Hukum

Hadapi Pelaku Kejahatan, Begini Cara Membela Diri Agar Tidak Menyalahi Hukum

Melihat kasus itu, publik menjadi khawatir untuk membela diri saat terjadi tindak kejahatan karena bisa berpotensi menjadi tersangka...

Editor: Eddy Fitriadi
Via Tribunnews.com
Ilustrasi. Hadapi Pelaku Kejahatan, Begini Cara Membela Diri Agar Tidak Menyalahi Hukum. 

SERAMBINEWS.COM -  Kasus korban aksi begal asal Medan menjadi tersangka mendapat sorotan publik.

Korban berinisial D jadi tersangka setelah diduga menikam pelaku aksi begal hingga tewas demi membela diri.

Melihat kasus itu, publik menjadi khawatir untuk membela diri saat terjadi tindak kejahatan karena bisa berpotensi menjadi tersangka.

Lalu bagaimana kategori pembelaan diri yang dibenarkan hukum?

Ketua Young Lawyers Comitte DPC Peradi Samarinda, Hendrik Kusnianto menjelaskan kategori pembelaan diri yang dibenarkan hukum tertuang dalam pasal 49 KUHP ayat 1 dan 2.

Termasuk, ketika korban yang melawan pelaku kejahatan hingga membuat tewas demi membela dirinya bisa tidak dipidana.

Tindakan korban itu dinamakan pembelaan terpaksa atau darurat.

"Disebut sebagai alasan pemaaf ketika seseorang melakukan tindak pidana tetapi dengan dasar pembelaan terpaksa," kata Hendrik dalam program Kacamata Hukum Tribunnews.com, Senin (3/1/2022).

"Namun perlu digaris bawahi ada aturan main sehingga suatu perbuatan bisa dikatakan sebagai pembelaan terpaksa," imbuh dia.

Menurut buku karya R. Soesilo berjudul KUHP serta Komentar-Komentar lengkap Pasal Demi Pasal, Hendrik menyebut ada beberapa batasan pembelaan diri yang diperbolehkan.

Pertama, korban melakukan pembelaan diri karena terpaksa dan dilakukan sangat amat perlu.

Kemudian, perbuatan pembelaan diri jugalah harus seimbang.

"Boleh dikatakan tidak ada jalan lain. Perbuatan yang dilakukan harus proporsional, harus seimbang tidak boleh serta merta full power," jelas Hendrik.

Hendrik pun memberi contoh yang dimaksud dari proposional.

Misalnya dalam kasus tindakan pencurian, pelaku tidak membawa senjata tajam (sajam), korban tidak boleh balik mengambil sajam untuk melakukan pembelaan.

Syarat kedua, pembelaan korban dilakukan hanya terhadap kepentingan untuk membela badan, harta, kehormatan barang sendiri maupun orang lain.

Kemudian, syarat ketiga, pembelaan dilakukan karena ada serangan dari pelaku yang melawan hak dan mengancam pada saat itu juga.

"Perbuatan itu harus seketika dilakukan, bukan dalam konteks berpikir-pikir dulu baru dilakukan," tambahnya.

Hendrik menjelaskan, perbuatan tindak pidana demi membela diri merupakan opsi terakhir.

Artinya, dalam hal ini korban diusahakan sebisa mungkin dapat menghindar dari pelaku kejahatan.

"Itu diperbolehkan apabila memang sudah tidak ada jalan lain dan memang harus melawan, melakukan pembelaan darurat," jelas dia.

Advokat asal Samarinda itu menekankan, melakukan pembelaan diri saat menjadi korban kriminal tetap boleh dilakukan.

Sebab, hal itu termasuk hak setiap warga negara.

Tetapi kembali lagi, sebagai negara hukum, Indonesia memiliki aturan sendiri agar cara pembelaan diri tidak dilakukan semena-semena.

Terlebih pelaku tindakan kejahatan juga memiliki hak untuk mempertahankan hidup.

"Kita boleh mempertahankan diri kita dari tindakan kejahatan, tetapi harus mengikuti aturna main yang ada di KUHP."

"Kita tidak bisa semena mena dengan bahasa 'pembelaan' untuk melakukan tindak pidana yang justru akhirnya melanggar hak asasi manusia," pungkasnya.(*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Hadapi Pelaku Kejahatan, Bagaimana Cara Membela Diri yang Dibenarkan Hukum?"

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved