Lembaga Wali Nanggroe
Masyarakat Aceh Diminta Perkuat Lembaga Wali Nanggroe
LWN merupakan sebuah lembaga kekhususan di Aceh yang tercantum dalam MoU Helsinki dan Undang-undang Pemerintah Aceh atau UUPA...
Penulis: Subur Dani | Editor: IKL
Masyarakat Aceh Diminta Perkuat Lembaga Wali Nanggroe
Laporan Subur Dani | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Masyarakat Aceh beserta unsur pemerintahan baik eksekutif dan legislatif, diminta agar terus memperkuat keberadaan Lembaga Wali Nanggroe (LWN) Aceh.
LWN merupakan sebuah lembaga kekhususan di Aceh yang tercantum dalam MoU Helsinki dan Undang-undang Pemerintah Aceh atau UUPA.
Hal itu disampaikan oleh Dr H Taqwaddin Husin SH SE MS selaku penulis buku Kapita Selekta Hukum Adat Aceh dan Qanun Wali Nanggroe bersama Eka Januar, M.Soc. Sc, Dosen Ilmu Politik FISIP UIN Ar-Raniry, dalam podcast yang diselenggarakan oleh Hurriah Foundation dan Serambi Indonesia, Rabu (13/10/2021).
Podcast itu dipandu oleh Jurnalis Serambi Indonesia, Subur Dani. Kedua narasumber yang hadir di Studio Serambi FM itu, tak menampik bahwa selama ini LWN dipandang belum menunjukkan tugas dan fungsi sebagaimana diatur dalam Qanun Lembaga Wali Nanggroe.
Baca juga: Menatap Balik Kekelaman Qanun Jinayat; Cabut atau Terus?
Baca juga: Libur Maulid Nabi Digeser, ASN Dilarang Cuti dan Bepergian ke Luar Kota pada Tanggal Berikut
Padahal, secara aspek yuridis sebagaimana diatur qanun, LWN punya tugas, fungsi, peran dan wewenang yang cukup kuat, berjalan beriringan dengan sistem pemerintahan di Aceh. “Namun ini belum terwujud, tentu ada beberapa persoalan yang menyebabkan hal itu terjadi.
Salah satunya tentu soal eksistensi, juga terkait soal independensi,” kata Eka Januar,M.Soc.Sc. Dia menguraikan, sebenarnya secara sosok, Wali Nanggroe, Tgk Malik Mahmud Alhaythar adalah Wali Nanggroe masyarakat Aceh.
Namun secara latar belakang, terkesan Wali Nanggroe milik sekelompok orang. “Saya yakin, beliau ini merasa dimiliki oleh masyarakat Aceh pada umumnya, tapi itu tadi beliau juga dimiliki oleh sekelompok orang.
Ini salah satu persoalan yang kemudian menyebabkan eksistensi Wali kurang yang berimplikasi pada perannya,” kata Eka. Eka mengatakan, peran Wali Nanggroe di Aceh secara aspek historis cukup besar sejak masa kesultanan.
Sebenarnya, konsep awalyang diatur dalam Qanun Nomor 8 Tahun 2012 juga demikian. “Namun seiring perjalanannya, implementasi semua konsep dalam qanun sejak awal hingga revisi qanun ini sulit berjalan karena berbagai persoalan tadi,” kata Eka.
Oleh karena itu, dia meminta masyarakat Aceh dan pemerintah ke depan untuk sama-sama memperkuat kembali LWN. “Kita ingin Lembaga Wali Nanggroe ini menunjukkan eksistensi sebagaimana diatur dalam qanun, karena lembaga ini adalah kekhususan kita dan tidak boleh dibubarkan,”ujarnya.
Baca juga: Kronologi Polisi Banting Mahasiswa saat Demo di Tangerang, Begini Kondisi Terkini Korban
Baca juga: Sejumlah Pejabat Polresta Banda Aceh dan Jajaran Dilantik, Ini Pesan Kapolresta Saat Pelantikan
Eka menjelaskan, agar LWN berfungsi sebagai mestinya, ke depan harus ada aturan jelas terkait itu, dan harus bisa diterima oleh semua kalangan. “Kemudian support system harus didukung oleh semua pihak.
Selanjutnya konsolidasi harus merangkul semuanya, harus konsolidasi. Dan terkahir, tentu harus independensi,” ujar Eka. Sementara itu, Dr H Taqwaddin Husin SH SE MS mengatakan, LWN harus terus eksis karena merupakan ikon Aceh sejak dulu dan diperkuat kembali setelah damai.
Bahkan, kata Taqwaddin, keberadaan LWN di Aceh cukup dikagumi oleh masyarakat internasional. “Ada beberapa pihak yang datang ke Aceh karena ingin belajar dari Lembaga Wali Nanggroe, terutama dari Wali Nanggroe sendiri,” katanya.
Taqwaddin menyebutkan, salah satu cara memperkuat LWN di Aceh adalah dengan cara mempertimbangkan anggaran yang cukup. “Anggaran yang kita lihat sekarang belum memihak kepada wali nanggroenya, anggaran yang layak yang berwibawa dan efektif,” pungkas Taqwaddin. (*)