UMP

Upah di Bawah UMP, LBH-JKA Minta Pemerintah Aceh Selatan Tindak Tegas Pengusaha Nakal

Kita sangat terkejut mendengar hasil sidak tersebut, dimana selama 10 tahun belakangan ini ternyata hak pekerja di Aceh Selatan dibayar tak pantas

Penulis: Taufik Zass | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
Direktur LBH - JKA, Muhammad Nasir SH 

Laporan Taufik Zass I Aceh Selatan

SERAMBINEWS.COM, TAPAKTUAN - LBH-JKA mengapresiasi langkah yang dilakukan Kepala Distransnaker Kabupaten Aceh Selatan, Masriadi SSTP MSi dan Wasnaker Aceh dan BPJS Kesehatan terkait sidak upah pekerja yang jauh dari Upah Minimum Provinsi (UMP) di Kabupaten Aceh Selatan.

"Kita sangat terkejut mendengar hasil sidak tersebut, dimana selama 10 tahun belakangan ini ternyata hak pekerja di Aceh Selatan dibayar tak pantas," kata Direktur LBH - JKA, Muhammad Nasir SH, Kamis (4/6/2021).

Menurut Nasir, ini merupakan pelanggaran hukum apalagi hal ini terjadi dalam rentang waktu yang cukup lama.

Sebab terkait hak pekerja ini semua telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang di antaranya menyebutkan bahwa Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UUK) menyatakan: “Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89".

Selain itu, lanjut Muhammad Nasir, dalam Pasal 185 ayat (1) UUK menyatakan: “Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).”

Simak, Berikut 5 Minuman Bisa Turunkan Berat Badan Konsumsi Salah Satu Tiap Pagi, Apa Saja?

Real Madrid Masih Klub Paling Kaya Senilai Rp 50,6 Triliun, Disusul Barcelona dan Manchester United

"Sehingga berdasarkan bunyi ketentuan di atas, bisa diketahui bahwa perusahaan yang membayar gaji karyawan di bawah upah minimum provinsi sebagaimana ditetapkan pemerintah dapat dikenakan sanksi pidana berupa penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)," jelasnya.

Pada kesempatan itu, Direktur LBH-JKA mengaku bahwa pihaknya juga mendapatkan informasi lapangan bahwa bukan hanya pekerja SPBU saja yang mengalami masalah terkait upah tetapi juga dialami oleh para pekerja di swalayan, kafe, dan hotel di Kota Tapaktuan serta beberapa usaha skala besar lainnya yang ada di Aceh Selatan.

"Mereka juga tidak mendapatkan upah yang layak dan jam serta hari kerja yang terkadang berlangsung setiap hari tanpa ada hak libur begitu juga terkait jaminan kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja bagi pekerja itu terkadang tidak dipenuhi," ungkapnya.

Jika kendala adalah soal hitam putih terkait perjanjian kerja, lanjut Muhammad Nasir, sebetulnya hal ini telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan yakni Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) menyatakan. “Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan”.

Selanjutnya, Pasal 188 UUK menyatakan: “(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3), Pasal 114, dan Pasal 148, dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.”

"Berdasarkan uraian Pasal 188 UUK Jo Pasal 63 ayat (1) UUK di atas, maka bisa disimpulkan, tindakan perusahaan yang tidak membuat surat pengangkatan bagi karyawan tetap merupakan tindak pidana pelanggaran dan dapat dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)," jelasnya.

Jika kendala ini dibiarkan, tambah Muhammad Nasir, maka ini sangat merugikan para pekerja dan menguntungkan oknum pengusaha.

Karenanya, LBH-JKA berharap Dinas terkait segera mengambil langkah kongkrit terkait hal ini sebisa mungkin jika terdapat pelanggaran segera menindak pelaku usaha tersebut termasuk mempertimbangkan keberlangsungan izin usaha bagi pengusaha yang nakal tersebut.

"Kita berharap kasus ini menjadi catatan bagi kemajuan dunia usaha di Aceh Selatan kedepan karena masalah pekerja ini bukanlah main-main ini menyangkut hajat hidup orang. Kami juga mengimbau bagi para pekerja yang merasa dirugikan haknya agar melaporkan ke instansi terkait, jika ada potensi Pidana LBH-JKA sangat siap untuk mendampingi rekan-rekan pekerja dan segera menghubungi kami," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Distransnaker) Aceh Selatan bersama Pengawas Ketenagakerjaan (Wasnaker) Aceh dan BPJS Kesehatan melakukan inspeksi mendadak (sidak) di beberapa SPBU dalam kabupaten Aceh Selatan, Rabu (2/6/2021).

hasil yang ditemukan, ada SPBU yang memberi upah/gaji para pekerja dibawah Upah Minimum Provinsi (UMP).

“Miris memang, ada SPBU yang upah pekerja dikisaran Rp 600.000,- sampai dengan Rp 900.000 per bulan. Ini sangat tidak manusiawi. Selain itu belum adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pemberi kerja (perusahaan) dan ini ada SPBU yang sudah berlangsung lebih dari 10 tahun,” ungkap Kepala Distransnaker Aceh Selatan Masriadi M Si, di sela berlangsungnya sidak tersebut, Rabu (2/6/2021).(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved