Jurnalisme warga

Belajar Merangkai Kata dan Mencerap Motivasi Menulis

Hai sahabat, pecinta literasi di rubrik Jurnalisme Warga Serambi Indonesia. Kali ini saya mereportase kegiatan literasi

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Belajar Merangkai Kata dan Mencerap Motivasi Menulis
For Serambinews.com
MUHAMMAD KHALIS AL-GHAZIE, Santri Kelas VIII B SMP-IT Nurul Fikri Boarding School Aceh (NFBSA), melaporkan dari Aceh Besar

OLEH MUHAMMAD KHALIS AL-GHAZIE, Santri Kelas VIII B SMP-IT Nurul Fikri Boarding School Aceh (NFBSA), melaporkan dari Aceh Besar

Hai sahabat, pecinta literasi di rubrik Jurnalisme Warga Serambi Indonesia. Kali ini saya mereportase kegiatan literasi.

Seperti kebanyak orang dan santri, saya memiliki banyak hobi, antara lain, mendengar kajian keislaman. Biasanya, saya kerap mengunyah kajian Ustaz Hanan Attaki via YouTube.

Alasannya, ia ustaz yang termasuk kekinian, gayangnya milenial, tapi pemahaman agamanya sangat mendalam dan tidak mengabaikan tatanan sosial.

Baca juga: Forum Mahasiswa Aceh Dunia Gelar Menulis Cerdas Era 4.0 Secara Virtual

Hobi yang lama terpendam dalam diri saya adalah menulis.

Awalnya, saya tidak tahu teknik dan dari mana memulainya, sehingga jadi sebuah karya tulis yang layak dikonsumsi. Kebetulan, di sekolah saya, SMP-IT mengadakan kegiatan ekstrakurikuler, salah satunya belajar menulis.

Program ini, menurut saya, sangat cocok dan ini juga impian saya sejak SD.

Baca juga: Universitas BBG Banda Aceh Bekerja Sama dengan FAMe Latih 100 Mahasiswa Menulis

Awalnya, saya ikut kelas menulis saat masih kelas 1 SMP, bertepatan pada awal masuk sekolah, medio  2019. Jujur, saya tergolong awam dalam dunia menulis

Bahkan tak pernah merangkai satu paragraf pun yang pantas diklaim sebagai karya sendiri.

Namun saya memiliki cita-cita besar untuk menciptakan sebuah karya tulis atas dasar ide dan kreativitas sendiri.

Seperti banyak penulis terkenal, yang bukunya membanjiri pasar Indonesia dan digemari bermacam kalangan, tentu mereka memiliki motivasi dan nilai tersendiri.

Baca juga: Profil Pangdam IM Mayjen TNI Muhammad Hasan, Piawai Menulis dan Pernah Ingin Jadi Wartawan

Bagi saya, motivasi menulis yang membuat hati bergetar adalah ungkapan Abu Teuming, guru menulis perdana yang kini masih aktif menebar ilmu tentang menulis.

Ia pernah berucap, pemain bola, saat memasuki masa tua, tak sanggup lagi berlari, tidak lincah, energinya turun drastis, bahkan terbaring sakit, sehingga tak layak lagi main bola, meskipun ia bintang lapangan.

Sang guru menulisku ini membandingkan dengan seorang penulis bahwa walaupun usianya tua, penulis sudah pasti masih mampu menghasilkan karya tulis.

Baca juga: Mahasantri Juara Lomba Menulis di Ma’had Aly Babussalam Terima Hadiah Kitab Tgk Syiah Kuala

Bahkan, dalam keadaan sakit terkadang bisa menulis.

Di penjara pun penulis bisa mengurai pena.

Ini keuntungan menulis, menurut Abu Teuming.

Nah! Kata-kata tersebut yang memotivasi saya untuk belajar menulis.

Baca juga: Mahasiswa USK & Siswi di Lhokseumawe Juara I Lomba Menulis Artikel Ilmiah Se-Aceh, Ini Para Pemenang

Pernyataan ini muncul sebab ada tiga ekstrakurikuler yang dibuka di Nurul Fikri ketika itu, yaitu olahraga, menulis, dan tilawah.

Mayoritas santri memilih olahraga, minim sekali yang tertarik ikut belajar menulis.

Saya merasa tak salah pilih, mendalami ilmu literasi ini, apalagi banyak idola saya adalah penulis. Salah seorang idola saya di dunia menulis adalah Tere Liye.

Dia penulis profesional, banyak bukunya yang diterbitkan hingga sekarang.

Tak diragukan, banyak remaja dan orang dewasa, termasuk saya, gemar membaca buku penulis ternama itu lantaran sangat menyentuh.

Setelah mengunyah beberapa buku Tere Leye, lahir lagi semangat saya untuk menulis.

Baca juga: Puluhan Mahasiswa Unimal Ikut Pelatihan Menulis Siaran Pers 

Entah menulis buku atau hanya sekadar artikel ringan.

Karena itu, saya konsisten mengikuti tahapan belajar saat di kelas.

Pada awalnya, kami masuk kelas menulis dua kali tatap muka dalam seminggu guna memeras kemampuan.

Selanjutnya, baru diadakan semingu sekali yang dibimbing secara perlahan oleh guru menulis, Abu Teuming yang juga pegiat Forum Aceh Menulis (FAMe).

Baca juga: Ini Daftar Juara Lomba Menulis Hari Santri yang Diselenggarakan Rabithah Thaliban Aceh

Hampir tiada pertemuan yang tak diawali dengan motivasi, bahkan santri diajari tip menulis dengan baik dan menarik.

Setelah beberapa pertemuan, kawan saya, Husni Labib, karyanya menembus media cetak, Serambi Indonesia.

Saya ingin seperti dia, ada karya tulis.

Seratusan mahasiswa dan mahasiswi Universitas Bina Bangsa Getsampena (UBBG) Banda Aceh ikut latihan menulis di aula universitas itu, Senin (22/11/2021). Pelatihan perdana ini dibuka resmi Rektor UBBG, Dr Lili Kasmini MSi. Pelatihan serupa akan dilanjutkan setiap Rabu di kampus tersebut atas kerja sama UBBG dengan Forum Aceh Menulis (FAMe).
Seratusan mahasiswa dan mahasiswi Universitas Bina Bangsa Getsampena (UBBG) Banda Aceh ikut latihan menulis di aula universitas itu, Senin (22/11/2021). Pelatihan perdana ini dibuka resmi Rektor UBBG, Dr Lili Kasmini MSi. Pelatihan serupa akan dilanjutkan setiap Rabu di kampus tersebut atas kerja sama UBBG dengan Forum Aceh Menulis (FAMe). (For Serambinews.com)

Akhirnya, optimis mendalami ilmu menulis dan kalimat yang kerap menganga adalah semua orang bisa membaca dan tidak semua orang bisa menulis.

Meski sudah menekuni, saya sulit membedakan tema dan judul. Lambat laun, pemahaman semakin mantap, sehingga membuahkan hasil perdana, judulnya Cara Santri Nurul Fikri Memuliakan Guru.

Tulisan ini sesuai keadaan saat berlangsung momen Hari Guru di sekolah. Lebih kurang, dua minggu rampung ditulis, itu merupakan waktu yang sangat lama untuk tulisan yang hanya seribu kata.

Para pemenang lomba
 
 
 
Para pemenang lomba       (For Serambinews.com)

Seorang penulis pemula wajib pantang menyerah, karena banyak tantangan yang harus dilewati

Seperti kesulitan menemukan ide dan pembuangan kata bahkan kalimat saat proses pengeditan.

Sebenarnya, semua yang dilihat, dirasa, dan dipikirkan bisa dijadikan tulisan, seperti menceritakan tentang sebuah bangunan dan tempat wisata.

Langkah awalnya adalah menggali informasi, apa pun yang ada kaitan dengan tema dan ide.

Kini menulis telah jadi rutinitas saya, walau dirasa masih minim kualitas. Paling tidak saya telah berupaya meniru tradisi ulama Aceh tempo dulu, menulis kitab.

Agar motivasi menulis tetap bertahan, maka tertanam dalam diri saya kalimat; tetap semangat walaupun banyak saingan dalam dunia menulis.

Karena, tujuan saya menulis bukan untuk bersaing, tapi untuk membuktikan saya pernah hidup.

Selain menulis, saya suka membaca buku seperti ensiklopedi dan cerita fiksi lainnya. Sebagai penulis idola saya, sudah lebih dari 40 judul buku Tere Liye yang saya baca.

Mulai dari yang berepisode, maupun yang sekali tamat. Biasanya, saya membaca satu buku lebih kurang tiga hari, kadang hanya dua hari.

Di sekolah, kami memulai kegitan menulis setiap Senin pukul 14.00 hingga 16.00 WIB. Pada momen itu, kami diberikan arahan sebelum menulis.

Ada banyak sekali motivasi yang diberikan, itu merupakan cara agar kami tidak menyerah dalam mengurai kata.

Pada awal belajar menulis, kami hanya dituntut untuk mendeskripsikan suatu benda, seperti sepatu, android, dan aqua menjadi beberapa paragraf.

Bila hanya mampu menulis dua atau tiga paragraf, guru mengajari teknik mengembangkan tulisan, bahkan mencapai 10 hingga 15 paragraf.

Guru menulis saya selalu berpesan, menulis itu membutuhkan pengetahuan luas. Selain itu, harus tahu bahwa menulis perlu bahan, yaitu membaca.

Lewat membaca, bisa lebih banyak kita temukan kosakata baru dan akan memudahkan saat menulis.

Bisa juga membubuhkan kata kiasan agar tulisan lebih menarik dan pembaca tidak suntuk.

Sekarang sangat banyak ditemui orang yang menulis menggunakan kata-kata kiasan, seperti kreator quotes yang dapat dilihat di media sosial.

Dulu, sebelum bersekolah di Nurul Fikri, setiap awal bulan saya selalu ke toko buku untuk membeli beberapa buku bacaan, mulai dari komik Islam hingga beberapa novel.

Sebelum membaca, saya selalu berpikir dan bertanya, mengapa para penulis itu sanggup menulis sebanyak itu.

Baca juga: Hari Santri Nasional 2021, Tradisi Menulis Santri Aceh Harus Dibangkitkan Seperti Ulama Terdahulu

Ini menjadi alasan saya tertarik untuk menulis.

Selain itu, ada juga anak-anak yang sudah bisa menulis seperti beberapa teman SD, bahkan ada karyanya yang sudah diterbitkan.

Penulis teringat saat membaca buku tentang motivasi menulis bahwa karya tulis itu akan abadi atau kekal.

Dulu, saya berpikir bahwa penulis itu tidak memiliki kerjaan lain, tetapi rata-rata penulis itu menulis sebagai hobi, bukanlah sebuah pekerjaan.

Baca juga: Mahasantri Mahad Aly Babussalam Antusias Ikuti Lomba Menulis Dalam Rangka Hari Santri Nasional

Namun, menulis termasuk hobi yang mendatangkan uang, bahkan melebihi dari gaji pekerjaan pokok.

Ada banyak penulis yang memiliki pekerjaan utama, seperti guru menulis kami yang pekerjaannya di kantor pemerintahan, tapi tetap membiasakan menulis.

Ini layak ditiru.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved