Alasan Erick Thohir Minta Kejagung Usut Indikasi Korupsi Garuda, Kenapa Tidak Lapor ke KPK Saja?
“KPK kan memang formatnya sekarang lebih kepada pencegahan dan mereka punya sistem sendiri,” ucap Erick Thohir.
SERAMBINEWSW.COM, JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir blakan-blakan mengungkapkan alasan indikasi korupsi di Garuda Indonesia dilaporkan ke Kejaksaan Agung bukan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pernyataan itu disampaikan Menteri Erick Thohir dalam Sapa Indonesia Malam di KOMPAS TV, Rabu (12/1/2022).
“KPK kan memang formatnya sekarang lebih kepada pencegahan dan mereka punya sistem sendiri,” ucap Erick Thohir.
“Tetapi kalau kita lihat memang kalau kita bikin program besar, kemarin kita sudah koordinasi dengan banyak pihak, nah kita memberatkan Kejaksaan karena ini menyeluruh. Jadi supaya juga tadi yang saya bilang dari awal perbaikan dari pada transformasi yang di BUMN ini tidak sepotong-potong,” ujarnya.
Erick Thohir lebih lanjut memastikan BUMN kerja sama dengan Kejaksaan Agung dan bukan bersama KPK, bukan karena pilihan salah atau benar.
“Jadi ini bukan pilihan salah dan benar, tetap kami bekerja sama dengan pihak KPK mengenai LHKPN kita juga bekerjasama dengan PPATK mengenai laporan tadi sebelum kita mengangkat orang, kita sama pihak kepolisian juga tetap bekerja sama untuk kasus-kasus hal yang lain gitu,” ujarnya.
“Nah ini bukan kembali, bukan salah dan benar hanya bagian dari program. Tadi kan kita sebut, ini program yang kita lakukan secara bersama-sama,” kata dia.
Erick Thohir pun menggamblangkan situasi dengan menyatakan bahwa saat ini BUMN juga masih ada beberapa kasus yang masih ditangani di KPK dan Polri.
“KPK, Kepolisian juga kita lakukan (kerja sama) itu, dan ada beberapa kasus yang masih ada di Kepolisian saat ini, KPK juga ada yang kita juga minta bantuan pendampingan,” kata Erick Thohir.
Sebelumnya diberitakan KOMPAS TV Selasa (11/1/2022), Erick Thohir telah menyerahkan bukti audit investigasi indikasi korupsi pengadaan pesawat ATR 72-600 di Garuda Indonesia ke Kejaksaan Agung.
"Garuda ini sedang tahap daripada restrukturisasi tetapi yang kita sudah ketahui juga secara data-data valid memang dalam proses pengadaan pesawat terbangnya, leasingnya itu ada indikasi korupsi dengan merek yang berbeda-beda,” ucap Erick.
“Khususnya hari ini, memang yang disampaikan Pak Jaksa Agung adalah ATR 72-600 ini yang tentu juga kami serahkan bukti audit investigasi Jadi bukan tuduhan karena kita sudah bukan arahnya saling menuduh tetapi masih ada fakta yang diberikan,” tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut, Erick Thohir dikonfirmasi perihal nilai kerugian negara yang diakibatkan dalam indikasi korupsi pengadaan pesawat ATR 72-600.
Namun, dia dengan tegas membantah dan menyerahkan penghitungan kerugian negara akibat indikasi korupsi pengadaan pesawat ATR 72-600 ke Kejaksaan Agung.
“Kalau dugaan nanti kan itu masih dugaan lebih baik lagi dari pihak Kejaksaan yang menyampaikan setelah tentu angka-angkanya conform,” kata Erick Thohir.
Baca juga: Erick Thohir Sebut Awal Kecurigaan Korupsi di Garuda Indonesia, Termasuk Mahalnya Harga Sewa Pesawat
Baca juga: Korupsi Garuda Indonesia Terjadi di Masa Dirut Berinisial AS, Diduga Ada Mark Up Sewa Pesawat
Diduga Ada Mark Up Sewa Pesawat dan Manipulasi Data.
Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi oleh PT Garuda Indonesia, Tbk.
Diduga ada mark up sewa pesawat dan manipulasi data.
"Mark up penyewaan pesawat Garuda Indonesia yang mengakibatkan kerugian keuangan negara dengan waktu perjanjian tahun 2013 sampai dengan saat ini dan manipulasi data dalam laporan penggunaan bahan bakar pesawat," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan tertulis, Selasa (11/1/2022).
Adapun surat penyelidikan ini keluar telah sejak 15 November 2021 dengan nomor: Print-25/F.2/Fd.1/11/2021.
Dalam pemeriksaannya diketahui bahwa berdasarkan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2009-2014 terdapat rencana kegiatan pengadaan penambahan armada pesawat sebanyak 64 pesawat yang dilakukan Garuda Indonesia.
Penambahan pesawat itu dilakukan baik dengan menggunakan skema pembelian (financial lease) dan sewa (operation lease buy back) melalui pihak lessor.
Leonard menjelaskan, sumber dana yang digunakan dalam rencana penambahan jumlah armada tersebut dengan menggunakan lessor agreement.
Di mana pihak ketiga akan menyediakan dana dan Garuda Indonesia kemudian akan membayar kepada pihak lessor melalui skema pembayaran secara bertahap dengan memperhitungkan waktu pengiriman terhadap inflasi.
Selanjutnya, atas RJPP tersebut direalisasikan beberapa jenis pesawat, yakni ATR 72-600 sebanyak 50 unit dengan rincian pembelian 5 unit dan penyewaan 45 unit.
Kemudian pesawat CRJ 1000 sebanyak 18 unit pesawat yang terdiri atas pembelian 6 unit dan penyewaan 8 unit.
Dalam prosedur rencana bisnis pengadaan atau sewa pesawat di Garuda Indonesia, kata Leonard, direktur utama membentuk tim pengadaan sewa pesawat atau tim gabungan yang melibatkan personel dari beberapa direktorat perusahaan tersebut.
Mulai dari direktorat teknis, niaga, operasional dan layanan atau niaga yang akan melakukan kajian dan dituangkan dalam bentuk paper hasil kajian.
Sementara, feasibility study atau studi kelayakan disusun oleh tim atas masukan oleh direktorat terkait yang mengacu pada rencana bisnis yang telah dibahas.
Menurutnya, dalam pembahasan anggaran harus inline dengan perencanaan armada dengan alasan feasibility, riset, kajian, tren pasar, habit penumpang yang dapat dipertanggungjawabkan.
"Atas pengadaan atau sewa pesawat tersebut diduga telah terjadi peristwa pidana yang menimbulkan kerugian keuangan negara dan menguntungkan pihak lessor," imbuh Leonard.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir melaporkan dugaan tindak pidana korupsi dalam penyewaan pesawat Garuda Indonesia ke Kejagung.
Menurutnya, pelaporan ini menjadi momentum untuk membersihkan oknum yang ada di lingkungan BUMN.
"Saya rasa sudah saatnya memang oknum-oknum yang ada di BUMN harus dibersihkan. Inilah memang tujuan kita terus menyehatkan dari pada BUMN tersebut," ujar Erick di Gedung Kejagung, Selasa (11/1/2022). ( Kompastv/ Kompas.com )