Bentrok Berdarah Sesama Saudara ke Ranah Hukum, Suasana Desa Mencekam Warga tak Berani ke Luar Rumah
uasana terlihat mencekam pascabentrok berdarah sesama saudara yang terjadi beberapa hari lalu. Warga seperti takut untuk keluar rumah
Suasana Desa Rantau Gedang dan Teluk Rumbia, Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil kini berbeda dari biasanya. Suasana terlihat mencekam pascabentrok berdarah sesama saudara yang terjadi beberapa hari lalu. Warga seperti takut untuk keluar rumah.
BENTROK berdarah sesama saudara di hutan kawasan Lae Treup, Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil, sepertinya akan lanjut ke ranah hukum. Hingga hari ketiga pascakejadian, kedua belah kubu yang bertikai belum terlihat ada upaya untuk menyelesaikan permasalahan melalui jalan damai, meski kedua belah pihak masih memiliki hubungan kekeluargaan.
Alasan kasus berdarah itu diserahkan ke ranah hukum karena jatuhnya korban nyawa. "Info terakhir, kayaknya lanjut ke ranah hukum, karena adanya kematian dari keluarga sebelah," kata Penjabat Keuchik Rantau Gedang, Irwansyah Rizal, yang warganya meninggal dalam bentrok tersebut, Jumat (13/8/2021).
Sementara itu, informasi lain menyebutkan, sejak bentrok terjadi tiga hari lalu, suasana di Desa Rantau Gedang dan Teluk Rumbia, yang merupakan tempat tinggal para pihak yang bertikai terasa mencekam. Terutama pada malam hari, jarang warga berani ke luar rumah.
Jika ada yang terpaksa harus ke luar rumah, seperti buang hajat ke kamar mandi yang lokasinya di pinggir sungai, warga tidak berani sendirian. Begitu juga warga yang ingin masuk ke dua desa terpencil itu, sementara hanya dilakukan pada siang hari.
Sebagaimana diketahui, bentrok maut itu tidak hanya menimbulkan korban nyawa, tetapi juga banyak yang mengalami luka-luka. Perkelahian terjadi antar sesama saudara yang melibatkan 8 orang, terdiri dari ayah, menantu, dan kakak beradik.
Perkelahian diperkirakan terjadi cukup sengit. Selain menggunakan parang, para pelaku juga menggunakan kayu sebagai senjata. Salah satu korban yang meninggal dunia, Eko Handayani, diketahui tidak hanya terluka akibat sabetan benda tajam, tetapi juga ada bekas hantam benda tumpul di bagian belakang kepala. Luka bekas pukulan kayu juga diderita Awaludin, kakak dari Eko Handayani. Tulang tangannya remuk terkena pukulan kayu.
Informasi lain juga menyebutkan korban luka empat orang. Sebelumnya diketahui hanya tiga. Korban luka tersebut Bangun Angkat dan Andi Syahputra yang dirujuk ke salah satu rumah sakit di Banda Aceh. Korban luka lainnya adalah Kamilin dan korban luka terakhir yang diketahui belakangan adalah Awaludin, tangannya remuk terkena benda tumpul.
Dalam penelusuran Serambi, juga terungkap bahwa lokasi perkelahian maut di hutan kawasan Lae Treup itu masuk dalam Suaka Margasatwa Rawa Singkil.
Suaka Margasatwa Rawa Singkil sesungguhnya merupakan kawasan terlarang menabang pohon. Namun di situlah lapak atau anca penebangan kayu pelaku perkelahian yang berujung kematian.
Penjabat (Pj) Keuchik Rantau Gedang, Kecamatan Singkil, Irwansyah Rizal, mengatakan penyebab saling bacok menggunakan senjata tajam itu diduga kuat karena perebutan lokasi pengambilan kayu.
Irwansyah menceritakan, di dalam hutan ada satu lokasi pengambilan kayu yang jalan masuknya dari sungai kecil Lae Treup ke dalam hutan. Warga setempat menyebut lokasi pengambilan kayu sebagai lapak atau anca.
Menurut Irwansyah Rizal, pertikaian ini terjadi akibat saling klaim lapak tersebut. Eko Handayani (korban meninggal dunia) disebut-sebut yang membuka jalan menuju ke lokasi lapak. Sedangkan di pihak lain, Bangun Angkat, (korban luka parah) juga membuka jalan dari sisi lain.
Ternyata titik lokasi kayu yang mereka temukan sama. Inilah yang menjadi biang perseteruan Eko dengan Bangun Angkat. Puncaknya dimulai ketika Bangun Angkat menebang kayu dari lokasi perseteruan.
Pada hari kejadian perkelahian, sebut Irwansyah, kayu yang ditebang Bangun Angkat, dibelah oleh Eko Handayani. "Almarhum Eko membelah karena merasa kayu yang ditebang Bangun Angkat berada di lapaknya," kata Irwansyah Rizal.