Berita Aceh Tamiang

Mengungkap Keberadaan Tangsi Belanda di Dusun Punti

Tak banyak yang tahu bahwa di Dusun Punti, Desa Tangsi Lama, Kecamatan Seruway, Aceh Tamiang, terdapat sebuah tangsi

Editor: bakri
Foto Dokumen Dr. Usman Ibrahim
Dosen Pusat Kajian Sejarah Universitas Samudra (Unsam) Langsa, Dr Usman Ibrahim saat melihat Bungker Serdadu Belanda, di Desa Punti Lama, Kecamatan Seruway, Aceh Tamiang 

LANGSA - Tak banyak yang tahu bahwa di Dusun Punti, Desa Tangsi Lama, Kecamatan Seruway, Aceh Tamiang, terdapat sebuah tangsi atau barak militer Belanda yang dilengkapi dengan bungker-bungker pertahanan.

Luasnya diperkirakan mencapai 60.000 meter persegi.

Sebuah perang besar dengan pasukan Aceh juga pernah terjadi di tangsi ini yang berujung pada kekalahan Belanda.

Namun bukti sejarah yang diperkirakan berusia 137 tahun itu nyaris hilang, karena berulang kali tertimbun lumpur banjir yang meluap dari sungai Tamiang.

Keberadaan tangsi militer itu baru terungkap kembali setelah tim dosen dari Pusat Kajian Sejarah Universitas Samudra (Unsam) Langsa menemukan sebuah bungker pertahanan yang terbuat dari beton di Dusun Punti.

Tim berjumlah tiga orang, terdiri dari Dr Usman Ibrahim MPd, Dr Bachtiar Akob MPd, dan Dr Rahmatsyah MPd.

Baca juga: Dosen Unsam Langsa Temukan Tangsi Militer Belanda di Seruway Tamiang, Ulas Penyerangan Pasukan Aceh

Baca juga: Rahasia Dominasi Pelaut VOC Belanda Terungkap Melalui Penelitian Bangkai Kapal Batavia

Bungker tersebut memiliki kedalaman 2 meter, panjang sekitar 2,5 meter dan lebar 1,20 meter.

Digunakan sebagai tempat perlindungan dan persembunyian tatkala menghadapi serbuan dari pihak musuh.

Menurut Doktor Usman, bungker tersebut dibangun berjajar dengan sungai Tamiang dan berada dalam markas besar militer.

Dia memperkirakan ada puluhan bungker lain di sekitar lokasi tersebut.

“Hanya 7 bungker yang pernah nampak di Tangsi Lama itu, tapi sekarang ini hanya satu saja yang masih utuh dan terlihat jelas,” ucapnya.

Informasi tentang keberadaan tangsi militer Belanda ini didapat Doktor Usman Ibrahim dari seorang warga Dusun Punti M Taleb, yang kini berusia 87 tahun.

Menurut warga tersebut, luas tangsi yang dibangun Belanda di Dusun Punti mencapai 60.000 meter persegi.

Sekarang areal lokasi tangsi militer itu sudah berulang kali digenang banjir, mulai dari jaman penjajahan Belanda, Jepang, setelah Indonesia merdeka, dan terus berlanjut hingga saat ini.

Baca juga: VIDEO Kompleks Makam Kerkhof Peucut di Banda Aceh, Kuburan Belanda Bukti Kegigihan Rakyat Aceh

Baca juga: VIDEO - Belanda, Surganya Pecinta Sepeda

Karena itulah bukti-bukti sejarah tersebut tidak lagi kelihatan karena tertutup timbunan lumpur.

Dari M Taleb pula diketahui bahwa tangsi militer peninggalan Belanda tidak hanya berada di Tangsi Lama tetapi juga ada di Peukan Seruway dekat Istana Raja.

Kedua tangsi itu pernah mendapat gempuran dari pasukan Aceh pimpinan Panglima Nyak Makam, Tuanku Hasyim Banta Muda, dan Teuku Cut Latih.

Mayat para serdadu Belanda yang tewas itu dikuburkan di lokasi tempat berdirinya SDN 1 Sungai III Arong Gajah saat ini, tak jauh dari Peukan Seruway.

Doktor Usman lalu mengulas sedikit penyerangan dari pasukan gerilyawan Aceh pimpinan Nyak Makam dan Tuanku Hasyim.

Dia menceritakan, pada 18 Desember 1885, Panglima Teuku Nyak Makam dengan kekuatan 50 prajurit berhasil merebut tangsi militer Belanda di Seuruway.

Tanggal 29 Desember 1885 waktu tengah malam, Teuku Nyak Makam bersama pasukannya menggempur Seuruway yang dipertahankan 300 serdadu Belanda yang dilengkapi dengan kaveleri, arteleri, termasuk pos pasukan marinir.

Pasukan Aceh berhasil mengobrak-abrik rumah tahanan di Seuruway serta menewaskan kepala penjara dan beberapa serdadu Belanda.

Juni 1891, lanjut Usman, pasukan pejuang Nyak Makam yang diperkuat oleh Panglima Perang Umar dan Nyak Ulim dari Meureudu kembali menggempur tangsi militer Belanda di Tamiang.

Dengan kekuatan 125 orang prajurit sabilillah yang dilengkapi persenjataan modern, melakukan penyerangan-penyerangan terhadap patroli Belanda di sekitar Seruway.

Sejak tahun 1892 sampai 1895, sebagian besar wilayah Tamiang berhasil dikuasai.

Banyak pasukan Belanda yang tewas dalam peperangan tersebut.

“Pejuang Aceh waktu itu juga mengubrak-abrik kampung warga Tionghoa dekat tangsi militer Belanda di Seuruway," tutup Dr Usman Ibrahim MPd. (zb)

Baca juga: Toke Seum Buka Pameran Temporer Jejak Sejarah Balee Juang Kota Langsa, Gedung Peninggalan Belanda

Baca juga: Mercu Bendungan Krueng Pase Peninggalan Belanda di Aceh Utara Jebol

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved