Kisah Kang Adi 35 Tahun Jadi Pengamen, Bentuk Yayasan Untuk Menampung dan Sekolahkan Anak Jalanan
Yayasan itu didirikan, Adi Supriyadi atau akrab disapa Kang Adi, seorang pria yang sudah 35 tahun menjadi anak jalanan dan mengamen
Penulis: Jafaruddin | Editor: Muhammad Hadi
Laporan Jafaruddin I Lhokseumawe
SERAMBINEWS.COM,LHOKSEUMAWE – Jurnalis peserta Program Fellowship Jurnalisme Pendidikan (FJP) Batch III, yang berasal dari Aceh (Serambi Indonesia) provinsi lainnya di tanah air disuguhi penampilan anak-anak jalanan menyanyikan lagu berjudul “Laskar Pelangi, melalui Zoom Meeting.
Lagu yang menginspirasi untuk tetap berusaha hidup walaupun hidup dengan kekurangan, dinyanyikan anak-anak jalanan dengan ceria dan penghayatan.
Mereka adalah anak-anak jalanan yang tidak diketahui orangtuanya, kemudian ditampung oleh Yayasan Secerah Anak Negeri Jaya (SENJA) Cibinong, Kabupaten Bogor.
Yayasan itu didirikan, Adi Supriyadi atau akrab disapa Kang Adi, seorang pria yang sudah 35 tahun menjadi anak jalanan dan mengamen.
Adi dihadirkan sebagai narasumber untuk menyampaikan materi dengan judul “Inklusi Pendidikan: Inisiatif Bersama Membuka Akses Pendidikan Bagi Seluruh Anak Bangsa,”.
Narasumber kedua dengan judul tersebut, Kepala Sekolah SD Juara Jakarta Selatan, Syamsinar SPd, perempuan kelahiran Aceh.
Baca juga: Rahmat Maulizar Terobos Pedalaman Aceh agar Anak Bibir Sumbing Dapat Tersenyum
Selain itu juga tampil narasumber ketiga, Head of CSR and Corporate Communication PT Paragon Technology and Innovation, Suci Hendrina.
SD Juara Jakarta Selatan dan Yayasan Cibinong adalah satu, dari banyak lembaga di tanah air yang mendapat perhatian dari PT Paragon Technology and Technology.
"Saya ini adalah mantan anak jalanan, sudah 35 tahun saya mengamen," ujar Adi mengawali kisahnya mendirikan Yayasan Senja.
Namun, adi mengaku dirinya mengamen bukan untuk mencari uang, tapi mencari jati dirinya.
Saat menjadi anak jalanan tersebut Adi banyak mengamati kehidupan anak jalanan yang lainnya, hidup terlunta-lunta tak tentu arah di berbagai sudut Kota di Bogor dan sekitarnya.
"Saya prihatin dengan anak jalanan, ada yang dibunuh, dirudapaksa, ditabrak kendaraan. Akhirnya saya membuat sebuah wadah yang diberi nama Terjal (Terbuang di Jalanan)," ungkapnya.
Komunitas tersebut didirikan sebagai wadah untuk menampung anak-anak jalanan.
Dalam wadah tersebut, Adi mengajarkan anak-anak tersebut membaca, menulis dan menghitung, musik dan juga nilai-nilai dalam kehidupan.
Namun, suatu ketika, saat seorang anak binaannya mengalami sakit dan harus dirawat di Rumah Sakit.
Baca juga: Kisah Warga Lari Selamatkan Diri Saat Gunung Semeru Meletus, Saat Erupsi Seperti Kiamat
Saat itu Adi mengalami kesulitan, uang dimilikinya dari hasil mengamen tidak mencukupi untuk membayar biaya pengobatan.
Karena tak sanggup membayar biaya pengobatan terjadi keributan, dirinya dengan Satpam.
Karena anak-anak tersebut belum memiliki kartu identitas, tapi di sisi lain, menurut Adi anak-anak tersebut harus diperhatikan negara.
“Saya marah-marah sampai ribut dengan satpam, karena tak sanggup membayar biaya pengobatan anak jalanan," ucapnya.
Saat keributan tersebut, tiba-tiba kata Adi, seorang ibu-ibu yang tidak dikenal membawanya ke parkiran. Ibu itu tidak menyebutkan namanya.
"Ibu itu memberikan uang, kemudian bilang ke saya, tolong dibikin Yayasan biar mencari uang lebih mudah (untuk anak-anak jalanan)," ungkap Adi yang mengaku sudah yatim/piatu sejak kecil.
Kemudian, uang yang diberikan ibu tidak dikenal tersebut, dijadikan Adi membuat Yayasan Senja. Kini Yayasan yang didirikannya itu sudah 12 tahun menampung anak-anak jalanan.
Adi juga sempat mengisahkan salah satu nasib anak jalanan yang ditampungnya itu hendak dijual oleh orangtuanya Rp 20 juta.
Namun, karena tidak ada yang membelinya karena kondisi pandemi, kemudian dibuang.
“Orangtuanya broken home(pisah), seperti itulah kehidupan anak-anak jalanan tersebut, kemudian kita tawarkan untuk kita tampung di Yayasan Senja,” ungkap Adi.
Baca juga: BERITA POPULER - Asmaul Husna Tak Mau Dicap Anak Durhaka, Toke Awi Mundur, Ada Pemutihan Pajak
Ketua Yayasan Senja tersebut setelah mendirikan yayasan bertemu dengan orang-orang baik, salah satunya adalah PT Paragon yang memberikan bantuan, seperti pembangunan tempat berkumpul anak jalanan.
Adi juga mengisahkan pelbagai masalah yang ditemukan saat membina mereka, kemudian saat pengurusan kartu identitas seperti akta kelahiran untuk kebutuhan administrasi.
“Sulit sekali berhadapan dengan birokrasi di negara kita,” ungkap Adi. Namun pria tersebut mengaku tetap sabar.
Saat ini sekitar 22 anak jalanan disekolahkan oleh yayasan yang didirikannya dari 130 anak jalanan yang ditampungnya itu.
Bahkan, anak-anak jalanan yang sudah selesai sekolah, ada yang sudah menjadi guru, kemudian membuka usaha dan ada juga yang sudah bekerja.
Menurut Adi, mereka adalah anak-anak yang baik, yang selama ini tidak mendapat perhatian dari orang tuanya.
Kendati mereka banyak yang bandel, tapi Adi mengaku sangat memakluminya, karena mereka anak jalanan, tidak ada yang memberi pendidikan untuk mereka.
Adi juga mengaku selalu dapat mengatasi terhadap persoalan yang ditemui dalam pembinaan anak jalalan.
“Karena saya sendiri anak jalanan, jadi saya tahu cara persoalan mereka dan cara menyelesaikan,”
"Bagi saya, mereka anak yang baik, tidak mengemis dan mengamen juga sudah menjadi keberhasilan. Mereka mau sekolah juga sudah menjadi prestasi," ujar Adi,.
Baca juga: Jenazah Prajurit Kodam IM yang Gugur di Papua Tiba di Aceh, Langsung Dibawa Pulang Ke Simeulue
Karena hanya dengan pendidikan, anak-anak jalanan tersebut akan bisa maju dan kembali kepada masyarakat. Untuk itu, perlu perhatian serius dari pemerintah.
Karena sebenarnya mereka juga tidak ingin menjadi penemis. Menjadi pengememis itu dilakukan hanya untuk melangsungkan hidup.
Sementara itu, Kepala SD Swasta Juara Jakarta Selatan dalam kesempatan itu memberikan testimoninya.
Saat ini lembaga yang dipimpinnya sudah meluluskan sembilan angkatan, sejak beroperasi mulai 2009 hingga sekarang.
Perempuan kelahiran Aceh ini menyebutkan, sekolah yang dipimpinnya ini mempunyai konsep memberikan mutu pendidikan dan pendidikan berakhlak, bukan hanya untuk kalangan menengah ke atas saja, tapi juga masyarakat berpenghasilan ekonomi ke bawah.
“Alhamdulillah, kami berkomitmen untuk semua kalangan juga diberikan kesempatan yang sama,” ujar Syamsinar.
Sedangkan Head of CSR and Corporate Communication PT Paragon Technology and Innovation Suci Hendrina mengungkapkan, ada 4 pilar yang menjadi komitmen perusahaan kosmetik terbesar di Indonesia ini tempat ia bekerja.
Masing-masing bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan, dan bidang lingkungan.
Baca juga: Harga Emas Hari Ini di Lhokseumawe, Berikut Harga Emas Per Mayam dan Per Gram, Senin (6/12/2021)
Perusahaan yang bergerak di bidang kosmetik dengan produk kenamaan Wardah selalu peduli dengan dunia pendidikan.
Sebab, kata Suci perusahan dengan salah satu produknya wardah itu lahir dan berkembang tak lepas dari kontribusi pendidikan.
Semangat dalam menciptakan ekosistem pendidikan itulah yang akhirnya mempertemukan Paragon dengan beberapa tokoh yang peduli pendidikan.
Di antaranya Yayasan Senja yang fokus bergerak di pendidikan anak jalanan dan SD Swasta Juara Jakarta Selatan.
"Kami juga mendukung upaya pemerataan pendidikan di Indonesia agar dinikmati oleh masyarakat di antaranya melalui program beasiswa," pungkas Suci.
Baca juga: BERITA POPULER - Wanita Pamer Dada, Gaji Pokok PNS Terbaru, Nasib Anggota DPRD yang Kepergok Mesum
Untuk diketahui, FJP ke-3 tersebut diadakan GWPP dan PT Paragon Technology and Innovation, diikuti 15 jurnalis terpilih dari Aceh (Serambi Indonesia), sampai Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sulawesi, Kalimantan berlangsung dari September -Desember 2021.
Peserta dalam FJP ini didampingi empat mentor yang terdiri Mohammad Nasir (Wartawan Senior Kompas 1989-2018), Frans Surdiarsis (Kepala Litbang The Jakarta Post), Haryo Prasetyo (mantan Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Media Indonesia), dan Nurcholis Basyari, wartawan Senior yang juga Direktur GWPP, Depok.(*)