Berita Aceh Tenggara
Polisi Ciduk Kepala Baitul Mal Agara, Diduga Rudapaksa Gadis di Bawah Umur
Kasus kekerasan seksual kembali terjadi di Aceh, dan lagi-lagi menimpa gadis yang masih di bawah umur
“Miris sekali, anak dan perempuan Aceh tidak memiliki ruang aman dimanapun.
Setiap hari kita bisa lihat di media, minimal satu kasus kekerasan seksual dialami oleh anak dan perempuan Aceh,” katanya tadi malam.
Di awal tahun 2022 ini saja, sebut Gilang, berdasarkan pantauan dari Gerakan Ibu Mencari Keadilan, ada 19 kasus kekerasan seksual yang menimpa anak dan perempuan Aceh.
Yaitu, 8 kasus di Aceh Barat Daya, 4 di Aceh Timur, 5 di Pidie, 1 kasus pembunuhan disertai pemerkosaan di Bener Meriah, dan satu kasus kekerasaan seksual di Aceh Tenggara.
“Para pelaku semuanya orang dekat korban.
Seperti ayah kandung, ayah tiri, ustaz di dayah, adik kandung, dan pemuka agama,” sebutnya.
Namun yang disayangkan, hingga saat ini pihaknya belum melihat adanya tindakan konkret dari Pemerintah Aceh mengatasi persoalan kejahatan dan kekerasan seksual yang sudah sangat darurat.
Respons yang diberikan selama ini menurut Gilang hanya bersifat reaksioner yang sifatnya per kasus, bukan fokus pada solusi mekanisme terpadu dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus, dari level gampong hingga provinsi.
“Salah satu yang paling mendasar adalah minimnya anggaran penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Aceh, dari tingkat kabupaten kota hingga provinsi,” sebutnya.
Persoalan lainnya sambung Koordinator Gerakan Ibu Mencari Keadilan ini adalah kebijakan di Aceh yang tidak berpihak kepada korban kekerasan seksual, sehingga korban berpeluang menjadi korban kembali (reviktimesasi), yaitu pada Qanun Hukum Jinayah di dua jarimah, jariamah pemerkosaan dan jarimah pelecehan seksual.
“Oleh karena itu, Gerakan ibu Mencari Keadilan berharap kepada DPRA dalam merevisi qanun tersebut dapat mencabut dua jarimah dimaksud dalam Qanun Hukum Jinayah,” tegasnya.
Gerakan Ibu Mencari Keadilan juga mememinta kepada aparat penegak hukum untuk memberikan sanki tegas bagi pelaku pemerkosaan di Aceh, bukan hanya sekedar memberikan hukuman cambuk.
“Karena hukuman cambuk tidak memberi efek jera bagi pelaku dan tidak memberikan keadilan bagi korban,” demikian Destika Gilang Lestari. (as/una)
Baca juga: Korban Dugaan Perkosaan Ternyata Santriwati, Kepala Baitul Mal Aceh Tenggara Jadi Tersangka
Baca juga: BREAKING NEWS - Polisi Amankan Kepala Baitul Mal Aceh Tenggara, Diduga Perkosa Anak di Bawah Umur