Berita Subulussalam
Mengenal Baby Blues sampai Depresi Pasca Melahirkan, Sindrom Ibu Sayat Bayi di Subulussalam
Kondisi ini berawal dari sindrom baby blues, namun jika lebih dari 2 minggu tidak ditangani, waspadai kemungkinan berlanjut depresi pasca melahirkan.
Penulis: Firdha Ustin | Editor: Safriadi Syahbuddin
SERAMBINEWS.COM - Kisah pilu datang dari perbatasan Aceh-Sumatera Utara, tepatnya di Desa Sibungke, Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam.
Diduga mengalami sindrom baby blues hingga berlanjut ke depresi pasca melahirkan, seorang ibu Sirwati (19), tega membunuh bayinya yang berumur 6 bulan pada Kamis (8/7/2021) pagi.
Dugaan sementara yang disebutkan saat konferensi pers kepolisian Kota Subulussalam, Kapolres AKBP Qori Wicaksono menyebutkan ibu muda ini tega membunuh bayinya dengan kondisi leher tergorok lantaran depresi.
Lantas apa sebenarnya yang dimaksud baby blues hingga berlanjut ke depresi pasca melahirkan?
Berawal dari Baby Blues, Apa Itu?
Melansir dari Kompas.com pada Jumat (9/7/2021), baby blues adalah masalah gangguan emosional pada ibu yang baru melahirkan.
Baby blues akan membuat ibu sering merasa sedih, menangis, sering cemas, dan lebih sensitif.
Kondisi itu bisa disebabkan oleh pengaruh perubahan hormonal setelah melahirkan, atau kelelahan mengurus bayi, bisa juga karena perubahan bentuk tubuh.
Atau, bisa pula karena masalah menyusui, misalnya ketika ASI tidak keluar seperti yang diharapkan.
Kondisi baby blues ini biasanya hanya datang sesaat-sekitar 3-6 hari, baby blues paling lama bisa berlangsung selama dua minggu.
Apabila sindrom baby blues tidak diobati dengan tepat, maka kemungkinan akan berlanjut ke depresi pasca melahirkan atau disebut juga depresi postpartum.
Depresi pasca melahirkan ini akan terjadi setelah 3-4 bulan setelah melahirkan, atau bahkan lebih parah dan terjadi bertahun-tahun apabila tidak ditangani dengan baik.
Apa Itu Depresi Pasca Melahirkan?
Melansir dari laman Boldsky pada Jumat (9/7/2021), depresi pasca melahirkan adalah masalah perilaku yang terlihat pada wanita setelah tiga bulan mereka melahirkan.
Kondisi ini sangat umum dan terlihat pada lebih dari 1 dari 8 wanita.
Gejalanya meliputi perasaan tidak berdaya dan sedih.
Wanita itu tidak merasakan ikatan apa pun dengan anak itu dan dia mungkin memiliki perasaan malu atau bersalah karena tidak merasakan apa yang diharapkan tentang bayinya.
Seringkali, depresi pasca melahirkan diabaikan sebagai kelelahan dan baby blues. Namun sebenarnya keduanya sangat berbeda dan mempengaruhi wanita secara berbeda pula.
Tanda-tanda depresi pasca melahirkan adalah gangguan makan, gangguan tidur, kecemasan, rasa bersalah, malu, perasaan dan pikiran yang membahayakan bayi dan tidak merasa seperti diri mereka sendiri.
Gejala depresi pasca melahirkan muncul dalam tiga bulan setelah kelahiran.
Sementara itu meningkat sekitar tanda 4 bulan, wanita itu dapat menderita selama bertahun-tahun jika tidak terdeteksi atau tidak diobati.
Baca juga: FAKTA Ibu Muda Bunuh Bayi di Subulussalam, Korban Digorok dengan Pisau Cutter, Pelaku Marah Ke Suami
Baca juga: Bayi 6 Bulan Meninggal Dibunuh Ibu Kandungnya di Rundeng, Pelaku Sayat Anaknya dengan Pisau Cutter
Baca juga: Ini Ibu Muda Bunuh Bayi Pertamanya di Subulussalam, Masih Usia 19 Tahun, Kapolres: Diduga Depresi
Penyebab Depresi Pasca Melahirkan
Ada beberapa hal yang dapat menjadi pemicu depresi pasca melahirkan atau disebut depresi postpartum. Beberapa di antaranya dapat dicegah dan yang lain tidak dapat dihindari.
Hal terbaik yang dapat Anda lakukan adalah mempersenjatai diri dengan pengetahuan untuk melawan depresi pasca melahirkan.
1. Hormon
Hormon-hormon dalam tubuh wanita terbalik, saat dia berurusan dengan kehamilan dan persalinan.
Tidak ada cara untuk mengatakan bagaimana pikiran wanita akan bereaksi terhadap lonjakan atau penurunan hormon.
Koktail hormon yang mengalir di pembuluh darah wanita bisa menjadi pemicu depresi pasca melahirkan.
Meskipun tidak mungkin untuk mengontrol dan mengembalikan kadar hormon tanpa menggunakan obat-obatan, sejumlah besar dukungan, banyak cinta dan banyak perawatan lembut dapat membantu membawa ibu baru kembali ke keadaan normal.
2. Kelelahan
Seorang ibu baru dihadapkan pada hari-hari, minggu-minggu dan bulan-bulan malam tanpa tidur dan hari-hari yang melelahkan.
Saat rasa lelah mulai menjalar, depresi pascapersalinan juga bisa terjadi.
Otak berhenti berfungsi dengan baik, ketika sangat lelah.
Ibu baru mulai mempertanyakan hidupnya dan berharap bayinya tidak pernah lahir.
Dia merasa kewalahan dan merasa tidak siap untuk merawat bayi baru ini.
Anda dapat membantu ibu baru keluar dari cengkeraman depresi pascamelahirkan dengan menawarkan bantuannya bila memungkinkan.
Bawa makanannya, bersihkan dan tawarkan untuk merawat bayinya untuk memberinya beberapa jam tutup mata atau waktu istirahat.
3. Stres
Kehidupan seorang ibu baru bisa dibilang sangat menegangkan.
Fakta bahwa dia memiliki bayi yang menangis di tangannya tidak membebaskannya dari tugas-tugas dan tugas-tugas lain, yang mungkin termasuk merawat anak-anak sebelumnya.
Jika dia baru pertama kali menjadi ibu, dia harus belajar merawat bayinya dari awal dan itu bisa menjadi tugas yang sulit bagi ibu baru.
Anda dapat membantu mencegah depresi pascamelahirkan dengan memberinya telinga yang mendengarkan lalu dengarkan apa saja keluh kesahnya, dengan cara ini ibu baru akan lebih tenang.
Anda juga dapat mendukungnya dengan mengatakan kepadanya bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Bantu dia dengan cara apa pun yang Anda bisa.
4. Perubahan fisik
Ibu baru tak hanya menghadapi perubahan internal yang meliputi fluktuasi hormon setelah kehamilan, dia juga harus menghadapi perubahan fisik yang terjadi.
Dia menyadari bahwa tubuhnya tidak akan secara ajaib kembali seperti semula.
Dia kemudian harus memproses dan menerima kenyataan bahwa dia mungkin sebenarnya tidak pernah terlihat atau merasakan hal yang sama seperti sebelum dia hamil.
Perubahan fisik ini seperti payudara kendor, munculnya stretch mark, kulit kendur di perut dan bagian tubuh lainnya.
Semua ini bisa membuatnya menjadi depresi pascamelahirkan.
5. Kecemasan
Kehidupan dengan bayi yang baru lahir bisa tampak tidak nyata dan tidak pasti bagi ibu baru.
Apalagi jika ini adalah ibu pertama yang belum memiliki pengalaman dalam merawat bayi.
Ada ibu-ibu yang bahkan takut menggendong bayinya lantaran takut menyakitinya.
Tak hanya itu, si ibu juga bisa cemas saat memberi makan bayi mereka, terutama ketika mereka tidak dapat menyusui karena alasan tertentu.
Ibu bisa cemas tentang hubungan mereka dengan pasangan mereka.
Kecemasan dapat menguasai kehidupan seorang ibu baru tentang setiap aspeknya.
Anda dapat membantu ibu yang cemas dengan memberi dia kata-kata bijak bahwa kondisi ini semua orang akan melewatinya dan bahwa tidak apa-apa untuk membuat kesalahan.
Masa-masa sulit ini akan berlalu dan semuanya akan baik-baik saja.
6. Tidak Ada Dukungan dari Orang-Orang Terdekat dan Tersayang
Apa yang paling dibutuhkan seorang ibu baru dari pasangan, keluarga, dan teman-temannya adalah pengertian dan dukungan tanpa syarat.
Tidak ada ibu yang dapat menangani hidupnya dengan bayi baru secara efisien jika dia tidak memiliki dukungan dari orang-orang di sekitarnya.
Dukungan tersebut dapat datang secara fisik, mental, spiritual dan finansial.
Kurangnya dukungan dapat mendorongnya ke jurang depresi pascapersalinan yang dalam.
7. Kesulitan dan Ketidakpastian Keuangan
Tidak salah lagi jika memiliki anak akan membutuhkan biaya.
Setiap ibu ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya, baik itu makanan, mainan, pakaian atau pendidikan.
Tetapi semua ini harus dibayar mahal dan jika ibu secara finansial tidak stabil, dia pasti akan mengalami banyak ketegangan.
Hal ini dapat menyebabkan ibu mengalami depresi pascapersalinan.
Masalahnya bisa menjadi lebih besar jika ibu baru adalah orang tua tunggal atau sepenuhnya bergantung pada pasangan yang tidak kooperatif.
Jika Anda sebagai rekan yang menghadapi ibu baru dengan kondisi keuangan seperti ini, Anda dapat membantunya dengan memberi bantuan keuangan.
Cara ini akan menjadi perbuatan baik jika Anda dapat membantunya mandiri secara finansial dalam beberapa cara.
Kaitan Baby blues dan Depresi Pasca Melahirkan
Praktisi psikologi dan juga terapis, Nuzulia Rahma Tristinarum menyebutkan jika baby blues merupakan bentuk depresi paca kelahiran yang paling ringan.
“Ini adalah bentuk depresi pasca-kelahiran yang paling ringan,” kata Nuzulia seperti dikutip Serambinews.com dari Kompas.com pada Jumat (9/7/2021).
Maka, jika tanda-tanda baby blues masih terjadi pada ibu selama lebih dari dua minggu atau setidaknya satu bulan, waspadai kemungkinan berlanjut menjadi depresi pasca-kelahiran.
"Kalau sudah lebih dari dua minggu bukan lagi baby blues. Atau paling tidak kalau sudah lewat sebulan bisa disebut postpartum depression (depresi pasca melahirkan). Bisa terjadi bertahun-tahun," kata dia lagi.
Depresi pada ibu pasca-kelahiran bisa dari yang ringan hingga berat, dengan pemicunya bisa datang dari gabungan antara fisik, psikologis, dan psikososial.
Gejala yang muncul melebihi kondisi baby blues, yaitu seorang ibu akan mulai mudah tersinggung, kehilangan nafsu makan, atau sering menangis.
Ibu yang mengalami gangguan semacam ini pun biasanya kehilangan minat terhadap diri sendiri dan bayi.
Mereka kerap berbicara sendiri, hingga puncaknya, mulai muncul pikiran untuk melukai bayi dan diri sendiri.
"Jadi kalau ibu sampai membunuh bayinya itu bukan lagi disebut baby blues," kata Nuzulia.
Namun, menurut dia, ibu yang melukai bayi atau diri sendiri juga tak selalu karena depresi pasca-kelahiran. Bisa jadi karena psikosis atau gangguan jiwa.
Yang pasti, dalam kondisi semacam ini ibu tentu membutuhkan pertolongan psikiater.
Untuk itu, orang-orang di sekitar ibu, mulai dari suami, keluarga, teman, hingga tetangga sebaiknya mengerti kemungkinan ibu mengalami baby blues atau pun depresi pasca melahirkan. (Serambinews.com/Firdha Ustin)
Baca juga berita lainnya
Baca juga: Arab Saudi Serukan Masyarakat Lihat Bulan Sabit Satu Zulhijjah Jumat Malam
Baca juga: Aminullah di Mata Syamsunan Mahmud, Mantan Dirut BPD Aceh 1989
Baca juga: Profil dan Sosok Rosaline Irene Rumaseuw, Wasekjen PAN yang Usulkan RS Khusus Pejabat