Nasihat Tgk Ahmad Dewi, Bintang Film Chips, Hingga Joe Biden
Sosok almarhum Tgk Ahmad Dewi, penceramah kondang Aceh pada era 1980-an, memiliki tempat istimewa
Kisah Putra Aceh di Amerika (2-Habis)
Modal penting yang harus dimiliki oleh seseorang yang ingin merantau adalah memiliki sikap dan karakter yang baik dan jujur.
Sosok almarhum Tgk Ahmad Dewi, penceramah kondang Aceh pada era 1980-an, memiliki tempat istimewa dalam kisah perjalanan hidup Ibrahim Berdan di perantauan. Beberapa nasihat dari sang dai berperan besar mengantar putra kelahiran Idi Cut Aceh Timur ini, hingga menjadi warga negara adidaya, Amerika Serikat.
Pria yang akrab disapa Bang Bram ini bercerita, saat dirinya sekolah setingkat SMP di Idi Cut, dalam sebuah kesempatan almarhum Teungku Ahmad Dewi secara khusus mengajarkan sebuah rahasia kepadanya, yaitu tentang menatap mata lawan bicara. Ini akan efektif untuk mengetahui orang itu sedang berkata jujur atau berbohong.
Hingga pada suatu ketika, Teungku Ahmad Dewi menegur Ibrahim Berdan yang terus-terusan menatap matanya ketika dia sedang berbicara dalam sebuah majelis. “Hai Ibrahim, kepeu kakalon mata long, geukheun le almarhum. Lon suot, tapi uroe nyan neupeugah neuyue kalon lam mata. Hai nye, tapi kon lam mata long (Ibrahim, kenapa kamu menatap ke mata saya, kata almarhum. Saya jawab, tapi hari itu teungku suruh menatap mata lawan bicara. Iya, tapi bukan mata saya),” kisah Bang Bram dalam bahasa Aceh yang masih sangat fasih.
Selain itu, lanjut Ibrahim, ada beberapa rahasia lain yang diajarkan Tgk Ahmad Dewi dan kemudian terbukti sangat bermanfaat baginya saat berada di rantau orang. Untuk diketahui, Ibrahim Berdan sudah 31 tahun menetap di Amerika, tapi masih sangat fasih berbicara dalam bahasa Aceh.
Bang Bram juga mengatakan, modal penting yang harus dimiliki oleh seseorang yang ingin merantau adalah memiliki sikap dan karakter yang baik dan jujur. Menurutnya, sifat jujur dan dopan ini membuat segala urusan menjadi mudah. "Ini memang sudah saya rasakan sendiri. Ketika kita sopan dan berkarakter baik, seperti jujur dan menjaga sikap, segala urusan kita menjadi mudah, karena kita sopan, orang lain merasa senang," ungkap Bang Bram.
Bertemu tokoh
Selama tinggal di Amerika Serikat, Bang Bram sudah bertemu dengan tokoh-tokoh besar, seperti Joe Biden yang saat ini menjadi sebagai Presiden Amerika Serikat, sampai bintang film Chips Erik Estrada. Chips adalah serial paling terkenal pada tahun 1980-an.
"Watee meureumpok ngen Tgk Erik Estrada, lon kheun, meunyo mantong muda lon ikot droen, untuk lap-lap sipatu droen. Disuot le Erik, meunyo lon mantong muda syit, pane lap sipatu, di likot honda lon laju droen tameuen film Chips. Man kiban tapeugot, tanyoe ka sama-sama tuha. Hahaha
(Waktu bertemu Erik Estrada saya bilang kalau masih muda saya akan ikut dia, meski hanya jadi tukang semir sepatunya. Kemudian dia bilang, jika dia juga masih muda akan diajak naik di belakang motornya, untuk main film bareng. Tapi apa boleh buat, sekarang kita sama-sama tua, hahaha,” ungkap Ibrahim menceritakan pertemuannya dengan Erik Estrada.
Ditawan tentara AS
Ibrahim Berdan bercerita, ada beberapa peristiwa yang saling berkaitan dengan takdirnya hingga kemudian menetap dan menjadi Warga Negara Amerika Serikat.
Pertama sekali, ayahnya, yakni Berdan, pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia direkrut oleh tentara Jepang sebagai bagian dari pasukan yang akan dipersiapkan untuk memerdekakan Indonesia dari penjajahan Belanda. Hingga pada suatu ketika, Berdan bersama pasukan yang dilatih Jepang dari Aceh mendapatkan tugas patroli di laut Selat Malaka.
Nahas, pasukan ini bertemu dan terlibat perang dengan pasukan marinir Amerika. Beberapa dari mereka menjadi tawanan, termasuk Berdan, ayah dari Ibrahim. Oleh marinir Amerika, para tawanan ini dikirim dan ditahan di penjara di Pulau Nicobar India.
Hingga 17 tahun kemudian, setelah Indonesia merdeka, Berdan dipulangkan sebagai bagian dari penukaran tahanan perang. “Meunyo hana dibom hiroshima le Amerika, mungkin lon hana lahe di Aceh, tapi lahe di India (jika tidak ada peristiwa bom Hiroshima (yang membuat Jepang menyerah kepada sekutu) mungkin saya tidak lahir di Aceh, tapi lahir di India,” kata Ibrahim kembali tertawa lebar.
Peristiwa kedua yang juga terkait dengan Ibrahim dan Amerika terjadi setelah dirinya menikah dengan Malika, warga Amerika Serikat. “Ternyata ayah tuan lon bekas marinir Amerika yang pernah tugas di kawasan Samudra Hindia dan Asia Pasifik. Watee gaknyan tugas, kira-kira rap saban watee ngen ayah lon jidrop dan ditheun di Nicobar Island. Lam hate lon, sang na roh gaknyan yang drop ayah lon.
(Ternyata mertua saya mantan marinir Amerika yang pernah bertugas di kawasan Samudra Hindia dan Asia Pasifik. Ketika beliau bertugas di sana, kira-kira sama waktunya ketika ayah saya ditangkap dan ditahan di Pulau Nicobar. Dalam hati saya, jangan-jangan beliau ikut dalam pasukan yang menangkap ayah saya),” ibrahim kembali tergelak mengenang kisah itu.
“Tapi hana lon tanyong bak beliau, takot hana mangat eunteuk. Lom pih, nan jih teungoh prang, pane teuingat geuh soe-soe yang geudrop (tapi tidak saya tanya kepastiannya ke beliau, takut nanti jadi enggak enak. Lagi pula, namanya keadaan perang, mana mungkin beliau ingat siapa-siapa yang ditangkap),” kata Ibrahim menjawab pertanyaan apakah kemudian dia mengklarifikasikan penangkapan ayahnya kepada mertuanya.
Bagi Ibrahim, cerita-cerita tersebut, mulai dari kisah ayahnya ditangkap marinir Amerika, ceramah Tgk Ahmad Dewi, pernikahannya dengan Elizabeth yang kini bernama Malika, hingga pertemuannya dengan Erik Estrada dan Joe Biden, bukanlah sebuah kebetulan, melainkan sudah menjadi takdir yang digariskan Allah Subhanahuwata’ala.
“Allah sudah mengatur rezeki setiap hamba-Nya, kita hanya perlu menjemputnya,” pungkas Ibrahim Berdan di akhir dialog yang berlangsung lebih dari satu jam itu.(syamsul azman/nal)