Berita Banda Aceh

Akademisi Sebut Qanun Bendera Sudah Inkrah Secara Hukum

Jika memang saat itu bertentangan dengan aturan perundangan yang lebih tinggi, seharusnya Kemendagri bisa mengusulkan perpres kepada presiden

Penulis: Muhammad Nasir | Editor: Hari Teguh Patria
serambinews.com
Serambi Podcast bersama Hurriah Foundation dengan tema “Kepastian Regulasi Dan Implementasi Turunan UUPA” menghadirkan narasumber: Hendra Budian, SH (Wakil Ketua DPR Aceh), Dr. Taufik Abdur Rahim (Dosen Politik UNMUHA), Zainal Abidin, SH,M.Si,MH (Dosen Tata Negara Universitas Syiah Kuala), dipandu oleh host M Nasir (Jurnalis Serambi Indonesia). Di siarkan secara langsung melalui facebook serambinews all fanpage serambi group dan Radio Serambi FM dari studio Serambi FM. Selasa, 25/01/2022. 

Akademisi Sebut Qanun Bendera Sudah Inkrah Secara Hukum

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Qanun Bendera dan Simbol Aceh yang sudah disahkan hingga saat ini masih berpolemik dan belum bisa direalisasikan. Padahal, menurut Dosen Hukum Tata Negara Universitas Syiah Kuala, Zainal Abidin SH MSi MH, saat ini qanun sudah inkrah secara regulasinya.

Hal itu disampaikan oleh Zainal Abidin dalam podcast kerja sama Hurriah Foundation- Serambi Indonesia, Selasa (25/1/2022). Podcast itu mengangkat tema “Kepastian Regulasi dan Implementasi Turunan UUPA,”. Selain Zainal Abidin, juga menghadirkan nara sumber lain, yaitu Wakil Ketua DPRA, Hendra Budian dan Dosen Politik Universitas Muhammadiyah, Dr Taufik A Rahim.

Zainal Abidin mengatakan, Qanun Bendera dan Lambang Aceh itu sudah sah secara hukum. Ia menilai qanun itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah. Seharusnya, jika ada poin yang bertentangan dalam qanun itu, maka dapat ditolak saat tahapan review.

Karena, katanya, setiap qanun yang disahkan oleh DPRA, harus terlebih dahulu melewati proses review oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Sebelum disahkan qanun itu, sebelum dilembarkan dalam undang-undang, itu kan ada review di kemendagri.

Baca juga: VIDEO Sampai Pingsan Dua Kali, Wanita Terpidana Zina di Aceh Barat Ambruk Terkena Cambuk Algojo

Baca juga: Bupati Langkat Terbit Rencana Parangin Angin Trending Twitter, Ini Kasus dan Penemuan Kontroversinya

Jika memang saat itu bertentangan dengan aturan perundangan yang lebih tinggi, seharusnya Kemendagri bisa mengusulkan perpres kepada presiden untuk membatalkannya,” ujarnya.

Saat diajukan, qanun itu memiliki batas waktu 60 hari jika ingin dilakukan penolakan. Namun setelah 60 hari itu lewat dan tidak digunakan, maka qanun disahkan dan inkrah, maka ia menjadi regulasi yang berlaku. Katanya, ketika UU 32 2004 dicabut dan diganti dengan UU 23 tahun 2014, yang isinya memungkinkan menteri untuk membatalkan qanun itu jika qanun itu bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.

Saat itu, kata Zainal, beredar informasi bahwa Mendagri membatalkan qanun itu, namun DPRA tidak menerima suratnya. “Seandainya pun ada, itu juga tidak berlaku, karena pembatalannya tidak tepat,” jelas Zainal Abidin.

Katanya, jika pun ada yang tidak setuju dan ingin dibatalkan, maka harus dilakukan judical review ke Mahkamah Agung RI.Sementara Wakil Ketua DPRA, Hendra Budian dalam podcast menjelaskan, saat ini DPRA sudah membentuk tim penguatan UUPA.

Tim ini akan bertugas melaksanakan rencana DPRA yang ingin menyelesaikan sejumlah turunan UUPA agar segera terealisasikan. Selain itu juga akan dilakukan revisi atau penguatan pada beberapa poin UUPA yang selama ini masih dianggap lemah. “Kewenangan politik yang kita miliki selalu diamputasi oleh kewenangan politik pusat, selalu itu yang kita hadapi. Maka sekarang yang dibutuhkan dukungan politik dan dukungan substansi dari akademisi,” ujarnya.

Baca juga: Anthony Martial Siap Terbang Tinggi

Selain itu, katanya, dalam rangka mengimplementasi dan menguatkan UUPA itu sangat dibutuhkan dukungan dari Forbes, yaitu anggota DPR RI asal Aceh yang berjumlah 13 orang, serta 4 senator. “Makanya dipertanyakan abang-abang DPR dan DPD RI ini kemana aja soal UUPA, seharusnya saat otsus Papua direvisi, barang ini (UUPA) sudah jalan,” ujarnya.

Dosen Politik Unmuha, Dr Taufik A Rahim mengatakan, saat ini implementasi dan turunan UUPA belum mampu memakmurkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Aceh. Katanya, Otsus yang melimpah hanya berdampak kepada segelintir elit legislative dan eksekutif, serta pelaku usaha swasta besar. Sehingga, ia sepakat ia UUPA dilakukan penguatan atau revisi, supaya kehadiran UUPA itu memberikan kesejahteraan. “Kalau seperti ini masyarakat sudah tidak peduli lagi sama UUPA nanti,” ujarnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved