Kemenag Upayakan Biaya Umrah Turun
Kementerian Agama (Kemenag) akan mengupayakan agar biaya minimal paket perjalanan ibadah umrah bagi calon jamaah asal Indonesia
JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) akan mengupayakan agar biaya minimal paket perjalanan ibadah umrah bagi calon jamaah asal Indonesia di tengah pandemi Covid-19 bisa kurang dari Rp 26 juta. Berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 777 Tahun 2020, biaya referensi penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah (BPPIU) di masa pandemi ditetapkan sebesar Rp 26 juta. Peraturan itu diteken oleh Menteri Agama 2019-2020, Fachrul Razi, pada 16 Desember 2020 lalu.
”Mungkin biayanya agak sedikit lebih murah (dari sebelumnya Rp 26 juta),” kata Kepala Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Kemenag, Noer Alya Fitra, di Hotel Ochardz, Jakarta, Selasa (19/10/2021).
Sampai saat ini, Kemenag masih menggodok biaya minimal paket umrah tersebut dengan sejumlah pihak. Dengan adanya sejumlah kebijakan pelonggaran di masa pandemi, harga berpeluang mengalami penurunan. ”Memang saat itu dibahas secara bersama, poin per poin, akomodasi berapa, maskapai penerbangan berapa, termasuk biaya karantina," kata dia.
Noer mengakui, pandemi Covid-19 sudah berimbas pada kenaikan biaya referensi umrah sekitar 30 persen pada 2020 lalu. Namun, ia menyatakan kemungkinan besar biaya referensi umrah saat ini masih bisa berubah lagi.
Noer menjelaskan, faktor yang bisa membuat penurunan biaya umrah karena karantina jamaah akan memanfaatkan asrama Asrama Haji milik Kemenag. Sementara itu, biaya umrah saat ini masih mempertimbangkan penggunaan hotel untuk karantina. Karenanya, harga umrah yang kini sedang digodok akan lebih terjangkau karena diupayakan tidak karantina di hotel.
Faktor lain yakni soal durasi karantina yang lebih pendek. Sebelumnya, paket umrah dihitung dengan masa karantina delapan hari di Indonesia dan tiga hari selama tiba di Arab Saudi. "Tapi, kalau sekarang ini misalnya ada di asrama selama lima hari. Namun PCR yang agak banyak. Tapi, kami akan melakukan pembahasan bersama dengan asosiasi untuk mendapatkan berapa biaya yang paling realistis terkait referensi biaya umrah," tambahnya.
Kemenag sendiri melalui Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) sudah berdiskusi dengan asosiasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) terkait penyelenggaran ibadah umrah di masa pandemi. FGD itu dihadiri Dirjen PHU Hilman Latief beserta jajarannya, Kapuskes Haji Kemenkes bersama Koordinator pada Direktorat Surveilance dan Karantina Kesehatan. Sementara dari Asosiasi hadir perwakilan Himpuh, Asphurindo, Amphuri, Kesthuri, Sapuhi, Ampuh, Gapura, dan Asphuri.
Hilman mengatakan, penyelenggaran ibadah umrah selama ini diselenggarakan PPIU, sehingga Kemenag perlu berdiskusi dengan mereka merumuskan skema penyelenggaraan ibadah umrah di masa pandemi. “Pertemuan ini menyepakati bahwa gelombang awal ibadah umrah di masa pandemi akan memberangkatkan para petugas PPIU dengan syarat sudah divaksin dosis lengkap dengan vaksin yang diterima otoritas kesehatan Arab Saudi," ujar Hilman. ”Kesepakatan lainnya, PPIU yang berencana memberangkatkan agar segera menyerahkan data jamaahnya kepada Ditjen PHU,” sambungnya.
Pemerintah dan PPIU juga sepakat pemberangkatan dan pemulangan jamaah umrah dilakukan satu pintu melalui Asrama Haji Pondok Gede atau Bekasi. Nantinya, jamaah umrah akan menjalani karantina di Asrama Haji Pondok Gede atau Bekasi sebelum dan sesudah keberangkatan.
Terkait aturan karantina itu, Inisiator Perkumpulan Travel Umrah Haji Indonesia (Patuhin) Muhammad Dawood sempat menyampaikan keberatannya. Dawood menolak rencana pemerintah menerapkan sistem umrah satu pintu. "Kami menolak umrah satu pintu dan karantina sebelum berangkat tiga hari, dan pulang lima hari," ujar Dawood di Jakarta, Selasa (19/10/2021).
Menurutnya, Kemenag lebih baik menyerahkan masalah keberangkatan jamaah kepada biro travel atau PPIU. Penerapan karantina, menurut Dawood, akan menimbulkan biaya tambahan yang dapat membebankan para jamaah. "Bebankan saja kepada kami, kalau misalkan ada salah beri sanksi saja," tuturnya.
Dawood juga mempertanyakan kebijakan karantina bagi jamaah umrah dari Indonesia. Pasalnya, menurut Dawood, Pemerintah Arab Saudi sudah melonggarkan kegiatan warganya dengan tidak ada lagi jaga jarak ketika berada di dalam ruangan dan acara keramaian lainnya. "Dalam hal ini kita minta pertimbangan Ditjen PHU bagaimana caranya melobi Kerajaan Arab Saudi. Jamaah Indonesia diwajibkan karantina, sementara negara lain kok enggak harus ribet," katanya.
Meski begitu, Dawood mempersilakan jika pemerintah hendak melakukan simulasi terhadap pelaksanaan umrah. Namun ia meminta simulasi dilakukan kepada Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). "Simulasi untuk PPIU tak apa-apa, tapi tidak untuk jamaah," tutur Dawood. (tribun network/fah/dod)