Rumah untuk Korban Longsor di Lamkleng Mulai Dibangun, Gubernur Aceh Lakukan Peletakan Batu Pertama

Pemerintah Aceh dengan menggunakan dana corporate social responsibility (CSR) PT Bank Aceh Syariah mulai membangun sepuluh dari 18 rumah

Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Amirullah
for Serambinews.com
Edi Fadhil (kiri) dan Munzir (kanan) duduk di depan tenda pengungsian di Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar, Sabtu pekan lalu. Hari ini (3/7/2021) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah melakukan peletakan batu pertama pembangunan 10 dari 18 rumah untuk para korban tanah longsor di Gampong Lamkleng. 

Lokasi sawah, tempat rumah-rumah bantuan itu mulai dibangun berjarak sekitar 300 meter dari permukiman penduduk.

Terus amblas

Sebagaimana kerap diberitakan Serambinews.com, pelan tapi pasti, permukaan tanah yang kini merekah dan amblas di Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar, terus bertambah.

Kedalamannya kini sudah mencapai 7,5 meter, panjang 200 meter, dan lebarnya 250 meter (termasuk longsor di kawasan lereng sungai).

Bertambahnya kedalaman, lebar, dan panjang tanah yang longsor tersebut akibat hujan deras akhir-akhir ini yang kerap mengguyur kawasan Aceh Besar dan Banda Aceh.

"Saya ukur kedalaman titik longsor, berkisar antara 7-7,5 meter dalamnya," kata Munzir (35), tokoh pemuda setempat yang dihubungi Serambinews.com via telepon dari Banda Aceh, Sabtu pagi.

Menurut Munzir, warga Gampong Lamkleng kini berada dalam kondisi dilematis. Bila hujan turun maka permukaan tanah terus bergerak dan longsor, meski penurunannya tak sedahsyat pada medio hingga akhir Januari lalu.

Di sisi lain, bila hujan tidak turun tiga hingga enam hari, maka sawah-sawah penduduk Lamkleng kekeringan. "Maklum, sawah di desa ini masih sistem tadah hujan," kata Munzir.

Baca juga: Ini Daerah Tanam Nilam di Aceh, Cara Pemerintah Aceh Mengembangkannya & Harga Minyak Atsiri Kini

Tenaga Administrasi Komputer pada SMP Negeri 1 Kuta Cot Glie ini juga menambahkan bahwa jumlah pengungsi di desa itu kini jauh berkurang. Hanya tinggal satu keluarga lagi.

Mereka masih tinggal di bawah tenda, karena rumah permanennya tak mungkin lagi ditempati. Dapur dan toiletnya sebagian sudah menggantung karena tanah di bawahnya terus amblas. Demikian pula septic tank, pondok, dan rumpun pohon pisang di belakang rumah tersebut.

Pohon-pohon besar di desa ini juga banyak yang bertumbangan karena berada di lokasi tanah bergerak, di antaranya pohon asam jawa, pohon hagu, dan pohon ceubrek.

Di lokasi pohon yang bertumbangan itu terdapat belasan makam tua dan makam baru. Beberapa di antaranya kini tenggelam, tapi kerangka di dalamnya belum terlihat dari luar.

Ceruk atau bidang gelincir yang selama ini turun, kini tambah turun, itulah yang titik terdalamnya mencapai 7,5 meter. Panjangnya bertambah sedikit, dari sebelumnya sekitar 150 meter kita sudah menjadi 200 meter.

Penambahan rekahan yang signifikan justru terjadi di sebelah selatan desa itu, tepatnya arah ke sungai. Di lokasi itu bukan saja rekahannya bertambah banyak dan lebar, dari bawahnya juga keluar air tanah.

Saat hujan deras mengguyur, kata Munzir, di ceruk yang amblas bertahap sejak 10 Januari lalu itu kini terperangkap air hujan sehingga membentuk seperti kolam dangkal. Airnya mengalir deras ke arah sungai bila hujan lebat dan kering saat kemarau.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved