Internasional
Milisi Iran Kembali Serang Drone ke Pangkalan AS, Peringatkan Agar Segera Hengkang
Serangan drone atau pesawat tak berawak bersenjata menghantam pangkalan AS di kawasan Kurdistan, Irak, Sabtu (24/7/2021).
SERAMBINEWS.COM, BAGHDAD - Serangan drone atau pesawat tak berawak bersenjata menghantam pangkalan AS di kawasan Kurdistan, Irak, Sabtu (24/7/2021).
Dilaporkan, tidak akan korban dari serangan itu, tetapi sinyal agar pasukan AS segera hengkag.
"Sebuah sistem udara tak berawak berdampak pada pangkalan koalisi di Kurdistan pada Jumat (23/7/2021) dinihari," kata juru bicara koalisi Kolonel AS Wayne Marotto.
“Tidak ada korban dan tidak ada kerusakan akibat serangan itu,” katanya, seperti dilansir AFP.
Dia menambahkan Amerika Serikat dan pasukan koalisi akan tetap waspada dan mempertahankan hak yang melekat untuk membela diri.
Media Kurdi Irak mengatakan serangan itu menargetkan sebuah pangkalan di Al-Harir, 70 kilometer timur laut Arbil, ibu kota wilayah otonomi Kurdistan.
Baca juga: Kebakaran Rumah Sakit Irak Sudah Seperti Neraka, Dokter Kewalahan, Varian Delta Mulai Menyerang
Itu adalah yang terbaru dalam serentetan serangan terhadap fasilitas militer dan diplomatik AS di Irak.
Serangan itu dipersalahkan pada kelompok-kelompok bersenjata pro-Iran dalam pasukan paramiliter yang disponsori negara.
Amerika Serikat masih memiliki sekitar 2.500 tentara yang dikerahkan di Irak.
Dari 3.500 orang dalam koalisi internasional yang dibentuk pada 2014 untuk memerangi kelompok ISIS.
Kepergian mereka dituntut oleh faksi-faksi pro-Iran, yang telah disalahkan atas sekitar 50 serangan terhadap kepentingan AS di Irak sejak awal tahun.
Komite Koordinasi Perlawanan Irak pada Jumat (23/7/2021) mengancam akan melanjutkan serangan.
Kecuali AS menarik semua pasukannya dan mengakhiri pendudukan.
Baca juga: Tiga Roket dan Drone Dilepaskan ke Kedutaan Besar AS dan Pangkalan Pasukan AS di Irak
Sebagian besar pasukan Amerika yang dikerahkan dalam koalisi, yang membantu mengalahkan ISIS di Irak pada 2017, ditarik di bawah mantan presiden AS Donald Trump.
Mereka yang tersisa secara resmi digolongkan sebagai penasihat dan pelatih untuk tentara Irak dan unit kontra-terorisme.