Internasional
Taliban Gempur Perkotaan, Warga Bersembunyi Ketakutan dan Melarikan Diri
Militan Taliban menyerbu ibu kota provinsi Afghanistan lainnya, sehingga meningkatkan kekhawatiran cengkeramannya ketika pasukan kaoliasi pimpinan AS
SERAMBINEWS.COM, KABUL - Militan Taliban menyerbu ibu kota provinsi Afghanistan lainnya, sehingga meningkatkan kekhawatiran cengkeramannya ketika pasukan kaoliasi pimpinan AS mundur.
Pemberontak memasuki ibu kota provinsi Jawzjan Afghanistan utara, seorang anggota parlemen provinsi mengatakan kepada Associated Press (AP).
Seorang juru bicara Taliban kepada NBC News, Minggu (8/8/2021) mengatakan telah menguasai kota, Sheberghan, kurang dari 24 jam.
Setelah ibu kota lain jatuh ketika provinsi-provinsi di seluruh negeri itu terancam runtuh setelah serangan cepat Taliban.
Perebutan Zaranj, jantung provinsi Nimroz di barat daya Afghanistan pada Jumat (6/8/2021),, menjadikannya ibu kota provinsi pertama yang jatuh ke tangan Taliban sejak pasukan AS mulai menarik diri dari negara itu.
Para ekstremis melakukan serangan agresif di seluruh negeri dengan kecepatan yang bahkan mengejutkan beberapa pejuang itu sendiri.
Hal itu telah mendorong ribuan orang keluar dari rumah untuk mencari perlindungan, baik dari pertempuran.
"Situasinya sangat buruk sekarang," kata seorang pejabat pemerintah dari Nimroz yang meminta tidak disebutkan namanya untuk melindungi keselamatan mereka sendiri.
"Taliban memiliki kendali atas seluruh kota," katanya.
"Sejak tadi malam mereka mencari orang-orang pemerintah dari rumah ke rumah," tambahnya.
Baca juga: Mantan Komandan Taliban Peringatkan Pemerintah, Operasi Militer Bukan Solusi Akhiri Konflik
Dalam sebuah pernyataan, Taliban berusaha meyakinkan pegawai negeri sipil di ibu kota yang baru digulingkan yang katanya berusaha melarikan diri ke Iran dan tempat-tempat lain bersama keluarga mereka.
Tapi warga takut nasib yang lebih gelap jika mereka tetap tinggal.
Pejabat itu mengatakan bahwa semua orang bersembunyi dan orang-orang tidak aman.
“Sebagai perempuan telah bekerja dan berjuang selama 20 tahun untuk hak-hak perempuan, untuk masyarakat yang lebih baik, kesetaraan dan perbaikan perempuan," katanya.
"Saya tidak bisa menerima Taliban menghancurkan semua pencapaian ini,” tambahnya.
Pejabat itu mengatakan merasa ditinggalkan oleh AS di tengah kepergian mereka dari negara yang dilanda perang setelah dua dekade perang.
Saat berkuasa, Taliban memberlakukan versi Islam yang ketat yang membuat perempuan dan anak perempuan praktis tidak terlihat dalam kehidupan publik.
Dengan kebangkitan kelompok itu, serangkaian pembunuhan telah melanda Afghanistan.
Terutama menargetkan wanita terkemuka , jurnalis, hakim, dan lainnya yang berjuang untuk mempertahankan cara hidup liberal di negara itu.
Baru-baru ini, kelompok itu mengatakan telah merebut lebih dari setengah wilayah Afghanistan, termasuk penyeberangan perbatasan strategis.
Baca juga: Kisah Salima Mazari, Gubernur Wanita Pemberani, Pimpin Perang Lawan Taliban di Afghanistan
Angkatan Udara AS terus membantu pengeboman terhadap sasaran-sasaran Taliban di Provinsi Helmand dan Kandahar selatan.
Saat pasukan keamanan Afghanistan berusaha mencegah pengambilalihan Taliban.
Pada Sabtu (7/8/2021), kedutaan AS dan Inggris di Kabul mengulangi peringatan kepada warga yang masih di sana untuk pergi segera karena situasi keamanan memburuk.
"Serangan Taliban yang terus berlanjut tidak menghasilkan apa-apa selain menyebabkan lebih banyak pertumpahan darah," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS.
"Jika Taliban terus menempuh jalan ini, mereka akan menjadi paria internasional tanpa dukungan dari komunitas internasional atau bahkan orang-orang yang mereka katakan ingin mereka pimpin," tambahnya.
AS menggulingkan rezim Taliban pada 2001 setelah kelompok itu melindungi Osama bin Laden, pendiri al Qaeda dan dalang serangan teror 11 September yang memicu perang terpanjang Amerika.
Presiden Joe Biden mengatakan bulan lalu misi militer AS di negara itu akan berakhir pada 31 Agustus, lebih awal dari yang diumumkan sebelumnya.
Konflik tersebut telah merenggut nyawa sekitar 2.300 tentara AS.
Dari tahun 2001 hingga 2018, sekitar 58.000 militer dan polisi Afghanistan tewas dalam kekerasan tersebut, menurut sebuah studi oleh Brown University.
Baca juga: Taliban Rebut Tiga Ibu Kota Provinsi Afghanistan Dalam Sehari, Sudah 5 Ibu Kota Provinsi Dikuasai
Hampir 20 tahun dan miliaran dolar AS dalam bantuan sipil dan militer, pejabat di provinsi Nimroz yang baru direbut mempertanyakan apakah negaranya salah satu negara termiskin dan paling banyak dilanda kekerasan.
"Saya tidak pernah bisa berpikir bahwa Amerika akan meninggalkan Afghanistan dalam situasi seperti itu," katanya.
“Jika Amerika akan meninggalkan kita seperti ini, lalu mengapa mereka datang ke Afghanistan? tanyanya.
"Dan mengapa kita kehilangan jutaan nyawa di tahun-tahun ini?” tanyanya lagi.(*)