Kisah Inspiratif
Syifa Urrachmah, Guru Tunanetra Berprestasi Nasional yang Mengabdi di SLBN Banda Aceh, Ini Profilnya
Syifa Urrahmah saat ini adalah guru bakti di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Banda Aceh di Desa Ateuk Pahlawan, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Ac
Syifa Urrahmah saat ini adalah guru bakti di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Banda Aceh di Desa Ateuk Pahlawan, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh.
Laporan Farma Andiansyah| Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Guru adalah salah satu pekerjaan yang sangat mulia.
Tentu untuk menjalankan tugas ini, guru tak cukup hanya memiliki pengetahuan dan keahlian mengajar, tetapi seorang guru juga harus memiliki kesabaran dalam menjalankan profesinya.
Apalagi yang diajar adalah anak-anak berkebutuhan khusus.
Tetapi itu semua terasa lebih mudah jika dijalani dengan penuh keikhlasan.
Hal ini dibuktikan oleh Syifa Urrachmah, bahkan bukan hanya muridnya yang berkebutuhan khusus, tetapi juga dirinya yang juga tunanetra.
Syifa Urrahmah saat ini adalah guru bakti di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Banda Aceh di Desa Ateuk Pahlawan, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh.
Baca juga: Kisah Inspiratif! Pasangan Tunanetra Ini Sukses Sekolahkan Keempat Anaknya, 2 Orang Sudah Bekerja
Meski memiliki keterbatasan, gadis ini tidak pernah mengeluh dalam menjalankan tugas mulianya ini.
Bahkan dia rela tidak digaji alias tampa pamrih karena guru adalah cita-cita dan dianggapnya sebagai ibadah.
Tiap pagi, sang guru bakti ini diantar ayahnya ke SLBN Banda Aceh sekitar 3,5 kilometer dari rumahnya.
Anak pasangan Fakhrurrazi dan Fahriana ini alumnus Prodi Bimbingan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan atau FKIP Universitas Syiah Kuala tahun 2018.
Tamat kuliah, wanita kelahiran Lhokseumawe ini langsung mengabdi sebagai guru di SLB Aneuk Nanggroe Lhokseumawe.
Baca juga: Mahasiswa Ini Ciptakan Aplikasi Peta untuk Penyandang Tunanetra, Begini Cara Kerjanya
Kemudian tahun 2019, guru muda ini pindah mengajar ke SLB Bukesra, Banda Aceh karena ikut orang tua yang juga pindah ke Banda Aceh.
Sedangkan kini ia mengajar di SLBN Banda Aceh.
Anak pensiunan karyawan PT Arun ini memiliki filosofi hidup yang luar biasa.
Lahir dengan keterbatasan penglihatan, tidak pernah mengurangi semangatnya untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya.
Prestasi Syifa Urrachmah
Selain memiliki keteguhan, semangat dan dedikasi yang tinggi, sarjana Bimbingan Konseling tersebut memiliki segudang prestasi mulai tingkat sekolah hingga nasional.
Semasa sekolah dulu, dia pernah meraih juara 1 cerdas cermat IPS tingkat Provinsi tahun 2006.
Baca juga: VIDEO Nyakmi Wanita Tunanetra Menopang Hidup dengan Menganyam Tikar Pandan
Kemudian meraih juara 1 Lomba Seni Siswa Nasional Dikdas Cabang menyanyi solo di Makassar, Sulawesi Selatan tahun 2011.
Pada tahun yang sama, ia juga meraih juara 5 Olimpiade Sains Nasional tahun 2011 di Manado Sulawesi Utara.
Sekitar setahun kemudian atau 2012, gadis ini meraih peringkat ke-10 Olimpiade Sains Nasional Bidang Matematika di Jakarta.
Di bangku kuliah, peraih beasiswa berprestasi Aceh ini juga berkali-kali mendapatkan berbagai prestasi.
Tahun 2017 dia meraih Juara 2 festival bintang radio Indonesia dan Asean tahun di Lhokseumawe.
Selain itu, di tahun yang sama dia juga meraih Juara 1 Jambore TIK dengan Disabilitas remaja dan dewasa cabang Microsoft word excel dan Power Poin di Jakarta.
Kemudian menjadi presentasi favorit pada Program Kreatifitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM-M) dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional di Makassar, Sulawesi Selatan.
Selain itu, yang paling mengesankan, anak ketiga dari empat bersaudara itu juga mampu menjadi lulusan terbaik dengan predikat cumlaude dari Universitas Syiah Kuala November tahun 2018.
Sekitar setahun kemudian atau tahun 2019, dia dianugerahi sebagai disabilitas perempuan berprestasi dari Indonesia.
Selain aktif dalam perkuliahan guru berusia 26 tahun ini juga dulunya aktif di berbagai Organisasi Kemahasiswaan, dia aktif di Himpunan Mahasiswa Bimbingan Konseling selama 2015-2018.
Menjadi pengurus dan pengajar Komputer Bicara di Pengembangan Sumber Daya Tunanetra Aceh tahun 2015-2016.
Ia juga memiliki berbagai keahlian, seperti menulis dan membaca huruf braille, menguasai Microsoft office, komputer bicara, menyanyi dan bermain musik.
Oleh karena itu, di sekolah selain aktivitas belajar formal, dia juga mengajarkan anak didiknya untuk mahir bernyanyi dan bermain musik.
Selain mengajar di SLB Negeri Banda Aceh, sejak tiga tahun terakhir, guru kelas ini juga membuka kelas private mandiri di rumahnya untuk siswa tunanetra yang ingin belajar Braille Dasar dan Komputer Bicara.
Selain itu, dia juga aktif sebagai Instruktur Konseling di UPTD Rumoh Seujahtera Beujroh Meukarya (Dinas Sosial) Aceh pada Februari 2020 lalu.
Prosesnya dalam mengajar tentu bukan tanpa kendala, sering kali dia kesulitan untuk memberikan pemahaman pada siswa karena masih terbatasnya sarana atau media pembelajaran.
"Sejauh ini, kendala mengajar mungkin di fasilitas yang terkadang kurang memadai untuk siswa kami tunanetra.
Jadi media pembelajaran yang tersedia di sekolah masih kurang dan terbatas, seperti buku-buku, dan media pembelajaran yang sifat timbul, jadi itu yang mempersulit bagi siswa akan mempelajari suatu materi, dan selain itu motivasi belajar anak, kerjasama antar guru dan orang tua, juga jadi kendala dalam mengajar"
Bahkan sering kali Syifa juga kesulitan untuk mengakses buku-buku yang menggunakan huruf Braille karena ketersediaannya yang terbatas
"Gak tersedia buku materi mengajar yang menggunakan huruf braille, sehingga bahan bacaan saya untuk mengajar juga terbatas itu juga jadi kendala saya," ucapnya.
Keseharian Syifa dia habiskan hanya untuk mengabdi di dunia pendidikan, keterbatasan pada fisiknya tidak menyurutkan semangatnya untuk belajar dan mengajar.
Sejak kecil dia telah melatih dirinya melampaui keterbatasannya, dia tidak ingin kekurangannya menghambat dia untuk berprestasi dan bercita-cita.
Kini dia membuktikan meskipun punya keterbatasan fisik dia bisa menempuh pendidikan sampai lulus perguruan tinggi dan menjadi guru sesuai dengan yang dia cita-citakan.
"Saya ingin siswa saya bisa lebih berprestasi daripada saya, kalau bukan kita yang memahami mereka, siapa lagi, karena sulit mendapat guru yang benar-benar memahami kondisi tunanetra.
Alhamdulillah, saya juga beruntung pernah mendapat seorang guru yang benar-benar memahami bagaimana kondisi saya.
Jadi semangat dari guru saya itu yang saya akan wariskan kepada murid-murid saya," ujarnya. (*)