Internasional
Rusia Tolak Persidangan di Mahkamah Kejahatan Internasional Den Haag, Ukraina Tetap Ajukan Tuntutan
Pemerintah Rusia menolak sidang di pengadilan tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diupayakan oleh Ukraina.
SERAMBINEWS.COM, DEN HAAG - Pemerintah Rusia menolak sidang di pengadilan tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diupayakan oleh Ukraina.
Tuntutan itu, akan dapat menghentikan invasi menghancurkan Moskow ke Ukraina.
Deretan kursi yang disediakan untuk pengacara Rusia di Mahkamah Internasional kosong pada Senin (7/3/2022) pagi saat sidang dibuka.
Ketua Pengadilan, hakim dari Amerika Serikat, Joan E. Donoghue, mengatakan duta besar Rusia untuk Belanda memberi tahu tidak berpartisipasi dalam proses lisan.
Dilansir AP, sidang berlangsung tanpa delegasi Rusia.
Mahkamah Internasional membuka sidang selama dua hari di markas besarnya, Istana Perdamaian, mengenai permintaan Ukraina agar hakim memerintahkan Rusia menghentikan invasinya.
Baca juga: Rusia Segera Rebut Kembali Pembangkit Listrik Nuklir Terbesar Kedua Ukraina, Setelah Zaporizhzhia
Ukraina dijadwalkan menyampaikan argumennya Senin pagi dan Rusia memiliki kesempatan untuk menanggapi pada Selasa (8/3/20220.
Ukraina telah meminta pengadilan untuk memerintahkan Rusia segera menangguhkan operasi militer yang diluncurkan sejak 24 Februari 2022.
Keputusan diharapkan atas permintaan itu dalam beberapa hari mendatang, meskipun Rusia tidak akan mematuhi perintah apa pun yang mungkin dikeluarkan pengadilan.
Jika pengadilan memerintahkan penghentian permusuhan, "Saya pikir kemungkinan itu terjadi adalah nol," kata Terry Gill, seorang profesor hukum militer di Universitas Amsterdam.
Dia mencatat jika suatu negara tidak mematuhi perintah pengadilan, hakim dapat meminta tindakan dari Dewan Keamanan PBB, di mana Rusia memiliki hak veto.
Permintaan untuk apa yang disebut tindakan sementara itu terkait dengan kasus yang diajukan Ukraina berdasarkan Konvensi Genosida.
Baca juga: Pemerintah Ukraina Tuduh Tentara Rusia Memperkosa Seratusan Perempuan
Kedua negara telah meratifikasi perjanjian 1948, yang memiliki klausul yang memungkinkan negara-negara untuk membawa perselisihan berdasarkan ketentuannya ke pengadilan yang berbasis di Den Haag.
Kiev berpendapat klaim Moskow tentang genosida oleh Ukraina di Donetsk dan Luhansk yang digunakan Presiden Vladimir Putin sebagai dalih untuk invasinya adalah palsu.
"Ukraina dengan tegas menyangkal genosida semacam itu telah terjadi, dan Federasi Rusia memiliki dasar hukum untuk mengambil tindakan dan melawan Ukraina untuk tujuan mencegah dan menghukum genosida," kata negara itu dalam klaimnya ke pengadilan.