau, atau sulit bernafas, diminta segera ke Puskesmas terdekat, dan langsung melakukan isolasi mandiri sesuai prosedur dan anjuran tenaga kesehatan. Saifullah juga menghimbau semua pihak agar tidak permisif terhadap orang-orang yang menunjukkan gejala Covid-19, tapi masih berkeliaran di tengah-tengah masyarakat.
Pembawa virus yang tidak mengindahkan keselamatan orang lain itu mesti mendapat tindakan persuasif dari Satgas Penanganan Covid-19 gampong.
“Semua harus bergerak dan proaktif mengalahkan virus corona supaya tidak makin leluasa menyebar dan menelan korban baru berikutnya,” tegasnya.(*)