Berita Aceh Tengah

Balai Arkeologi Sumut Upload Film Animasi "Kisah Orang Gayo" di Youtube, Begini Kisahnya

Kepala Balai Arkeologi Sumatera Utara Dr Ketut Wiradnyana Msi menyebutkan, film animasi tersebut diproduksi berdasarkan hasil penelitian dan penggalia

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Mursal Ismail
For Serambinews.com
Film animasi "kisah Orang Gayo" antara lain ditemukan artefak berupa kapak lonjong, kapak persegi, dan lain -lain dari zaman prasejarah 

Kepala Balai Arkeologi Sumatera Utara Dr Ketut Wiradnyana Msi menyebutkan, film animasi tersebut diproduksi berdasarkan hasil penelitian dan penggalian arkeologi yang mereka lakukan selama 10 tahun di Gayo.

Laporan Fikar W Eda | Jakarta

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Balai Arkeologi Sumatera Utara (Balar Sumut) merilis film animasi  berjudul “Kisah Orang Gayo” dari zaman prasejarah.

Film berdurasi  16 menit itu diunggah melalui channel Youtube Balai Arkeologi Sumatera Utara dan dapat diakses di https://youtu.be/3djLfh1XHT0.

Kepala Balai Arkeologi Sumatera Utara Dr Ketut Wiradnyana Msi menyebutkan, film animasi tersebut diproduksi berdasarkan hasil penelitian dan penggalian arkeologi yang mereka lakukan selama 10 tahun di Gayo.

“Sebelumnya kita menerbitkan dalam bentuk komik, sekarang dalam bentuk film animasi," kata Ketut Wiradnyana.

Film tersebut menceritakan tentang kedatangan tiga kelompok manusia yang membawa budaya berbeda ke Dataran Tinggi Gayo pada era mesolitikum (zaman batu pertengahan) sampai era klasik.

Kemudian ini lah yang menjadi asal usul orang Gayo.

Diceritakan, pada 12000 tahun lalu Pulau Sumatera sudah dihuni oleh manusia  dengan postur tubuh tegap dan memilih tinggal di pinggir pantai.

Lama kelamaan, karena kekurangan bahan makanan kelompok manusia ini mencari hunian baru dengan panduan sungai, sampai ke daerah pedalaman.

Hingga suatu ketika kelompok ini mencapai gua atau Loyang Mendale yang berada di tepi Danau Laut Tawar, Aceh Tengah sekarang.

Memilih Loyang Mendale sebagai tempat hunian karena guanya luas dan terlindung, serta dekat dengan sumber air dan makanan.

Kelompok ini membuat beberapa peralatan yang dapat mendukung kehidupan mereka, memanfaatkan batu, kayu dan sisa tulang binatang maupun cangkang kerang.

Mereka juga sudah mengenal api untuk mengolah makanan. Mereka membuat kapak dari batu kali, dan ada kalanya menambahkan tangkai dari kayu untuk memudahkan memegang dan menggunakannya.

Mereka juga membuat jarum dari tulang binatang. Mereka membuat peralatan berburu seperti tombak maupun mata panah dari batu.

Kemudian pada kisaran 5.000 tahun silam datang kelompok kedua dengan postur tubuh berbeda dari kelompok pertama.

Membawa budaya berbeda. Kelompok kedua ini  adalah penutur bahasa Austronesia. Mereka menggunakan peralatan baru, seperti gerabah atau tembikar dan anyaman.

Tembikar-tembikar itu ada yang dihias dengan cara digores. Tembikar merupakan salah satu wadah  tempat air, tempat makanan dan keperluan religi.

Kelompok ini sudah lebih mahir membuat peralatan berburu. Kapak yang mereka buat  telah digosok lebih halus dan bertangkai.

Mereka membuat berbagai perhiasan dari kulit kerang berupa manik-manik dan gigi hewan.

Manik-manik itu dibuat dengan cara melubangi kulit kerang atau tulang binatang dan dirangkai menjadi kalung  dan gelang.

Ketika ada yang meninggal dunia, mereka perlakukan seperti manusia saat hidup. Kuburnya ada yang berbentuk oval dan melipatkan kaki mayat saat dikubur.

Peneliti Balai Arkeologi Sumut menemukan beberapa model cara penguburan.

Selanjutnya, pada kisaran 3000 tahun lalu terjadi bencana letusan gunung berapi. Penghuni Loyang Mendale mencari tempat hunian baru di seberang Danau Laut Tawar.

Saat letusan sudah reda mereka kembali lagi ke tempat hunian awal di Mendale.

Berikutnya datang kelompok manusia ketiga pada 2000 tahun silam. Mereka juga tinggal di beberapa ceruk atau gua di tepi Danau Laut Tawar.

Sebagaimana kelompok pertama dan kedua, manusia kelompok ketiga ini juga memiliki cara hidup yang sama.

Berburu, menangkap ikan dan menanam umbi-umbian. Hanya saja kelompok ketiga ini sudah lebih maju dalam membuat tembikar dan anyaman-anyaman.

Terutama dalam menghias tembikar dengan cara poles dan gores. Berbagai bentuk wadah tembikar yang dihasilkan memiliki ciri  pola hias tersendiri dengan cara menghiasi seluruh bagian tembikar.

Intelektual Gayo, Yusradi usman Al Gayoni, SS., M.Hum memuji langkah Balar Sumut menerbitkan komik dan film animasi tentang  asal muasal Gayo tersebut.

“Dalam bentuk film dan komik publik bisa memehami lebih cepat atas hasil temuan arkeologis tersebut.

Kita menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Pak Ketut dan Balar Sumut yang melakukan penelitian arkeologi di Gayo.

Ini telah membuka jejak kehidupan Gayo prasejarah,” kata Yusradi yang sebelumnya menulis buku “Tutur Gayo” dan pemilik penerbitan Mahara Publishing ini. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved