Konflik Rusia vs Ukraina

Alasan Banyak Warganet Indonesia Berpihak pada Rusia dan Mengagumi Putin, Mirip Presiden Soekarno?

banyak warga Indonesia yang mendukung invasi Rusia ke Ukraina itu lantaran beberapa hal.

Editor: Amirullah
Kolase berbagai sumber
Mengapa warganet Indonesia berpihak pada Rusia? 

Faktor kedua karena sosok Presiden Vladimir Putin yang dinilai tegas.

Rakyat Indonesia, menurut Radityo, mudah terkesima dengan penampilan pemimpin yang tegas dan kuat karena mengingatkan citra itu pada mantan Presiden Soekarno.

"Apalagi romantisme dengan masa lalu Soekarno yang tegas anti-Barat sangat dominan."

"Image Putin terlihat seperti itu di mata masyarakat Indonesia. Apalagi dia mantan intelijen. Sementara Zelensky, komedian."

Hal lain, didorong oleh sentimen agama.

Meskipun di masa lalu Uni Soviet pernah menyerang Afghanistan, Suriah, dan Chechnya, tetapi kini Rusia--melalui diplomasi publik--mampu mengubah pandangan dari musuh menjadi sahabat kaum Muslim.

Di Rusia, katanya, Islam menjadi agama terbesar kedua setelah Kristen Ortodoks.

Bangunan masjid didirikan di banyak tempat.

"Hal itu dilihat oleh kelompok Islam di Indonesia." "Makanya, banyak video atau artikel dalam bahasa Indonesia yang penontonnya jutaan dan menganggap Rusia adalah rekan bagi kelompok Islam."

Terakhir adalah diplomasi publik Rusia yang banyak memberikan beasiswa kepada ratusan mahasiswa untuk belajar ke negara itu.

Yang menarik, katanya, narasi yang dikembangkan dari para lulusan penerima beasiswa itu atas invasi Rusia ke Ukraina, sama persis dengan Pemerintah Rusia.

"Bahwa apa yang dilakukan Rusia hanya operasi militer. Itu sudah menunjukkan keberpihakan posisi." Parahnya, analisis yang pro-Rusia tersebut ditelan mentah-mentah oleh masyarakat Indonesia.

Apalagi, pengetahuan publik Indonesia tentang apa yang melatari konflik Ukraina dengan Rusia sangat minim. Untuk diketahui, ketegangan di kawasan itu turut dipicu oleh sikap Rusia yang mengakui kemerdekaan dua wilayah di Ukraina, yakni Luhansk dan Donetsk.

"Jadi mudah sekali di balik narasinya dan sangat mudah menganggap ini hanya konflik geopolitik besar antara Rusia dengan Amerika Serikat."

"Kalau narasi di level elite dan akademisi seperti itu, ya terbayang dong di bawah yang enggak paham seperti apa. Termakan oleh narasi yang dominan itu."

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved