Kapolda Sumut Sebut Penjara di Rumah Bupati Langkat untuk Rehabilitasi Narkoba, Mabes Polri: Ilegal
Berdasarkan hasil pendalaman, Panca mengatakan kerangkeng tersebut adalah tempat rehabilitasi yang dibuat secara pribadi oleh Terbit.
SERAMBINEWS.COM - Kapolda Sumut Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak, memberikan penjelasannya terkait temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin-Angin.
Berdasarkan hasil pendalaman, Panca mengatakan kerangkeng tersebut adalah tempat rehabilitasi yang dibuat secara pribadi oleh Terbit.
Kerangkeng yang ditemukan berisi 4 orang di dalamnya tersebut, sudah digunakan sejak 10 tahun lalu untuk merehabilitasi pengguna narkoba.
"Dari pendataan atau pendalaman itu bukan soal 3-4 orang itu, tapi kita dalami itu masalah apa. Kenapa ada kerangkeng. Ternyata dari hasil pendalaman kita. Itu memang adalah tempat rehabilitasi yang dibuat yang bersangkutan secara pribadi yang sudah berlangsung selama 10 tahun untuk merehabilitasi korban pengguna narkoba," kata Panca, Senin (24/2/2022).
Panca menambahkan, orang yang berada di dalam kerangkeng adalah pengguna narkoba yang baru masuk dua hari dan sehari sebelum dilakukannya OTT oleh KPK.
Sementara, penghuni kerangkeng lainnya disebut tengah bekerja di kebun kelapa sawit.
"Yang lainnya sedang bekerja di kebun. Jadi pagi kegiatan mereka. Kegiatan itu sudah berlangsung selama 10 tahun. Yang bersangkutan itu menerangkan bahwa itu waktu saya tangkap di perjalanan saya dalami, itu sudah lebih 10 tahun dan pribadi," imbuhnya.
Mabes Polri: Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Nonaktif Langkat Ilegal

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menegaskan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin merupakan ilegal.
Menurut Ramadhan, pejabat publik tidak boleh membuat tempat pembinaan atau rehabilitasi.
Apalagi, kegiatannya pun tidak terpantau oleh pihak yang berwenang.
"Yang jelas tempat itu ilegal dan itu enggak boleh," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (25/1/2022).
Ramadhan menyampaikan pihaknya juga telah menelusuri bahwa kerangkeng manusia itu telah dibuat sejak 2012 lalu.
Kerangkeng itu dibuat berdasarkan inisiatif Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin.
"Setelah ditelusuri bangunan itu telah dibuat sejak 2012 atas inisiatif Bupati Langkat dan bangunan tersebut belum terdaftar dan tidak memiliki izin sebagaimana diatur oleh UU," jelas Ramadhan.
Lebih lanjut, Ramadhan menuturkan total ada 30 orang yang ditemukan di dalam kerangkeng manusia tersebut.
Sebagian dari mereka juga telah dipulangkan ke pihak keluarga.
"Jumlah warga binaan yang semula 48 orang, kemudian hasil pengecekan tinggal 30 orang. Sebagian sudah dipulangkan dan dijemput oleh keluarganya," terang Ramadhan.
Lebih lanjut, Ramadhan menyatakan penghuni kerangkeng manusia itu disebut sebagai warga binaan Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin. Hal itu berdasarkan keterangan dari petugas penjaga bangunan.
"Berdasarkan keterangan penjaga bangunan didapati bahwa tempat tersebut merupakan penampungan orang-orang yang kecanduan narkoba dan juga selain narkoba sebagai tempat kenakalan remaja yg mana para penghuni diserahkan oleh pihak keluarganya," pungkas Ramadhan.
Baca juga: Derita Penghuni Penjara di Rumah Bupati Langkat, Kerja 10 Jam Tak Digaji, Diduga Alami Penyiksaan
Baca juga: 40 Orang Jadi Budak dan Dipenjara yang Diduga Dilakukan oleh Bupati Langkat, Komnas HAM segera Turun
Harus Diusut Tuntas: Seperti Zaman Kolonial Belanda

Anggota Komisi III DPR RI F-Gerindra, Habiburokhman, menilai apa yang dilakukan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin melalui penjara kerangkeng manusia merupakan tindak pidana serius.
Menurut Habiburokhman, Terbit bisa dijerat Pasal 33 ayat 3 KUHP tentang Perampasan Kemerdekaan dengan ancaman hukuman 8 sampai 9 tahun.
"Kita prihatin hal seperti ini terjadi, seperti di zaman Kolonial Belanda, ada tuan dan budak atau sebelum Belanda bahkan, yang merasa punya kewenangan untuk menahan dan memenjarakan orang, harus diusut tuntas," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (25/1/2022).
Waketum Partai Gerindra itu merasa heran dengan tindakan bupati yang tertangkap OTT KPK tersebut.
"Untuk jadi jahat pun dia perlu obsesinya yang begitu tinggi, kok bisa ya, kita membayangkan saja enggak bisa, kok bisa dia merencanakan dan mewujudkan hal tersebut, ini jahatnya enggak ketulungan," tandas Habiburokhman.
Sebelumnya, Migrant Care mengadukan temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin yang kini menjadi tersangka dugaan suap terkait proyek di Pemerintah Kabupaten Langkat ke Komnas HAM RI Jakarta pada Senin (24/1/2022).
Dalam kesempatan tersebut, ditunjukkan pula sejumlah foto dan video kondisi para korban yang masih berada dalam kerangkeng.
Dalam foto yang ditunjukkan tampak wajah seorang korban di dalam kerangkeng mengalami lebam di sekitar mata dan wajah.
Dalam video, ketika direkam korban tersebut tampak ketakutan dengan mata yang berkaca-kaca.
Jeruji kerangkeng menyerupai penjara tersebut tampak terbuat dari besi kokoh dengan dua gembok terpasang di bagian pintunya.
Di bagian dalamnya, terdapat semacam dipan berukurang sekira setengah meter.
Di bagian bawah dipan tersebut tampak tikar dan sejumlah korban yang duduk di atasnya.
Di dinding belakang bagian dalam kerangkeng tersebut tampak tali jemuran tempat para korban menggantung pakaiannya.
Tampak pula sejumlah tikar, botol air mineral, sapu dan semacam lemari kecil di dalam kerangkeng tersebut.
Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah mengatakan berdasarkan laporan sementara dari masyarakat Langkat sejak kemarin terdapat 40 orang korban dari praktik keji tersebut.
Para korban tersebut merupakan pekerja perkebunan sawit yang diduga dipekerjakan oleh Terbit.
Belum diketahui, berapa lama mereka telah menjadi korban dari praktik tersebut.
Hal tersebut disampaikannya usai membuat pengaduan terkait dugaan praktik perbudakan dan penyiksaan di sana ke Komnas HAM RI.
"Laporan sementara ada 40 orang. Berapa lamanya nanti Komnas HAM yang akan melakukan penyelidikan lebih lanjut," kata Anis di kantor Komnas HAM RI Jakarta pada Senin (24/1/2022).
Anis mengatakan selain itu, pihaknya juga mengadukan dugaan penyiksaan yang terjadi di sana.
Berdasarkan foto yang ditunjukkan oleh Komisioner Komnas HAM RI M Choirul Anam, tampak seorang lelaki yang mengalami lebam di mata dan bagian wajah lainnya.
Ia mengatakan, saat ini belum melaporkan hal tersebut ke pihak Kepolisian.
"Belum. Ini kita koordinasi pertama dengan Komnas HAM," kata Anis.
Anis mengatakan ada tujuh perlakuan kejam dan tidak manusiawi yang diduga merupakan praktik perbudakan modern dan perdagangan manusia yang dipraktikan di sana.
Pertama, kata dia, Terbit diduga membangun semacam penjara atau kerangkeng di rumahnya.
Kedua, kerangkeng tersebut dipakai untuk menampung para pekerja setelah mereka bekerja.
Ketiga, kata Anis, para pekerja tersebut mereka tidak punya akses kemana-mana.
Keempat, mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka.
Kelima, lanjut dia, mereka diberi makan tidak layak yakni hanya dua kali sehari.
Keenam, kata Anis, mereka tidak digaji selama bekerja.
Ketujuh, mereka tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar.
Baca juga: Korban Tragedi Piala Afrika saat Kamerun vs Komoro Bertambah, 8 Orang Tewas dan 50 Luka-luka
Baca juga: Wali Kota Banda Aceh Segera Revitalisasi Rex Peunayong, Ini Dia Foto Desainnya
Baca juga: Polres Bireuen Raih Penghargaan dari TRC PPA Indonesia
Tribunnews.com: Kasus Penjara Manusia di Rumah Bupati Langkat Harus Diusut Tuntas: Seperti Zaman Kolonial Belanda