Berita Subulussalam
Jaksa Tuntut Terdakwa Kasus Korupsi RTLH Kota Subulussalam 5 Tahun Penjara
Akibat korupsi proyek RS-RLTH di Dinas Sosial Kota Subulussalam ini, terjadi kerugian negara mencapai Rp 375.000.000.
Penulis: Khalidin | Editor: Taufik Hidayat
Laporan Khalidin | Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM – Kejaksaan Negeri Subulussalam yang menangani proyek pelaksanaan Bantuan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) Kota Subulussaam Dana Alokasi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2019, menuntut terdakwa lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta.
Plh Kasi Intel Kejaksaan Negeri Subulussalam, Abdi Fikri, SH, MH dalam siaran pers No 04/L.1.32.2/Kph.3/01/2022 yang dikirim kepada Serambinews.com, Kamis (20/1/2022) mengatakan, tuntutan itu disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang yang berlangsung Rabu (19/1/2022) pukul 11.00 WIB.
Persidangan dilakukan secara daring dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap terdakwa Dian Eka Putra, ST dalam perkara tindak pidana korupsi bantuan Sosial Rumah Tidak Layak Huni Tahun 2019. Kasus ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp. 375.000.000,00.
Atas hal itu, Idam Kholid Daulay SH selaku JPU menyatakan terdakwa Dian Eka Putra secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Hal ini sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana dalam dakwaan Primair.
Untuk itu JPU meminta hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dian dengan penjara selama 5 (lima) tahun dikurangkan lamanya terdakwa berada di dalam tahanan.
JPU juga menuntut perintah agar terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp. 200.000.000. Subsidair enam bulan kurungan .
Bukan hanya itu, JPU juga menuntut membebankan terdakwa Dian yang merupaman konsultan dalam proyek bantuan RTLH untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 165.000.000.
Pembayaran uang pengganti ini menurut JPU paling lama dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
"Jika tidak membayar maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut dengan ketentuan apabila harta bendanya tidak mencukupi maka dipidana dengan pidana penjara selama enam," kata JPU Idam Khoid Daulay sebagaimana ditulis dalam siaran pers Kejari Subulussalam.
Tuntutan lain yakni membebankan Alm. Drs. H. Sanusi, M.Ag mantan Kepala Dinas Sosial Kota Subulussalam untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 210.000.000.
Apabila tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Agenda persidangan berikutnya adalah pembacaan pembelaan (Pledoi) dari terdakwa atau penasehat hukumnya," terang Abdi Fikri.
Berdasarkan catatan Serambinews.com dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek RS-RLTH di Dinas Sosial Kota Subulussalam, penyidik Kejaksaan Subulussalam menetapkan dua tersangka.
Kedua tersangka masing-masing bernama Drs Sanusi M.Ag, mantan Kepala Dinas Sosial Kota Subulussalam yang kini sudah meninggal dunia.
Lalu tersangka kedua adalah seorang konsultan bernama Dian Eka Putra kini sudah menjadi terdakwa dan proses hukumnya sudah tahapa penunturan.
Kajari Subulussalam Mayhardy mengatakan akibat korupsi ini terjadi kerugian keuangan negara mencapai Rp 375.000.000. Jumlah tersebut berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara oleh Inspektorat Kota Subulussalam.
Adapun modus penyimpangan tersebut dilakukan dengan cara membebankan pembuatan gambar dan RAB serta biaya pembuatan laporan pertanggungjawaban pertama serta pertanggungjawaban kedua kepada para penerima bantuan.
Dijelaskan, tersangka berinisial Sanusi kala itu meminta tersangka Dian Eka Putra yang merupakan konsultan membuat rencana anggaran biaya (RAB) dan gambar 168 rumah baru (relokasi).
Kemudian dia juga meminta membuat RAB untuk 82 unit rehabilitasi rumah dengan mencantumkan biaya administrasi terdiri, pembuatan RAB dan gambar sebesar Rp 500.000.
Kemudian pembuatan laporan pertanggungjawaban pertama sebesar Rp 500.000 lalu untuk pembuatan pertanggungjawaban kedua dipatok sebesar Rp 500.000.
Biaya pembuatan gambar, serta LPJ pertama dan kedua tersebut dibebankan kepada masing-masing penerima bantuan. Total uang yang ditarik dari penerima masing-masing sebesar Rp 1,5 juta.
Padahal, lanjut Kajari Mayhardy, berdasarkan peraturan Wali Kota Subulussalam Nomor 32 tahun 2019 tentang petunjuk pelaksanaan Bantuan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) Kota Subulussaam tahun anggaran 2019, kewajiban untuk membuat RAB adalah kewajiban kelompok dibantu petugas pendamping.
Selain itu RAB yang disusun tersangka Dian juga dinyatakan bertentangan dengan format RAB yang ditetapkan dalam Perwal Nomor 32 tahun 2019. Dalam perwal itu tidak menyebutkan adanya biaya administrasi dalam RAB.
Atas kasus ini lah, penyidik menyimpulkan berdasarkan dua alat bukti menetapkan Sanusi mantan Kepala Dinas Sosial dan Dian Eka Putra selaku konsultan sebagai tersangka kasus proyek RS-RTLH Kota Subulussalam.
Dijelaskan, proyek RTLH bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (Doka) tahun 2019 senilai Rp 4,8 miliar. Dana sebesar itu diperuntukan terhadap 250 masyarakat penerima manfaat yang terbagi 15 kelompok Rumah Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH).
Masing-masing penerima bantuan mendapat Rp 19.350.000 sesuai Surat Keputusan Wali Kota Subulussalam Nomor 188.45/184/2019 tanggal 9 September 2019.
Namun, dalam perjalanan proyek tersebut dikabarkan menuai masalah yakni terjadi dugaan tindak pidana korupsi dengan modus pembuatan gambar dan Laporan pertanggungjawaban pertama serta kedua.
Sehingga setiap penerima manfaat yang sejatinya menerima uang sebesar Rp 19.350.000 menjadi berkurang masing-masing Rp 1,5 juta. Kasus ini pun diselidiki pihak Kejaksaan Negeri Subulussalam dan akhirnya ditingkatkan ke penyidikan.
Dalam penyidikan tersebut ditemukan dugaan tindak pidana korupsi dan berdasarkan hasil audit Inspektorat Kota Subulussalam terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp 375 juta.
Sementara Drs Sanusi meninggal dunia pada pertengahan Agustus 2021 lalu sehingga kini tinggal seorang terdakwa menjalani proses persidangan.(*)
Baca juga: Bupati Langkat Terbit Rencana Sempat Kabur Saat akan Ditangkap Tim KPK